Di bawah taburan bintang, Kivia menghadap ke arah Kiev dan tak bisa menahan air matanya yang luruh. Melihat tangis Kivia, hati Kiev serasa dipatahkan menjadi dua.
*“Lo orang baik, Kiev. I'm so lucky to meet* you.”
*Kiev tersenyum lembut. “Me* too, Ya.”
Sayangnya, pasukan tirex semakin dekat dengan tempat persembunyian mereka. Pasukan tirex berpencar. Kivia berdiri, gadis itu mulai mondar-mandir seperti setrikaan. Membuat Kiev ikut berdiri menenangkannya.
Kivia kian terisak. Sungguh, Kivia tak tahu ia menangisi nasibnya yang harus kembali menghadapi kenyataan atau fakta bahwa ia harus berpisah dengan Kiev.
“Kiev, gue, gue nggak tau harus gimana....”
Kiev tertegun, suara Kivia yang lirih menyayat hatinya. Gadis itu terisak di bawah hamparan bintang yang berkilauan.
“Kayaknya gue nyerah sampai sini aja, Kiev. Gue nggak mau lo kenapa-napa....” lirih Kivia.
Kiev mencengkram kedua bahu Kivia. “Kalau lo benar-benar nggak mau ikut mereka. Kita bisa cari cara lain. Kivia, lo jangan nyerah.”
“Gue nggak mau lo luka, Kiev. Maaf, gue nggak berpikir panjang sampai libatin lo dalam masalah ini....”
“Ya, plis. Gue nggak masalah bantuin lo,” ujar Kiev pelan, namun tegas.
Kiev kontan menarik tangan Kivia untuk merapat ke tembok. Mendengar langkah seseorang di dekat benteng tua itu. Mereka diam dengan perasaan gugup luar biasa. Kiev bisa sedikit mengintip dari sela bata yang sudah keropos. Hanya sedikit celah tapi bisa Kiev manfaatkan untuk memeriksa keadaan di luar.
Seseorang itu mengamati dari kejauhan. Pandangannya lurus menatap pohon besar di depan benteng. Ketika seseorang itu melangkah mendekat, Kiev dan Kivia mengeratkan genggaman mereka. Degup jantung mereka tidak terkendali. Apalagi melihat teman laki-laki itu yang bergabung.
"Di pohon itu ada...." Laki-laki itu menahan temannya. Mereka saling pandang dengan wajah yang pias. Sebelum memutuskan untuk lari tunggang langgang menjauh dari sana. Badan boleh gede, ternyata anggota pasukan tirex juga punya rasa takut jika menyangkut makhluk gaib.
Wait, makhluk gaib?
Kiev dan Kivia saling pandang. Berbeda dengan perasaan cemas karena takut tertangkap, kini bulu kuduk mereka berdua merinding. Ini hampir tengah malam dan keduanya sedang berada di tempat asing yang berani jamin tidak ada yang ke sini sebelumnya dalam waktu yang lama. Wajah mereka pucat pasi. Keduanya dengan kompak membekap mulut masing-masing ketika teriakan hampir lolos dari mulut mereka.
*Numpang lewat, mbah yang di darat yang di air atau yang di udara. Kami nggak bermaksud jahat atau macam*-macam.... batin Kiev berbisik heboh sambil merapalkan ayat-ayat suci dalam hati.
Kiev melirik takut-takut pohon itu. Napasnya tercekat, untung saja penunggu pohon yang menjumpai dua pasukan tirex itu tidak menampakkan diri di depan mereka. Setelah beberapa waktu berselang, akhirnya Kiev dan Kivia dapat bernapas lega.
Tunggu, dua pasukan tirex itu udah pergi? Mereka benar-benar pergi?
Kiev kembali mengintip, tidak ada lagi tanda-tanda keberadaan pasukan tirex. Kiev memandang Kivia yang terantuk-antuk. Astaga, cewek itu tertidur?!
"Ya...." Kiev mengguncang bahu Kivia pelan. "Kivia."
"Hmm?" Kivia mengerjap-ngerjap.
Kiev melongo, baru kali ini ia melihat secara langsung seseorang tidur dalam keadaan berdiri. "Kivia.... Lo Kivia, kan?"
Kivia mengucek matanya. "Iya, lah. Siapa lagi?"
Lantas, Kiev menghela napas lega. Ia mau memastikan bahwa Kivia nggak kesurupan. Kiev lalu memandangi arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Situasi udah aman. Ini hampir jam dua belas. Kita nggak mungkin sembunyi di sini sampai besok, kan?"
Kivia mengangguk cepat lalu berbisik, "Gue takut banget."
"Gue juga," sahut Kiev turut berbisik.
Kiev meraba sakunya mencari keberadaan ponsel. Duh, ponselnya pasti ketinggalan di mobil. Padahal Kiev berencana untuk meminta bantuan Pak Jarwo untuk menjemput mereka.
"Lo udah nggak apa-apa, Ya? Hape gue di mobil."
*"I am totally fine. Ayo kita keluar. Let's* go, Kiev!"
