Kivia memandang Kiev lekat. "I owe you, Kiev. Too much."
"Rileks, yang penting lo bisa istirahat di tempat yang aman. Nanti kita pikirin lagi gimana ke depannya." Kiev tersenyum menghantarkan ketenangan bagi Kivia.
Sepanjang perjalanan, Kiev dan Kivia membincangkan banyak hal. Terutama tentang aksi kejar-kejaran yang mereka alami barusan.
"Asli, pasukan tirex lu kocak juga, Ya. Badan keker tapi takut hantu. Eh, jujur gue juga takut sih," ungkap Kiev. Tawanya berubah jadi ringisan.
Kepala Kivia terangguk heboh. "Asli horor banget tadi tuh, gue mau ngajak lo ngomong tapi nggak tau gimana.
"Yeee lo aja sampai ketiduran tadi. Lo diem tadi aja, gue bahkan curiga lo kesurupan."
"Tapi diem-diem dalam hati gue berterimakasih sih sama penunggu pohon itu."
Kiev tertawa geli. "Iya, gue notice sih lo sampai membungkuk beberapa derajat ke pohon itu, Ya."
"Astaga! Lo liat?" Kivia melotot malu.
"Iya. Abis ini jangan jadi pengabdi pohon lho, Ya."
"Nggak lah, Kieeev! Gue bersyukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa telah mengirimkan bantuan melalui makhluk-Nya."
Mereka berdua tertawa. Tak terasa, mereka pun tiba di kediaman Kiev. Pagar tinggi itu terbuka ketika mobil Kiev masuk. Rumah itu begitu hijau dan juga asri. Kiev memasukkan mobilnya di carport. Kivia merasa begitu gugup melihat seorang perempuan dewasa yang sedang bersedekap di depan pintu.
"Santai, Bunda nggak gigit orang kok."
Kivia mengangguk terpatah. Tidak bisa membayangkan respons Bunda Kiev terhadap dirinya. Bagaimanapun ini sudah tengah malam dan ia pulang bersama anak laki-laki beliau.
Bunda Kiev membelalak melihat kehadiran Kivia. Gadis itu juga baru menyadari penampilan Kiev dan dirinya saat ini. Ia masih mengenakan jas milik Kiev dan dressnya yang kini sudah compang-camping juga penuh noda plus setengah basah di bagian bawah. Belum lagi kakinya yang lecet-lecet.
Sedangkan Kiev nggak jauh lebih baik, kemejanya kusut dan sebagian ujung kemejanya sudah keluar dari celana. Celana yang terlipat sampai dengkul kayak orang lagi nyari kodok. Rambut mereka yang sama acak-acakkan. Kaki telanjang dan tangan yang menenteng sepatu masing-masing. Kalau wajah sih, Kiev masih tampan paripurna walaupun butek. Sementara Kivia nggak tau lagi, dia nggak sempat ngaca. Kivia dan Kiev cuma menyengir bercampur meringis menghadapi Bunda Kiev.
Reaksi Bunda Kiev?
Jelas-jelas heboh!!!
"YA AMPUN, KIEV KAMU KE MANA AJA?!!! INI JUGA SIAPA? KAMU BAWA PULANG ANAK ORANG?! YA AMPUN KIEV KAMU MABOK?!! IYA?! KAMU MABOK YA KIEV?!!!"
Sepatu yang ditenteng Kiev lantas terlepas begitu saja tatkala sang bunda melesat memukuli bahunya. "NGGAK BUN! KIEV NGGAK MABOK!"
"KATANYA SEKOLAH KAMU PROM-NYA ALCOHOL FREE! TERUS KAMU KE MANA?! KE KLUB?! KATANYA ENGGAK! KAMU BERANI BOHONG SAMA BUNDA?!
"Bunda! Kiev nggak mabok! Kita masuk dulu ya? Kasian temen Kiev, Bundaaa."
Bunda Kiev mengendus-ngendus tubuh anaknya layaknya kucing. "Iya sih kamu nggak bau alkohol. Cuma bau asem aja."
Kiev hampir memukul jidatnya. Sedangkan Kivia mati-matian menahan tawa. Kiev mengendus tubuhnya sendiri, bunda ini, enak aja bau asem, parfum mahalnya masih nempel gini kok. "Iya, Bunda. Kiev sadar sesadar-sadarnya. Jadi, masuk dulu ya. Biar kami berdua jelaskan."
"Ja .. jadi kalian ... kalian sama-sama sadar?" Ekspresi Bunda Kiev lebih sensasional dari sebelumnya.
"Iya, Bun. Kami sadar!" tegas Kiev. Kivia pun mengangguk setuju penuh keyakinan.
Ternyata Bunda Kiev malah makin shock.
Ya Allah. Kiev capek.
Jujur aja, Kiev nggak polos-polos banget untuk membaca isi pikiran Bunda saat ini. Nggak menyangka pengungkapan kesadaran itu malah membuat Bunda salah paham.
"Bun, kami nggak macem-macem. Kalau macem-macem, Kiev bakalan bawa dia ke apartemen Kiev dibanding ke rumah Bunda."
