“Tetap aja. Gue utang sama lo. Janji bakal gue ganti nanti. Tapi nggak tau kapan, tapi pasti gue ganti,” cerocos Kivia penuh keyakinan.
Kiev mengangguk perlahan. “Iya, terserah lo aja deh.”
Kivia tersenyum girang mendengar jawaban Kiev. Namun, senyum itu pudar ketika sekelebat pemikiran hinggap di kepalanya.
“Kiev.”
“Hm?”
“Lo bukan penjahat yang mau jual ginjal gue, kan?” tanya Kivia serius.
“Permisi nih, Bu. Yang duluan nyelonong masuk mobil saya siapa, ya?” sindir Kiev dengan nada kalem. Membuat Kivia langsung terkekeh miris.
“Ya abis, lo terlalu baik sama gue. Kan heran aja gitu.”
“Ya masa lo mau gue jahatin.”
“Bukan begitu jugaaa.”
Sembari menyetir, Kiev beberapa kali menoleh untuk fokus bicara pada Kivia. “Ya, gue bantuin lo bukan karena ada udang di balik bakwan. Dan gue ngajakin lo ke prom juga bukan karena menganggap lo pelarian ya. Gue pure mau bantuin lo ke tempat yang lo tuju tapi karena gue ada acara jadi kita mampir dulu sebentar.”
“Wait, pelarian? Maksudnya?”
*“Gue ngajak cewek ke prom*, tapi ditolak.” Kiev tertawa miris. “Tapi datang sendiri ke prom juga nggak masalah sih buat gue. Ya, kebetulan elo masuk mobil gue dan ya ....”
“Takdir mungkin,” kata Kivia menerawang. “Kalau gue nggak masuk mobil lo, mungkin gue udah ketangkep sama mereka....”
“Emang mereka siapa?” tanya Kiev penasaran. “Selain Tirex ya.”
Kivia tertawa lalu diam, menghela napas berat. “Nanti gue cerita deh, malas ngomongin mereka sekarang.”
Mobil Kiev sudah memasuki gerbang SMA Atmawijaya, salah satu sekolah swasta ter-ter-ter yang ada di Jakarta. Kiev memarkirkan mobilnya dan melangkah keluar. Diikuti Kivia yang masih melongo dan memindai tempat yang baru pertama kali ia datangi ini.
“Ini sekolah lo?” tanya Kivia agak takjub.
“Yep,” sahut Kiev. “Kayak nggak pernah liat sekolah aja lo.”
“Emang. Gue kan nggak sekolah,” jawab Kivia santai, tanpa mengalihkan pandangan pada pemandangan di sekitarnya.
“Sorry, gue ....” Kiev benar-benar merasa bersalah, takut ucapannya menyinggung perasaan Kivia.
*“Nggak apa-apa. Gue sekolah di rumah. Home* schooling dari bayi.” Kivia tergelak. “Eh, gimana muka gue nggak butek-butek banget, kan?”
Kiev menggeleng dengan jujur. Tak ada masalah dengan wajah Kivia saat ini. Tangannya bergerak merapikan rambut Kivia yang sedikit berantakan. Cowok itu lalu menurunkan tangannya dan meraih jemari Kivia dalam genggaman hangat. “Ayo, kita masuk.”
Jantung Kivia jadi dag-dig-dug tak karuan. Seiring kaki mereka yang melangkah bersama. Rasanya tapak-tapak kaki mereka yang berjalan seirama dengan tangan yang saling tertaut, seolah mengikiskan fakta bahwa mereka berdua baru kenal beberapa jam yang lalu.
“Acaranya udah dimulai,” bisik Kivia mendengar hiruk pikuk di dalam gedung. “Gue jadi gugup, nih.”
Kiev mengulas senyum kecil. “Kalau gugup lo liatin muka gue aja.”
*“Ngawur lo.” Kivia memutar bola mata, tapi tak ayal ikut tersenyum. Ia melepas genggaman tangan Kiev dan ganti memeluk lengan cowok itu. Pantofel Kiev dan heels* Kivia bersamaan memasuki area prom. Dan sejak itu pula semua mata tertuju pada keduanya.
Aura bintang Kiev Bhagaskara yang hakiki membuat para wanita nyaris menggelepar. Belum lagi kehadiran Kivia yang mengundang bisik-bisik penuh rasa penasaran. Apalagi gadis itu terlihat sangat dekat dengan Kiev.
Kiev dan Kivia berjalan dengan percaya diri. Kiev sudah biasa menjadi pusat perhatian. Dan ia senang melihat Kivia juga enjoy di tempat ini. Dibanding memikirkan tatapan orang-orang, sepertinya atensi gadis itu sepenuhnya tersedot pada dekorasi ruangan dan pertunjukan musik yang tengah berlangsung.
