Nio dan Edo bertepuk tangan saat melihat bagaimana Meldy melompat melewati palang kayu untuk bisa mendarat di matras yang empuk.
"Aku senang pelajaran olahraga disatukan seperti ini, bagaimana menurutmu bro?"
"Ini adalah salah satu cita-cita terbesarku."
"Kau sampai menangis begitu, melihat tubuh wanita seperti itu kau bisa ditangkap loh."
Alasan sebenarnya Nio adalah bahwa dia tidak pernah sekalipun mengikuti pelajaran olahraga, sekolahnya yang sebelumnya hanya mengedepankan soal pembelajaran seperti saham dan urusan negara jika pun dia olahraga ia hanya menghabiskan waktu di sebuah sanggar bela diri dengan ditemani pria berotot.
"Kulihat Meldy sangat bekerja keras, aku kira ia tipe cewek yang tidak suka memaksakan diri."
"Aku belum memberitahumu, Minggu depan Meldy juga ingin mencoba bergabung dengan OSIS."
"Ia ingin melakukannya?"
"Dia banyak berlatih untuk melakukannya, jika kau ingin tahu alasannya kau bisa menanyakannya sendiri bro."
"Mungkin lain kali."
"Ngomong-ngomong kenapa kau membawa yoyo ke sekolah, aku selalu berfikiran ada cerita di baliknya."
Bagaimanapun kau melihatnya aneh jika seorang dari sekolah menengah atas masih memainkannya dan selalu membawanya kemanapun dia berada.
"Tidak ada yang istimewa, hanya saja seorang di masa lalu memberikanku yoyo hingga aku memainkannya sampai sekarang."
"Teman masa kecil?"
"Jika disebut teman masa kecil tidak juga, aku hanya bertemu dengannya beberapa kali.. aku pikir mungkin suatu hari aku bisa bertemu dengannya jika aku memainkan yoyo."
"Itu sangat indah."
Pak Seli yang menjadi guru olahraga berteriak ke arah keduanya dari belakang.
"Kalian pembuat onar, cepat berbaris dengan yang lainnya, giliran kalian untuk mencobanya."
"Baik, pak seli."
Keduanya buru-buru berbaris dan secara bergantian melompat melewati penghalang, ketika mereka gagal pak Seli akan menghina mereka lalu meminta mereka berlari.
"Apa kau ini cowok, cepat lari."
"Baik pak Seli."
"Kau juga tunjukan sedikit motivasi."
"Siap."
Nio hanya menatapnya dengan pandangan bermasalah, guru yang tidak mungkin kau temukan disekolah manapun.
Hanya ada satu kelas lagi yang harus mereka ikuti setelah itu mereka bebas di jam pulang.
Meldy berkata ke arah kedua cowok yang berdiri di sampingnya.
"Bagaimana kalau kita mampir ke kafe."
"Aku tidak keberatan sih, bagaimana denganmu bro."
"Tentu tapi jangan terlalu mahal."
Keduanya tertawa.
"Tentu saja, di dekat sini ada kafe murah yang sering dikunjungi oleh siswa seperti kami, ayo ikuti aku."
Nio sedikit terkejut bahwa kafe yang dimaksud bukan berada di jalan raya melainkan di dalam sebuah gang, di sana ada pintu, dan saat memasukinya dekorasi seperti kafe sesungguhnya disajikan dengan indah.
"Kalian datang, sudah sejak lama tidak datang kemari."
"Maafkan aku Mira, kau sangat imut saat mengenakan pakaian pelayan, tolong peluk aku."
"Bukannya kau seorang yang pemalu."
"Aku akan sangat dekat dengan seseorang yang kukenal tanpa malu."
Edo menarik kerah Meldy seperti seekor kucing liar.
"Jangan membuatnya kerepotan bro, ah benar kami mengundang satu teman lagi."
"Namaku Nio salam kenal."
"Salam kenal juga... namaku Mira, aku yang menjalankan kafe ini bersama ayahku."
Nio melirik ke arah dapur dan melihat pria besar dengan celemek gambar hati di dadanya, tubuhnya lebih besar dari pak Seli dan juga lebih sangar seolah dia berasal dari perkumpulan mafia bawah tanah.
"Silahkan duduk, aku akan bawakan air dingin."
"Iya."
Mira memberikan pesanan ke meja yang lainnya dulu sebelum beralih ke meja ketiganya dengan sebuah kertas dan pena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments