Pemandangan yang Kivia lihat ketika keluar dari kamar adalah Kiev yang sedang menyugar rambutnya. Cowok itu habis keramas. Berbeda dengan penampilan mereka tadi, Kiev dan Kivia jauh terlihat lebih segar. Kiev mengenakan kaos hitam polos sama seperti Kivia. Berbeda dengan kaos Kiev yang tampak pas di badan, pada tubuh Kivia kaos hitam polos itu jadi keliatan oversized.
"Bunda nunggu di ruang keluarga. Yuk," ajak Kiev.
Kivia berjalan mengekori Kiev. Dewi duduk di ruang keluarga dengan berbagai makanan ringan yang ada di meja. Juga dua mug coklat hangat yang masih beruap.
"Silakan duduk, Nak." Dewi mempersilakan Kivia duduk. Sementara Kiev langsung mengikuti duduk di sebelahnya.
"Minum dulu. Sambil makan juga nggak apa-apa." Dewi tersenyum sambil menyilangkan kaki.
Kiev mengambil sandwich dan menggigit dengan lahap. Sedangkan Kivia menyesap coklat hangat. Kivia melirik Kiev sejenak, Kiev mengangguk pelan. Setelah itu Kivia memberanikan diri untuk menjelaskan tentang apa yang terjadi sejujur-jujurnya.
Dewi adalah seorang pendengar yang baik. Tak seperti sosoknya yang meledak-ledak di depan Kiev tadi, Dewi begitu tenang menyimak penjelasan Kivia sekaligus permintaan maaf dan terimakasihnya yang tak pernah ketinggalan. Kiev juga sesekali memberi pendapat dari sudut pandangnya.
Meskipun beberapa kali agak kaget dengan fakta yang kedua remaja itu alami malam ini, Dewi tidak menghakimi Kivia maupun Kiev. Bagaimanapun, itu sudah terjadi dan syukurnya mereka berdua tidak kenapa-napa.
"Nak, bunda setuju, kamu adalah manusia yang punya hak memilih dan tidak selalu harus mematuhi apa yang orang tua kamu inginkan. Apalagi ini berhubungan dengan masa depan kamu juga seseorang yang akan bersama kamu seumur hidup. Orang tua kamu tidak bisa merampas kebebasan kamu. Belum lagi kamu masih di bawah umur," ujar Dewi setelah mendengar penjelasan Kivia tentang usaha perjodohan secara paksa yang dialaminya.
*Kivia menatap Bunda Kiev kagum. Kiev bilang Bunda Kiev adalah pengacara di salah satu law* firm terbaik di Jakarta.
"Namun, Bunda juga nggak bisa membenarkan tindakan kamu, sayang. Kamu bisa membuat orang tua kamu khawatir."
Kivia mengangguk pelan, memahami bahwa tindakan nekat yang ia lakukan juga keliru dan berbahaya. Beruntung ia bertemu Kiev dan Bunda. Bagaimana kalau sialnya ia jadi luntang-lantung di jalan dan malah bertemu dengan orang jahat?
"Maaf, Bunda. Kivia ngerasa udah hopeless banget. Aku nggak bisa berkomunikasi dengan baik dengan Ayah. Ayah terlalu keras kepala dan otoriter. Pendapat aku nggak berpengaruh apa-apa bagi Ayah."
"Kalau menurut mama kamu gimana?" tanya Dewi kemudian. Kivia tidak pernah menyebutkan tentang mama-nya. Hanya sosok ayah yang selalu ia sebutkan.
"Mama udah nggak ada saat Kivia berumur 6 tahun, Bun."
Dewi terkesiap dan langsung merasa bersalah. "Maaf, sayang."
Kivia tersenyum tipis. "Nggak apa-apa kok, Bun. Kivia baik-baik aja."
"Oke, Bunda udah tau permasalahan sebenarnya. Jadi, habis ini kalian tidur, istirahat. Bunda akan bantu cari solusi yang terbaik. Besok kita rundingkan lagi ya?" putus Dewi akhirnya.
"Terimakasih banyak, Bunda... Sekali lagi Kivia minta maaf...."
*"It's* okay, Bunda ngerti. So, sekarang kamu tidur yang nyenyak ya, istirahat."
