Agaknya kekesalan Mama Rina masih memuncak, tidak menyangka bahwa pengasuh sekaligus Ibu Susu untuk cucunya itu justru menunjukkan sikap yang tidak baik. Bahkan untuk sekadar menggendong Citra yang rewel saja rasanya begitu enggan.
“Mbak Mina … saya ingin bicara sama Mbak Mina … kenapa kok kayak tidak tulus gitu mengasuh Citra? Kasihan loh Mbak, Citra ini butuh ASI dan sekaligus kasih sayang. Namun, saya perhatikan dalam sepekan ini Mbak Mina kok kelihatannya tidak tulus gitu,” ucap Mama Rina.
Ditegur secara langsung oleh Mama Rina, tampak Mbak Mina hanya menunduk. Sementara Mama Rina menghela nafas panjang, berusaha sabar menghadapi saudara jauh dari besannya itu. Bagaimana pun jika bisa diberitahu dengan baik-baik kan tidak masalah.
“Bayi itu walau belum bisa berbicara, tetapi dia bisa merasakan loh Mbak … ini saja sama Mbak Mina pasti nangisnya Citra tambah kenceng. Nangis sampai enggan keluar air matanya kayak gini. Kalau Mbak Mina tidak tulus dengan Citra, lebih baik sampai di sini saja, Mbak.” tegas Mama Rina.
Setidaknya Ibu susu itu bisa tulus dan memberi perhatian untuk Citra. Walaupun Citra bukan anaknya sendiri, tetapi jangan memperlakukan Citra dengan buruk. Kasihan bayi sekecil itu, sudah mendapatkan kasih sayang yang tidak tulus.
Citra mungkin satu dari sekian banyak bayi di dunia yang kurang beruntung. Harus terpisah dari sang Ibu kandung, tinggal dalam pengasuhan Neneknya, ada Ibu Susu yang tidak tulus, sementara hampir 9 jam sang Papa harus bekerja. Begitu malangnya bayi mungil itu.
Sore itu, saat Mama Rina menegur Mbak Mina, rupanya Tama pun baru saja pulang dari tempatnya bekerja. Sedikit banyak Tama mendengar bagaimana Mama Rina menegur Mbak Mina. Tama tetap menunjukkan wajah seperti biasa.
“Mama, ada apa Ma?” tanya Tama kepada Mamanya.
Tampak Mama Rina diam, matanya memindai dari Tama beralih ke Mbak Mina. Kemudian Mama Rina pun merasa bahwa kali ini dia harus mengatakan yang sebenarnya kepada Tama perihal perilaku Mbak Mina yang seakan enggan untuk mengasuh Citra itu. Namun, melihat Tama yang baru saja pulang, Mama Rina mengurungkan kembali niatnya.
“Kamu mandi dulu saja, Tam … setelahnya Mama ingin bicara sama kamu,” ucap Mama Rina.
Tama menganggukkan kepalanya, mengikuti saran yang diberikan Mamanya itu. Kemudian Tama segera masuk ke dalam kamarnya untuk mandi terlebih dahulu. Kemudian, dia segera masuk ke dalam kamar mandi dan menyegarkan tubuhnya. Tidak membutuhkan waktu lama, Tama sudah kembali turun ke ruang tamu.
Papa muda yang berstatus duda itu, meminta Citra dari gendongan Mama Rina. Dada pria itu sebenarnya sangat sesak melihat Citra. Terlebih wajah Citra yang dominan seperti Cellia, membuat Tama sangat sedih. Namun, di hadapan putrinya, Tama berusaha menatap mata bening putrinya dan tersenyum lembut kepadanya.
“Citra, rewel lagi ya seharian? Kenapa Sayang, sini cerita sama Papa … menangis boleh, cuma jangan lama-lama yah,” ucap Tama dengan melabuhkan sebuah kecupan di kening Citra.
Terlihat bahwa walau hidupnya sendiri pahit, tetapi Tama berusaha memberikan rasa manis yang bisa Citra rasakan. Walau dirinya sendiri hancur, tetapi Tama berusaha untuk menghibur dan menenangkan bayi kecilnya itu.
Sembari tetap menggendong Citra, Tama pun melihat ke Mamanya dan ke Mbak Mina yang sedari tadi yang tertunduk.
“Sebenarnya ada apa Ma?” tanya Tama kali ini.
“Citra rewel, dan Mbak Mina kelihatan enggak tulus gitu sama Citra. Pikir Mama tuh kalau Citra nangis jangan hanya sebatas diberi ASI, tetapi digendong dan diajak bicara, dinyanyikan lagu-lagu gitu, atau dielus pantatnya supaya Citra bisa lebih tenang,” cerita Mama Rina kali ini.
