Ketika malam terus menyelimuti bumi, nyatanya ada bayi kecil yang terjaga. Bayi kecil yang pandangan matanya belum jelas itu harus terjaga di malam yang gelap. Bukan menangis, tetapi bayi itu hanya menatap apa yang bisa dia lihat dengan fungsi matanya yang belum sepenuhnya fokus, dan sesekali memasukkan jari-jari tangannya yang mungil ke dalam mulutnya sendiri.
Entah berapa lama, bayi kecil itu terjaga. Hingga akhirnya terdengar tangisan bayi, yang membangunkan Mama Marina dan Papa Budi. Pasangan paruh baya itu terbangun dan melihat di dalam box bayi rupanya si kecil Citra tengah menangis di sana.
“Papa, minta tolong hangatkan ASIP dari istrinya Dokter Bisma tadi yah, ditaruh di dodot saja,” pinta Mama Marina.
Mengingat bahwa memang Citra tidak memiliki Mama, mungkin si bayi akan meminum susu dari dodot dan tidak akan ada bingung pu-ting yang biasanya dialami para bayi yang baru saja lahir. Sehingga kali ini Mama Marina meminta Papa Budi untuk memasukkan ASIP itu ke dalam dodot.
“Berapa banyak Ma?” tanya Papa Budi sembari mengucek matanya dan juga menguap.
“20 ml saja Pa … tadi kan Dokter Bisma bilang kalau bayi baru lahir membutuhkan ASI hanya 20 ml saja setiap kali minum,” ucap Mama Marina.
Setelah ASIP beku hangat, kemudian Papa Budi menuangkan sedikit ASI ke dalam dodot susu. Mama Marina mengecek apakah cucunya itu lapar, terjaga, atau diapersnya penuh. Sebab, ada banyak hal yang membuat bayi menangis. Mama Marina merabah diapers yang dikenakan Citra.
“Oalah … diapers kamu penuh ya Sayang? Cup-cup-cup … sini Nenek gantiin yah. Itu ASIPnya sudah disiapkan Kakek,” ucap Mama Marina dengan mulai melepaskan diapers Citra dan menggantikan dengan diapers yang baru.
Setelah itu, Mama Marina mulai menggedong tubuh Citra supaya hangat, kemudian menimangnya sebentar dan memberikan ASIP dari dodot. Mama Marina tersenyum menatap wajah mungil bayi yang baru berusia kurang dari 2 hari itu. Wajahnya yang mungil, hidung, bibir, dan jari-jarinya yang juga terlihat begitu mungil.
Rasa bahagia melihat Baby C, nyatanya tergantikan dengan rasa sesak dan pilu. Seharusnya bayi sekecil ini mendapatkan kasih sayang dan pelukan hangat dari sang Ibu. Mendapatkan ASI terbaik dan secara eksklusif dari Ibunya. Namun, Citra harus menjadi piatu sejak lahir. Hanya beberapa jam saja, dia memiliki kesempatan untuk dekat dengan ibunya. Setelahnya, Ibunya harus mengalami pendarahan post partum yang hebat hingga membawa sang Ibu untuk menghadap Yang Kuasa lebih dulu.
“Kenapa Ma?” tanya Papa Budi yang duduk di samping Mama Marina. Terlihat istrinya itu tengah menyeka buliran air mata dari sudut matanya.
“Kasihan Citra, Pa … lihatlah, sekecil ini … semungil, dan serapuh ini, tetapi sudah menjadi piatu. Kasihan sekali Nak,” ucap Mama Marina dengan tergugu pilu.
Kehilangan mendalam yang dirasakan anak-anak jika orang tuanya tiada. Akan tetapi, Citra tidak merasakannya karena dia baru melihat dunia kurang dari 24 jam. Belum melihat wajah Mamanya. Hanya bersentuhan saat melakukan Inisiasi Menyusui Dini saja, itu pun tidak sampai satu jam.
“Sabar Ma … kita semua harus kuat untuk Citra dan Tama. Kita akan menyayangi Citra,” balas Papa Budi.
Ketika seorang istri begitu rapuh, dan air mata yang menjadi bahasa yang bisa mengatakan betapa pilu dan hancurnya hati seseorang, ada seorang suami yang kuat dan selalu menguatkan. Sama halnya dengan Papa Budi yang kini tengah berusaha untuk menguatkan Mama Marina. Tama sudah sangat hancur, Citra pun kehilangan, untuk itu orang tua yang harus menjadi soko bahu untuk menjadi sandaran bagi anak.
“Tama sudah begitu hancur, Ma … kita harus menghiburnya dan juga menguatkannya,” ucap Papa Budi lagi.
“Mama juga hancur, Pa … bagi Mama, Cellia itu bukan menantu, tetapi seorang anak perempuan. Mama sayang sekali dengan Cellia. Mengingat bagaimana sabarnya Cellia menghadapi Tama, bisa membuat Tama jatuh cinta dan mengambil keputusan untuk menikah. Itu sungguh luar biasa, Pa … tetapi, dia pergi secepat ini,” ucap Mama Marina dengan menghela nafas yang terasa begitu berat.
Tangan Papa Budi bergerak dan merangkul bahu Mama Marina, “Sabar Ma … Tuhan memberikan ujian, supaya umat-Nya ini semakin kuat, supaya umat-Nya yang lemah ini mendapatkan kekuatan darinya. Semata-mata kita hanya sekadar menjalani hidup yang sudah Allah takdirkan. Lagipula, pada akhirnya nanti semua manusia akan kembali kepada Allah. Hanya saja, Cellia yang sudah terlebih dahulu mendahului kita semua,” jelas Papa Budi.
Baby C yang berada dalam timangan Neneknya pun masih menangis. Mungkin saja, bayi kecil itu juga menginginkan pelukan hangat dan sambutan yang tulus dari seorang ibu. Hanya saja, semua itu tidak pernah Baby C rasakan.
“Cup … sayang … sayangnya Nenek. Citra kenapa? Mau bicara apa sama Nenek? Diam ya Sayang … hari masih gelap, Sayang … masih dini hari. Citra pinter kan? Bobok lagi yuk, besok pagi berjemur sama Nenek,” ucapnya menenangkan Citra.
Praktis, Mama Marina yang mengambil alih untuk pengasuhan Citra. Sebab, Mama Marina yakin bahwa Tama masih sangat terpukul. Bukan bermaksud meragukan, hanya saja seorang laki-laki pasti juga merasa kaku dan kikuk untuk merawat bayi yang baru lahir. Untuk itu, biarlah Mama Marina yang mengasuh Baby C sampai Tama dalam kondisi yang stabil.
Dini hari itu, hampir 2 jam lamanya Cellia terjaga. Tangisnya sudah reda, tetapi matanya belum terpejam. Terkadang bayi itu seperti tersenyum sendiri. Ada kadanya dia berusaha lepas dari kain gedong yang melilit tubuhnya.
“Papa tidur dulu saja Pa … biar Mama yang menjaga Citra,” ucap Mama Marina.
“Iya Ma … maaf ya Ma, mata Papa sudah berat banget,” balas Papa Budi.
Saat Papa Budi kembali tertidur, Mama Marina masih menimang cucunya itu. “Baby C anak yang kuat yah … Tuhan pasti berikan pelangi yang indah di dalam hidup Citra. Citra itu berarti cahaya, sinar … jadi, jadilah cahaya yang memancar dan terangi hidup kami dan hidup Papamu yah. Sayangi Papa dan Mama. Citra pandai yah nanti … Nenek dan Kakek sayang banget sama Citra,” gumam Mama Marina yang berbicara dan memanjatkan doa serta harapannya untuk Citra.
Sungguh, secara manusia, Mama Marina pun begitu pilu. Cucunya, Citra Eira Kinanthi harus menjadi piatu sejak dirinya masih sangat kecil. Masa kecil Citra pun tidak akan sama dengan bayi-bayi lainnya yang memiliki Ayah dan Ibu. Citra hanya memiliki seorang Ayah, Citra tidak akan merasakan dekapan hangat sang Ibu, senandung nyanyian dari Ibu, usapan dan belaian lembut tangan sang Ibu, dan juga banyak hal lainnya yang tidak akan Citra rasakan dari sosok Ibunya.
Membayangkan semuanya itu hati Mama Marina sangat pilu. Bayi sekecil ini, dengan kulitnya yang masih kemerahan harus menjadi piatu sejak lahir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 302 Episodes
Comments
Ibnu Rizqi
oma marina is the best...
2025-01-04
1
Banu Tyroni
... nahan tangis
2024-09-24
0
Sri Supeni
kasihan
2023-10-01
0