"Bagaimana keadaan Ibu?" tanyaku dengan suara parau
"Dia masih koma," jawab suamiku membuat air mataku langsung berderai membasahi pipiku
Buru-buru ku lihat Ibu yang masih berada di ruang UGD. Ku usap keringatnya yang membasahi pelipisnya dan ku cium keningnya sembari ku bisikan doa untuk kesembuhannya.
Entah kenapa saat melihat wajahnya, tersirat wajah ibuku yang sudah lama tak ku kunjungi.
Meskipun kami sering bertukar kabar, namun tetap saja rasa rindu selalu membuatku gusar.
Ku lihat semua perawat begitu sibuk menangani pasien yang sama.
Mas Krisna menghampiri ku dan mengusap lembut kepalaku.
"Sebaiknya kita pulang dulu neng, kasian anak-anak,"
"Iya,"
Aku segera beranjak dan mengikuti Mas Krisna menemui Bagas dan Sifa.
Dari kejauhan ku lihat kedua anakku tampak bermain didepan mushola rumah sakit.
Sepertinya si Kaka yang penakut tidak berani masuk rumah sakit untuk melihat neneknya.
Aku lihat ayah mertuaku sudah datang dan menjaga keduanya.
Melihatku yang masih menggunakan seragam kerja, ia menyuruhku pulang dan membawa anak-anak.
"Sebaiknya kamu pulang dulu, biar aku sama Raka yang akan menjaga ibumu,"
Aku mengangguk dan langsung berpamitan padanya.
Tidak jauh dari Mushola Mas Krisna sudah menunggu.
Setibanya di rumah aku langsung mempersiapkan makan malam.
Kedua buah hatiku sepertinya sangat kelaparan hingga langsung menyantap makanan mereka dengan begitu lahap.
Selesai makan keduanya langsung menuju ke kamarnya.
Tidak lama saat ku lihat lagi keduanya tampak sudah pulas diatas Ranjangnya.
Sepertinya mereka sangat kelelahan setelah seharian berada di rumah sakit.
"Tadi kejadiannya gimana Ay, ko Ibu bisa jatuh di kamar mandi?"
"Bukan jatuh di kamar mandi tapi jatuh di ruang tengah," jawab Mas Krisna
"Tapi kata Raka, di kamar mandi,"
"Dia lagi gak di rumah jadi gak tahu kejadian sebenarnya,"
"Memangnya gimana kejadiannya?"
Mas Krisna kemudian menceritakan semuanya dengan detail. Rupanya Ibu jatuh saat akan sarapan pagi.
"Entah kenapa tiba-tiba ibu jatuh saat akan menaruh piring ke belakang," ucapnya sedih
Aku segera memeluknya erat, aku tahu dia pasti sangat gusar. Apalagi aku tahu dia begitu dekat dengan Ibu.
"Sabar ya sayang, semoga ibu cepat sadar dan sehat lagi seperti semula,"
"Aamiin,"
Malam itu aku tidak bisa tidur, entah kenapa aku masih memikirkan ibu.
Pukul satu dini hari Raka pulang ia memberitahukan jika kami harus mencari rumah sakit yang memiliki dokter bedah.
Aku dan Mas Krisna segera bergegas ke rumah sakit menemui dokter.
Sang Dokter menjelaskan jika Ibu mengalami pendarahan otak dan harus segera dioperasi. Akan tetapi karena dokter bedah di rumah sakit sedang ada dinas ke luar, jadi kami harus mencari rumah sakit yang memiliki dokter bedah agar Ibu bisa segera dioperasi.
Berbekal surat rujukan dokter aku dan suamiku langsung bergegas malam itu juga mendatangi beberapa rumah sakit pemerintah dan swasta.
Namun sayangnya, kami tidak bisa menemukan rumah sakit yang bisa mengoperasi ibu dengan cepat.
Rata-rata mereka memberikan waktu tunggu, karena jadwal operasi yang begitu padat.
Tentu saja Ibu tidak bisa menunggu terlalu lama, karena ia bisa meninggal jika tidak segera dioperasi.
Malam itu ku putuskan menginap di rumah sakit. Kebetulan Ibu juga sudah di pindahkan ke bangsal perawatan pasien.
Selesai sholat malam, aku langsung membaca Alquran di samping ibuku.
Hanya itu yang bisa aku lakukan sekarang, apalagi setelah melihat satu persatu pasien di kamar itu meninggal.
Kini hanya tersisa dua orang, tidak seorang pasien masuk lagi.
Keadaan mereka rata-rata sama yaitu jatuh, dan tak sadarkan diri.
Selain mengaji aku juga mencoba mengajak ibu bicara, semoga dengan begitu dia akan segera siuman.
"Ibu cepat sembuh ya, maafkan neng kalau banyak salah sama ibu. Ibu juga gak usah memikirkan masalah hutang-hutang bapak, nanti biar Nur sama Mas Raka yang bantu bayar ya, Yang penting Ibu cepat sembuh biar bisa main lagi sama Sifa dan Bagas," ucapku di telinganya
Aku tahu ibu sakit karena terlalu memikirkan hutang-hutang bapak yang semakin menumpuk.