Sungguh, kerlap-kerlip lampu-lampu kecil yang diatur sedemikian rupa pada ruangan ini benar-benar memanjakan matanya. Seperti sedang memandang hamparan bintang di langit. Perhatian Kivia lalu teralihkan pada seorang cowok yang sedang ada di atas panggung.
“Kiev, sorry gue norak, tapi itu yang dia pencet-pencet apaan sih?” bisik Kivia penasaran.
*Kiev balik berbisik. “Itu namanya launch* pad.”
“Ooooh.” Kivia lantas mengangguk-angguk seolah paham. “Apaan tuh?”
Kiev hampir memukul jidatnya sendiri. “Sejenis alat musik digital. Gimana jelasinnya ya.”
Cowok itu kemudian menerangkan tentang launch pad. Disusul oleh pertanyaan Kivia yang lainnya. Kivia bertanya, Kiev menjawab. Begitu seterusnya. Ya, anggap saja sekarang Kiev Bhagaskara adalah pemandu wisata untuk Rembulan Kivianisya.
Kiev dan Kivia yang berjalan 'dempet' sambil bisik-bisik membuat cewek-cewek yang melihat pemandangan itu lantas menjerit dalam hati. Dress yang dipakai Kivia juga senada dengan setelan Kiev. Yang satu ganteng luar binasa, yang satu bening ada manis-manisnya.
*Wajah Kivia yang tergolong tipe kulit normal, membuatnya tak bermasalah tanpa sapuan make up sekalipun. Cewek itu didukung oleh warna kulit putih susu dan bibir yang terawat. Bare* face bukan masalah besar untuknya.
“Hey, Bro! Apa kabar, bosque? Siapa, niiih? Bisa kali dikenalin,” tanya seorang cowok berlesung pipi. Meski udah pakai setelan, gayanya masih super petakilan.
“Kabar baik, Din.” Kiev tos ala bro-bro dengan cowok yang memiliki jabatan tertinggi di kelasnya itu.
“Kenalin, Jaenudin Jaja Miharja, tapi panggil aja Udin.” Cowok itu mengulurkan tangan pada Kivia.
Kivia lantas menyebut namanya sambil membalas jabat tangan Udin.
“Nggak usah lama-lama salamannya,” celetuk Kiev setelah berdeham-deham kayak orang sakit tenggorokan.
“Lama apaan, woi. Tiga detik nggak nyampe. Tenang, gue ini setia kok sama Ayang Riri jadi nggak usah khawatir.” Udin menepuk bahu Kiev. “Tapi kalau Neng Kivia terjebak akan pesona Jaenudin Jaja Miharja yang tak terbantahkan mah bukan tanggung jawab gue yak.”
“Bodo amat, Din. Bodo amaaat.”
Kivia tergelak mendengar interaksi Kiev dan Mr. Jaenudin Jaja Miharja yang agak unik ini. Mereka lalu berlalu dan Kiev kembali menyapa teman-temannya. Jujur Kivia iri dengan Kiev yang memiliki banyak teman. Berbanding terbalik dengan dirinya.
“Lo makan dulu, abis itu kita lanjutkan misi.” Kiev menarik tangan Kivia untuk duduk di kursi yang telah tersedia. Padahal Kiev ingin mengajak Kivia melihat kembang api di akhir acara. Namun, urung karena Kiev pikir harus mengamankan Kivia secepatnya.
“Nggak apa-apa, Kiev? Lo sebentar banget di sini. Gue jadi nggak enak.”
“Nggak apa-apa, yang penting lo sampai di tempat yang aman. Sorry gue malah ngajak lo ke sini dulu.”
“Gue yang minta maaf udah buntutin lo ke mana-mana. Ini kan acara lo.”
“Tujuan lo searah kok dari sini. Jadi nggak masalah.”
“Makasih ya, Kiev,” ujar Kivia sungguh-sungguh.
“Iya.” Kiev mengangguk. “Sama-sama.”
catatan:
aku boleh minta bantuan agar cerita ini dapat lebih banyak ditemukan oleh pembaca lain? caranya mudah, cukup dengan kasih vote dan komentar di setiap babnya. jangan lupa rekomendasi ke teman kamu ya!
tolong kasih panggung untuk cerita ini bisa menjangkau pembaca baru. it will help me a lot. terimakasih ❤️
menikmati cerita ini? update tentang The Celebrity CEO di instastory kalian dan tag aku @inkinaoktari 💓
salam, Inkina Oktari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Indah
seru abisss
2021-09-28
0
Indah
udin wkwkw
2021-09-28
0
Anonymous
ihhh seruuuu
2021-07-15
1