Tama berusaha mendengarkan. Dia juga tidak akan menyudutkan Mbak Mina begitu saja. Lebih baik, mendengar suatu permasalahan dari dua sisi.
“Apa benar begitu Mbak?” tanya Tama.
Lagi-lagi Mbak Mina diam dan tidak memberikan jawaban. Tama agaknya harus lebih sabar menghadapi kelakuan Mbak Mina ini.
“Dijawab Mbak … ada orang bertanya itu dijawab. Tidak apa-apa. Jawaban apa pun tidak masalah,” sambung Tama lagi.
“Saya tanya baik-baik, Mbaknya diam … sekarang begini saja Mbak … Mbak Mina masih mau menjadi Ibu Susu untuk Citra tidak?” tanya Tama.
Jika Mbak Mina memberikan jawaban berupa penolakan, maka Tama akan berusaha untuk mencari Ibu Susu bagi Citra lagi. Atau mungkin memberikan Susu Formula untuk Citra.
“Masih mau bekerja,” jawab Mbak Mina pada akhirnya.
Tama menghela nafas, kemudian menatap Mbak Mina, “Ya, kalau mau bekerja ya tolong Citra diasuh dan diberi ASI dengan baik, Mbak … kan saya mempekerjakan Mbak untuk dua tugas utama itu.”
Mbak Mina menganggukkan kepalanya, sebagai respons bahwa dia akan mengasuh Citra dengan lebih baik lagi. Hanya saja, Mbak Mina yang banyak diam ini justru membuat Tama dan Mama Rina yang harus ekstra sabar. Sebab, menghadapi tipe pekerja yang banyak diam seperti ini juga tidak mudah.
“Baiklah, tolong pegang Citra dulu, Mbak … saya mau makan sebentar,” ucap Tama.
Mbak Mina menganggukkan kepalanya, kini bayi kecil itu berada dalam gendongan Mbak Mina. Sementara Tama ingin makan. Berhari-hari selera makannya hilang, perutnya pun terasa tidak begitu lapar. Hanya saja, sekarang rasanya dia laper sehingga mumpung berselera untuk makan, Tama akan segera makan.
Mbak Mina membawa Citra ke kamar bayi milik si baby itu. Memberikan ASI untuk si bayi kecil. Akan tetapi, baru kurang lebih 15 menit Citra sudah kembali menangis. Tama yang sedang mengunyah makanannya merasa sangat kesal. Makanan itu seolah tertahan di tenggorokannya, kemudian dia hendak naik ke kamar baby.
“Enggak makan dulu saja?” tanya Mama Rina.
“Enggak Ma, kok itu Citra nangisnya kenceng banget,” sahut Tama.
Sedikit menenggak air putih dari gelas, Tama sedikit berlari menuju lantai dua, mendatangi kamar baby milik Citra. Rupanya di sana dia mendengar Mbak Mina yang berkata-kata sangat buruk kepada Citra.
“Minum tinggal minum saja rempong banget. Dikit-dikit nangis. Makanya kamu enggak punya Ibu. Ibumu juga enggak mau ngasuh bayi rewel dan banyak maunya kayak kamu!”
Mendengar perkataan Mbak Mina dengan telingannya sendiri, Tama benar-benar geram. Pria itu segera membuka pintu dan menatap tajam Mbak Mina.
“Oh, jadi Mbak Mina seperti ini yah kepada anak saya. Tidak ada yang mau menjadi Piatu di dunia ini Mbak … lagian bukan maunya Citra pun untuk ditinggalkan Mamanya ketika dia lahir. Lebih baik, hari ini hari terakhir Mbak Mina bekerja di sini saja. Saya tidak rela mendengar seorang ibu justru merutuki seorang bayi yang tidak tahu apa-apa!”
Sungguh, Tama merasa sangat marah. Emosinya meletup-letup. Bisa-bisanya Mbak Mina yang seorang ibu justru merutuki Citra sebagai bayi yang rempong dan dikit-dikit nangis, sampai mengatai bahwa kepergian Mamanya karena tidak mau mengasuh bayi seperti Citra. Mendengar ucapan seperti itu, lebih baik Tama menyudahi Mbak Mina sebagai pengasuh dan sekaligus Ibu Susu untuk Citra saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 302 Episodes
Comments
Ibnu Rizqi
oh....dasar Minah...gemblong...eh apa gemblung kikikikikik
2025-01-04
1
Banu Tyroni
wah...
2024-09-24
0
sur yati
jahatnya masa bui di bilang rempong PGN dwtnya doang ya pecat dah
2024-02-16
1