Pukul setengah empat pagi tiba- tiba ibu membuka matanya dan menggenggam jemari ku erat.
"Ibu sudah bangun??"
Buru-buru ku bangunkan Mas Krisna dan memberitahu Bapak jika Ibu sudah siuman.
Setelah berbicara dengan Bapak tidak lama Ibu menghembuskan nafas terakhirnya di pelukan lelaki itu.
Aku begitu sedih karena Ibu pergi begitu cepat.
Pagi itu juga Suamiku langsung membawa Ibu pulang ke kampung Ke Semarang.
Mereka memang ingin ibu dimakamkan di sana. Aku dan anak-anakku tetap tinggal di Jakarta karena aku harus membagikan rapot semester genap.
Disela-sela kesibukan ku mengisi raport, malam harinya aku gelar tahlilan di rumah.
Seusai pembagian raport aku menyusul ke Semarang untuk menjenguk makam Ibu.
Tampak seorang wanita cantik terlihat sibuk membantu menghidangkan makanan saat acara tahlilan.
Aku baru pertama melihatnya, karena penasaran aku bertanya pada adik iparku.
"Dia siapa?" tanyaku menunjuk wanita itu
"Temen Mas Krisna," jawab Adikku
"Oh," jawabku kemudian bergegas keluar untuk mencari udara segar
Waktu itu aku sama sekali tak menaruh curiga padanya, karena hari itu semua teman-teman suamiku datang ke rumah untuk bertakziah.
Ku lihat Mas Krisna begitu asyik bercengkrama dengan teman-teman sekolahnya di beranda rumah.
Seorang wanita cantik tiba-tiba menghampiriku.
"Kamu pasti Mba Laila?" sapanya begitu ramah
"Kok tahu??" jawabku mengernyitkan dahi
"Pastilah, Krisna sering banget cerita tentang mbak di grup," jawab yang lain menimpali
"Kenalkan Saya Laras," ucap seorang wanita mengulurkan tangannya
"Kalau aku Saskia,"
"Hera," wanita itu mengulurkan tangannya
"Nur Laila, panggil saja Laila,"
Setelah memperkenalkan diri, aku pun berbaur dengan mereka mencoba mengakrabkan diri.
Meskipun sedikit canggung karena tidak bisa berbahasa jawa dengan baik aku mencoba sebisanya.
Tidak lama Mas Krisna memperkenalkanku kepada teman-teman yang lain.
"Kenalkan Saya Guntur," ucap seorang pria tersenyum ramah menyapa ku
"Laila,"
Ternyata sekarang aku tahu semua teman-teman suamiku yang selalu ia ceritakan padaku.
Hera, wanita itu memang terlihat anggun dan sangat cantik seperti yang diceritakan suamiku. Guntur, temannya yang paling kaya dan masih melajang di usianya yang sudah tiga puluh tahun.
Saat aku hendak masuk kedalam rumah untuk mengambil camilan, tiba-tiba Guntur mengikuti ku.
"Apa boleh saya bertanya sesuatu?" tanyanya membuatku menghentikan langkahku
"Tanya saja?" jawabku
"Jujur saja aku sangat mengagumi,"
*Deg!
Entah kenapa tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang membuatku merasa tak nyaman dengan kalimat itu.
"Jangan salah sangka, aku hanya mau minta tolong padamu, jika kamu memiliki teman yang masih lajang bisa kan mengenalkannya padaku," ucapnya sedikit malu
"Oh, tentu," jawabku merasa lega
"Kalau begitu aku akan memberikan nomorku agar kau bisa menghubungi ku,"
Lelaki itu langsung memberikan kartu namanya padaku,
"Ok, nanti aku hubungi," jawabku kemudian pergi meninggalkannya
Saat aku menuju ke dapur ku lihat Mas Krisna dan seorang wanita. Keduanya terlihat begitu dekat untuk ukuran seorang sahabat. Jantungku berdegup kencang saat melihat keduanya semakin dekat,
Apa yang mereka lakukan???
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
MODUS AZA, EMANGNYA DI DISITU GK ADA WANITA LAJANG, TU ADA LARAS & SASKIA..
2024-02-24
1
Sulaiman Efendy
SYUKUR LO DITANAH JAWA,, KLO DITANAH MAKASAR, HABIS LO D BADIK, KLO DI TANAH MADURA HABIS LO DI CAROK.. KLO DITANAH DAYAK HABIS LO DI PENGGAL PAKE MANDAU, KLO DI TANAH MELAYU, DIBAKAR HIDUP2 LOO YG BRANI GANGGU ISTRI ORG..
2024-02-24
1
Sulaiman Efendy
ADA CALON PEBINOR, & ADA CALON PELAKOR, TU GUNTUR APA GK PNY AHKLAK TERANG2AN MNYUKAI ISTRI ORG..
2024-02-24
1