Kivia mengangguk patuh. Kiev dan Kivia berdiri dan menuju kamar. Sebelum masuk kamarnya, Kiev berdiri di ambang pintu kamar tamu yang digunakan oleh Kivia.
"Lo nggak takut kan tidur sendiri?" tanya Kiev iseng.
"Nggak, lah!" Kivia menjawab cepat. "Cepet sana, istirahat."
"Iya-iya. Lampunya matiin apa nggak nih?"
Kivia menggeleng. "Nggak usah, gue susah tidur kalau terlalu gelap."
*"Oke, sleep* well, Ya."
*"Thank you, Kiev. You* too."
Kiev tersenyum dan menutup pelan pintu kamar itu. Kivia naik ke atas kasur dan terkejut kala Kiev kembali membuka pintu dan melongokkan kepalanya.
"See you in the morning," ujar Kiev sambil menyengir.
Kivia mendengkus. "Iyaaa."
"Jangan banyak pikiran. Langsung tidur lo."
"Iya ah, bawel," gerutu Kivia tetapi akhirnya tawa mereka sama-sama berderai.
"Gue ke kamar dulu."
"Iya, sana cepet!"
"Hehe." Kiev terkekeh dan kembali menutup pintu. Kali ini sepertinya cowok itu benar-benar meninggalkan kamar yang Kivia tempati karena Kivia suara derap langkahnya yang menjauh.
Kivia tersenyum mengingat tingkah Kiev, ia menarik selimut dan perlahan memejamkan mata. Ah, ia sangat lelah dan ingin terlelap dalam waktu yang cukup. Sebelum menghadapi hal apa lagi yang tidak bisa ia tebak esok hari. Kivia bahkan tidak bermimpi saking nyenyaknya.
Pada keesokan harinya, Kivia bersyukur Tante Wiwi mengangkat telepon darinya. Tante Wiwi merupakan mantan pegawai di rumahnya. Selain Bu Mia, Tante Wiwi adalah pegawai yang paling akrab dengan Kivia tetapi beliau memilih berhenti setelah memiliki anak. Tetapi ia dan Kivia tetap berhubungan baik meski hanya melalui surat dan telepon rumah.
"Pengawal itu udah pergi. Tapi Tante nggak jamin mereka masih mengawasi rumah tante. Kamu sendiri yakin baik-baik aja di rumah teman kamu itu?" tanya Tante Wiwi cemas.
"Iya, Tante. Temen aku dan Bundanya baik banget. Tapi aku nggak enak ngerepotin mereka. Apalagi Tante tau ayah gimana, aku nggak mau mereka terlibat masalah karena aku."
"Tante nggak mungkin menjemput kamu dan membiarkan para pengawal berkonfrontasi. Gimana kalau ... Tante minta bantuan Bu Kinar?
"Maksud Tante, sekretaris Ayah?"
"Bu Kinar itu baik, Kivia. Dia peduli sama kamu dan satu-satunya perempuan yang bisa bicara langsung dengan ayah kamu. Meski hubungan mereka hanya sebatas hubungan profesional tapi ayah kamu mengandalkan dia. Siapa tau kalau Bu Kinar yang handle kamu dan ayah kamu nggak perlu adu urat."
"Hm, ... iya, Tan. Biar Bu Kinar yang jemput aku. Kalau perlu ayah nggak perlu ke sini."
"Iya, nanti Tante bicarakan. Kamu yang sabar ya."
"Iya, Tante. Terimakasih banyak...."
"Gimana?" tanya Kiev sambil menggigit buah apel di tangannya.
"Kata Tante Wiwi mungkin sekretaris ayah bisa bantu."
Kiev mengangguk. "Bagus deh, kalau begitu. Nanti Bunda bantuin ngomong."
"Makasih ya, Kiev."
"Sebelum lo dijemput, lo mau melakukan apa? Gue temenin. Tapi kita nggak bisa keluar, kan? Padahal gue mau ngajak lo jalan-jalan."
Kivia meringis sedih. "Iya, gue takut kita dikejar-kejar lagi."
