Baby C yang semula menangis, rupanya seketika terdiam begitu mendapatkan ASIP yang disendokkan pelan-pelan oleh Kanaya. Memang tidak menggunakan dodot, supaya Citra, yang baru lahir itu tidak bingung pu-ting.
Memberi waktu bagi Tama untuk mandi dan menyegarkan diri, Kanaya dan Bisma mengambil alih Citra, dan menimangnya. Air mata lolos begitu saja dari mata Kanaya.
"Kasihan ya Mas, bayi sekecil ini sudah harus berpisah dari Mamanya," ucap Kanaya.
Bisma pun mengangguk setuju, "Benar Sayang, bagaimana lagi. Yang manusia inginkan, berbeda dengan yang Tuhan kehendaki," balasnya.
Kanaya rupanya juga sangat terpukul. Terlebih mengamati wajah Citra yang begitu mirip dengan Cellia. Menatap Citra seakan membuatnya teringat dengan Cellia. Mata yang sama, bibir yang sama, dan juga bentuk wajah yang sama.
"Baby Citra mirip banget sama Almarhumah," ucap Kanaya lagi dengan lirih.
"Iya Sayang, ya kita support sebisa kita, dan berharap Tama akan kuat menjalani semuanya," balas Bisma.
Begitu Tama usai membersihkan dirinya, Kanaya dan Bisma memberikan Baby C kepada Tama, keduanya kemudian berpamitan untuk pulang. Bisma juga berjanji akan mengirimkan ASIP secara berkala kepada Tama. Lagipula, ada pesan antar ekspress yang bisa dimanfaatkan untuk mengirimkan ASIP yang bisa langsung sampai.
"Makasih Mas Bisma dan Mbak Naya," ucapnya.
Begitu malam tiba, usai pengajian digelar. Tama kini berada sendiri di dalam kamarnya. Baby C dibawa Mama Marina untuk tidur di kamarnya. Sementara Tama memilih mengiyakan saja.
Menurut Mama Marina, Putranya itu masih membutuhkan waktu untuk menenangkan dirinya sendiri. Bahkan Mama Marina meminta kepada Tama untuk tinggal di rumah mereka dulu. Sebab, Mama Marina khawatir jika Tama sendirian di rumah bersama Baby C. Dalam masa berduka ini, Mama Marina meminta kepada Tama untuk pulang ke rumah orang tua terlebih dahulu.
Malam terkadang memberi rasa yang gelap dan rasa kehilangan begitu menyelimuti hati. Malam kemarin, Cellia masih berjuang keras untuk melahirkan Baby C. Akan tetapi, malam ini hanya tinggal Tama seorang diri.
Hatiku risau, Cellia …
Saat surya berganti dan malam kembali menyapa …
Yang tertinggal hanya kesunyian …
Aku menjadi benci malam …
Malam memberiku luka dan kesunyian …
Malam memberikan kenangan yang pahit …
Aku kehilanganmu …
Kamu tidur dalam pilu …
Aku ingin berlari jauh, hilang dan tak terkenang lagi …
Cellia … Cellia …
Aku rindu kamu, Cellia …
Di dalam kamar yang tanpa diterangi dengan lampu itu, Tama duduk di lantai kamarnya yang dingin. Punggung yang bersandar di tembok kamar, dan air mata yang mengalir dengan sendirinya. Sungguh, Tama merasa sangat kehilangan.
Cellia … Sayangku …
Apakah kamu kedinginan di sana, Sayang?
Apakah kamu kesepian di sana, Sayang?
Kenapa kamu pergi tanpa pesan?
Kenapa semua ini terjadi Cellia?
Cintaku untukmu sangat besar, tetapi kamu dengan tega meninggalkanku seorang diri …
Oh Tuhan, lirihan yang begitu pilu dari seorang Tama. Pria itu memejamkan matanya dengan dramatis. Semua kenangan dalam beberapa hari terakhir seolah berputar kembali di dalam ingatannya. Mulai dari Cellia merasakan pembukaan, lemahnya Cellia dan keinginan wanita itu untuk menyerah, dan terima pesan singkat yang Cellia ucapkan.
Aku tidur sebentar ya Mas, jaga putri kita yah ….
Pesan dari Cellia dengan suaranya yang lirih dan juga lembut itu seakan masih terngiang di dalam telinga Tama.
“Apakah ini yang kamu maksudkan kepadaku untuk menjaga putri kita, Cellia? Setelah kehilanganmu, aku tidak yakin bisa menjaganya. Setelah kehilanganmu, aku tidak tahu apakah aku bisa melanjutkan hidupku,” gumam Tama dengan begitu lirih.
Tak bisa lagi mengungkapkan kesedihannya, Tama kini berbaring di lantai kamarnya. Membiarkan udara dingin dari AC menerpanya, pria itu menggunakan lengannya sebagai bantalan kepalanya sendiri. Mata yang begitu pedih karena menangis, kepala yang pening, dan juga rasa sesak yang menghimpitnya membuat Tama benar-benar kehilangan separuh jiwanya.
Sakit patah hati karena cinta tak terbalas tidak seberapa, kali ini rasanya sungguh membuat imannya goncang. Hidup seakan tak berpengharapan. Sekadar menyemangati dirinya sendiri saja sulit, bagaimana bisa Tama menjaga putrinya?
“Apa aku bisa menjaga Citra dengan baik, Sayang? Alih-alih aku, Baby C lebih membutuhkanmu,” ucap Tama dengan memejamkan matanya.
Oh Tuhan, jika ini cobaan terberat, Tama ingin menghapus cobaan terberat ini dari ingatannya. Rasa sesak menghantam dadanya. Rasa sesak yang sekarang menghimpitnya. Sungguh, Tama merasa benar-benar terpuruk kali ini. Sangat terpuruk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 302 Episodes
Comments
Ibnu Rizqi
wauuuu...waaaauuuu...waaauuuuwww,begitu raungan mas Tama,ikhlas ya mas Tama,nanti pintu syurga akan terbuka buat mba Cellia
2025-01-04
1
Banu Tyroni
nangis..
2024-09-24
0
Sri Supeni
sedih
2023-09-30
0