*Kivia terkesiap. Jadi, tampang syok Bunda Kiev karena memikirkan telah terjadi sesuatu yang nehi*-nehi antara dia dan Kiev? Ya ampuuun! Pipi Kivia jadi panas.
Dewi mengangkat alis. "Wow. Benar juga."
"Apa pun yang ada di pikiran Bunda akan kami klarifikasi oke? Tapi lebih baik kalau masuk dulu."
"Okedeh. Tapi, Kiev." Dewi melirik Kivia dan tersenyum ramah. "Kalau kalian minta nikah muda, Bunda kayaknya bakal kaget banget."
"Bunda, daripada makin ngaco, masuk dulu ya? Please?" Kiev memohon dan menunjukkan wajah malaikatnya.
"Oke." Dewi menghela napas sebelum kembali menoleh pada Kivia dengan eyesmile-nya yang nggak ketinggalan. "Ayo masuk, Nak."
"Uhm, makasih, Tante...." ujar Kivia pelan, suaranya seperti nyangkut di tenggorokan.
Sebelum masuk, Kiev dan Kivia membasuh kaki mereka dengan selang yang biasanya digunakan untuk menyiram tanaman. Kiev dan Kivia menggunakan slippers lalu masuk. Bunda Kiev memerhatikan interaksi dua remaja itu. Kiev terlihat sangat memedulikan gadis yang datang bersamanya itu. Hm, mencurigakan.
Kok Kiev nggak pernah cerita tentang gadis ini?
Kiev memang tidak pernah bercerita secara detail tentang cewek-cewek yang mencuri perhatiannya. Sebagai selebriti muda, Kiev acapkali digosipkan dengan gadis-gadis dari kalangan dunia entertain, tapi Kiev selalu mengelak dan mengungkapkan hubungannya hanya sebatas rekan kerja.
Semenjak Kiev memasuki sekolah, Dewi hanya tau mengenai Lintang, teman sekelas Kiev yang ternyata seorang dokpol yang sedang menyamar. Atau Gina, salah satu petinggi Kiev Fans Club. Sayangnya, Gina menolak secara halus ajakan Kiev ke prom nite. Jadi, siapakah sosok cewek ini? Apa dia yang menemani Kiev ke prom nite?
*Namun, daripada datang dari prom nite mereka lebih kayak bocah baru balik main dari sawah. Meskipun Dewi tau pasti, midi dress yang dikenakan gadis itu adalah salah satu spring* collection dari Dior.
"Bun, ini temen Kiev, namanya Kivia."
Kivia mengulurkan tangan menyalimi tangan Bunda Kiev sopan. Dewi pun menyambutnya dengan baik.
"Perkenalkan, Tante. Nama saya Rembulan Kivianisya...."
"Nama saya Dewi. Panggil Bunda aja."
"Kivia, tante."
Dewi melirik Kiev. Oke, Kiev dan Kivia. Nama mereka hampir mirip. Wow. Amazing.
"Tangan kamu dingin banget, Nak. Mandi air hangat ya? Setelah itu baru Bunda akan mendengarkan penjelasan kalian."
Dewi lalu beralih pada putra semata wayangnya. "Kiev, kamu juga cepet mandi."
"Siap, Bundadari!" Kiev memberi hormat.
"Kivia Bunda yang urus. Nggak usah khawatir."
"Makasih ya, Bunda."
Kiev lalu menoleh pada Kivia. "Ya, kalau Bunda gigit sebut nama gue tiga kali."
Kivia tertawa kecil ketika Bunda Kiev menjitak kepala sang anak. Lalu mengusir Kiev agar segera mandi.
Dewi menunjukkan kamar tamu dan menyerahkan kaos dan celana piama. "Maaf ya, ini kaosnya Kiev. Kalo celananya punya Bunda. Baju Bunda baju ibu-ibu banget soalnya."
"Nggak apa-apa, Bun. Kivia makasih banget ini," kata Kivia sungkan.
Bunda mengusap bahu Kivia lembut. "Bunda keluar dulu ya."
"Iya, Bunda. Makasih banyak. Maaf Kivia ngerepotin."
"Nggak apa-apa. Bunda seneng Kiev punya banyak temen." Dewi tersenyum diplomatis.
Kivia tertegun. Kenapa kata-kata Bunda menyatakan seolah-olah Kiev tidak punya banyak teman sebelumnya?
catatan:
aku boleh minta bantuan agar cerita ini dapat lebih banyak ditemukan oleh pembaca lain? caranya mudah, cukup dengan kasih vote dan komentar di setiap babnya. jangan lupa rekomendasi ke teman kamu ya!
tolong kasih panggung untuk cerita ini bisa menjangkau pembaca baru. it will help me a lot. terimakasih ❤️
menikmati cerita ini? update tentang The Celebrity CEO di instastory kalian dan tag aku @inkinaoktari 💓
salam, Inkina Oktari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Indah
bunda gemayyy
2021-09-28
0
Anonymous
nikahin aja tuh mereka berdua bun
2021-07-15
1
Anonymous
wkwkkwkwkw
2021-07-15
1