Kiev tersenyum simpul dan mengacak-ngacak rambut Kivia. "Masih banyak kok yang bisa kita lakuin walaupun di rumah aja."
Dewi juga telah mengetahui tentang rencana Kivia yang akan dijemput oleh sekretaris sang ayah. Selagi Kivia belum pergi, dua remaja itu tampak merencanakan hal-hal yang akan mereka lakukan. Dewi memotret diam-diam Kiev dan Kivia yang membuat list hal apa yang ingin mereka lakukan meskipun di rumah aja.
Setelah sarapan, Kivia memaksa untuk mencuci piring dan tak membiarkan Bi Pipin, asisten rumah tangga Kiev melakukannya. Kiev ikut membantu dan mereka tampak asik di depan bak cuci piring.
Selepas itu, mereka ke taman belakang rumah Kiev. Bunda banyak menanam berbagai jenis bunga dan sayur di sana. Kivia yang menyirami tanaman, melirik Kiev yang sedang melakukan stretching.
"Ya, gue masuk bentar ya, tunggu di sini."
"Hm? Oke." Kivia mengiyakan dan Kiev langsung ngibrit ke dalam rumah.
"Kivia!"
Kivia menoleh dan ... mendapati Kiev sedang memotretnya dengan kamera polaroid. Kiev mengipas-ngipaskan kertas foto yang keluar dan memandang hasil jepretannya dengan puas.
Manis juga.
"Lumayan, lah. Bisa buat ngusir tikus di dapur."
Kivia mendelik. "Mana coba? Liat!"
Napas Kiev tertahan sepersekian sekon ketika tiba-tiba saja Kivia mendekat. Cewek itu fokus dengan foto polaroid yang ada di tangan Kiev. Kivia menengadah dan tersenyum cerah. Membuat Kiev kalang kabut karena jarak mereka yang terlampau dekat.
Kiev berdeham dan mencoba menguasai diri. "Ayo foto lagi. Kenang-kenangan."
Kivia berpose kaku, berjongkok di antara tumbuhan sayur-mayur. Membuat selang dan alat penyiram bunga sebagai properti foto. Salah satu yang paling Kiev favoritkan adalah Kivia yang tertawa lepas dengan susunan bunga daisy yang Kiev susun pada rambut gadis itu.
Bunda datang dan bergabung untuk berfoto bersama Kivia. Mereka berfoto dengan berbagai macam pose dan yang paling membuat Kivia terharu adalah ketika Bunda memeluknya dari samping.
Mungkin kalau mama masih ada, beginilah perasaannya ketika bersama mama, pikir Kivia. Kala berbincang dengan mama atau berbagi pelukan dan menerima curahan perhatiannya.
Kivia terkesiap tatkala Bunda meminta mereka berfoto bertiga, Pak Jarwo membantu untuk memotret. Bunda berada di antara Kiev dan Kivia.
Selepas itu, Kiev dan Kivia leyeh-leyeh di depan TV menonton Big Hero. Kiev memperkenalkan sosok baymax pada Kivia. Oke, Kivia bahkan menitikkan air mata saat Tadashi tiada dan tentu saja ketika sesuatu terjadi pada Baymax.
"Sorry, gue cengeng banget emang." Kivia tertawa kecil sambil menyambut tisu yang Kiev ulurkan.
"Gue pertama kali nonton juga mau nangis. Tenang aja, masih kencengan Bunda kok nangisnya daripada lo."
Kiev dan Kivia tergelak saat Bunda memprotes dari arah belakang.
catatan:
aku boleh minta bantuan agar cerita ini dapat lebih banyak ditemukan oleh pembaca lain? caranya mudah, cukup dengan kasih vote dan komentar di setiap babnya. jangan lupa rekomendasi ke teman kamu ya!
tolong kasih panggung untuk cerita ini bisa menjangkau pembaca baru. it will help me a lot. terimakasih ❤️
menikmati cerita ini? update tentang The Celebrity CEO di instastory kalian dan tag aku @inkinaoktari 💓
salam, Inkina Oktari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Indah
coba kalau ketemu penjahat woi
2021-09-28
0
Indah
untung ketemu sama mereka yg baik
2021-09-28
0
Anonymous
baik bgttt
2021-07-15
1