Kiev menahan senyuman melihat Kivia yang tampak begitu bersemangat. Melihat Kivia yang bertelanjang kaki, Kiev ikut melepas pantofelnya. Benar saja, bagian atas tumitnya lecet.
"Mau pakai sepatu gue, Ya? Emang bakal kegedean sih buat lo tapi kita nggak buru-buru juga. Daripada lo nyeker," ujar Kiev seraya menyodorkan sepatunya.
"Lo malah yang jadi nyeker, Kiev Bhagaskara. Nggak ah, Kiev. Kaki gue juga basah. Nggak enak pakai sepatu." Kivia tersenyum cerah. "Yok, jalan!"
Mereka berjalan beriringan di jalanan gelap. Kiev dan Kivia juga harus mengira-ngira jalan yang mereka telah lewati untuk menuju mobil Kiev.
"Gue nggak pernah ikut kemah sih, tapi mungkin kayak gini yang namanya jurit malam." Kiev terkekeh melihat celananya yang dilipat sampai lutut. Kakinya dan Kivia yang tanpa alas terayun beriringan. Juga pantofel dan heels yang ditenteng di tangan masing-masing.
Kivia tergelak. "Mendaki gunung lewati lembah banget kita ya?"
Akhirnya mereka tiba di tepi danau yang penuh bebatuan besar dekat padang ilalang mobil Kiev berada. Kiev membantu Kivia melangkah ketika melalui medan yang sulit.
Gadis itu beberapa kali terenyuh dengan perlakuan Kiev. Mungkin tampang Kiev yang good looking tidak perlu dibahas lebih jauh. Kiev punya manner yang luar biasa. Kivia bertanya-tanya bagaimana ada seseorang yang sebaik ini padanya. Bahkan di hari pertama pertemuan mereka yang tak terduga serta rentetan peristiwa yang mereka alami malam ini.
"Akhirnya...."
Kiev dan Kivia mendesah lega melihat mobil Kiev yang masih berada di tempat semula. Sebelum menghampiri mobil itu, Kiev dan Kivia bersembunyi untuk melihat sekitar. Memastikan tidak ada pasukan tirex yang menunggu di sana dan bersiap menyergap mereka.
Syukurlah, keberuntungan berpihak pada mereka berdua. Kiev dan Kivia segera masuk ke dalam mobil dan syukurnya, walau baret di sana-sini mobil Kiev masih baik-baik saja dan dapat digunakan. Kiev melajukan mobilnya mundur sebelum akhirnya keluar dari padang ilalang itu tanpa kesulitan.
Kiev meminta Kivia untuk memeriksa ponselnya dan menelepon balik kontak Bunda. Kivia menyalakan loudspeaker kemudian mengarahkan ponsel Kiev ke arah cowok itu.
"Halo, Kiev? Bunda udah nelepon berkali-kali kok nggak diangkat?! Kamu masih di tempat prom atau lanjut ke mana? Ini itu udah jam berapa? Kok sama sekali nggak ngabarin? Apa kamu malah lagi ke diskotik kayak anak-anak gaul itu?! Kok nggak bilang-bilang Bunda?! Jangan macem-macem kamu ya, Kiev!" ceplos Dewi tanpa bisa direm.
"Bun, calm down. Kiev nggak ke tempat hacep. Bentar lagi Kiev sampai rumah Bunda."
"Oke deh, eh tapi kamu nggak apa-apa,kan?"
"Iya, Kiev nggak apa-apa, Bun."
"Sip, hati-hati, ya!" Sambungan pun terputus.
"Bunda gue agak cerewet emang. Maklum ya?" Kiev tersenyum simpul. "Lo nginep di rumah gue dulu nggak apa-apa kan?"
"Eh, uhm, hah?" Kivia gelagapan. Gils, kok Kivia nggak berpikir sih buntut panjang dari acara kabur-kaburannya ini. Mau nginep di hotel nggak ada duit. Apalagi balik ke rumah tante Wiwi. Gimana kalau pasukan tirex masih berjaga di sana?
"Eh, tapi bunda lo gimana? Astaga, sorry Kiev. Gue emang nggak mikir panjang."
"Bunda gue baik kok. Pasti heboh awalnya. Tapi gue nggak mungkin biarin lo tidur di luar."
*Kivia memandang Kiev lekat. "I owe you, Kiev. Too* much."
catatan:
aku boleh minta bantuan agar cerita ini dapat lebih banyak ditemukan oleh pembaca lain? caranya mudah, cukup dengan kasih vote dan komentar di setiap babnya. jangan lupa rekomendasi ke teman kamu ya!
tolong kasih panggung untuk cerita ini bisa menjangkau pembaca baru. it will help me a lot. terimakasih ❤️
menikmati cerita ini? update tentang The Celebrity CEO di instastory kalian dan tag aku @inkinaoktari 💓
salam, Inkina Oktari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Indah
dikenalin sama bundaa
2021-09-28
0
Indah
langsung dibawa ke rumah dong wkwkw
2021-09-28
0
Anonymous
so proud
2021-07-15
1