Bab 16:
"Naeva!" panggil Abellard begitu sampai di Kastil Wisteria.
Naeva yang sedang menemani utusan dari Marseille, menoleh bingung. Abellard datang terburu-buru dengan wajah pucat.
"Ada apa?" tanya gadis itu.
"Kita harus ke Marseille sekarang!"
"Kita? Maksudmu?"
"Ya, kita! Kau harus ikut bersamaku," jawab Abellard masih dengan nafas yang memburu.
"Richard ... maksudku Abellard, aku tidak mengerti apa maksudmu. Untuk apa aku ikut ke sana? Kau bisa datang mengunjungi kastil ini kapan saja."
"Tidak, kau harus ikut bersamaku, aku tak bisa meninggalkanmu di sini karena pembunuh bayaran itu akan menyakitimu."
"Monsieur, kita tak bisa membawanya tanpa izin Comtesse," sela Dupon dengan wajah khawatir.
"Kalau aku tak bisa mengajaknya serta, maka aku juga tak akan kembali!" tegas Abellard.
"Abellard ...."
"Naeva, ikut aku! Kau harus percaya pada apa yang baru ku lihat!" potong laki-laki itu sembari menatap mata Naeva sungguh-sungguh.
Naeva bangkit dari kursinya dan mengikuti langkah Abellard yang menuju ke ruang duduk.
"Apa yang baru saja kau lihat?" tanya Naeva penasaran.
"Aku baru saja dari pasar, dan bertemu dengan orang-orang yang memburu nyawaku lima bulan yang lalu. Ternyata mereka masih mencariku!"
Wajah Naeva berubah tegang mendengar penjelasan Abellard.
"Dan aku mendengar, kalau mereka berniat menculik mu untuk memaksaku menemui mereka, dan kemudian mereka akan menghabisi kita berdua!"
Naeva merasa tenggorokannya tercekat. Ia bisa membayangkan seberapa berbahayanya pembunuh bayaran itu.
Tapi kenapa orang yang menyuruh mereka masih bersikukuh menghabisi seorang Abellard?
"Sepertinya orang yang menyuruh mereka untuk menghabisi ku menyimpan dendam yang sangat besar. Entah apa yang telah kulakukan di masa lalu," ujar Abellard, seolah tau apa yang dipikirkan Naeva. "Karena itu, aku tak bisa membiarkan mu tinggal di sini, Naeva!"
"Tapi keluarga mu tak akan menerimaku."
"Kenapa tidak? Kau gadis yang baik, dan kau adalah penyelamat nyawaku, Naeva. Bagaimana mereka bisa menolak kedatangan mu?"
Naeva menghela nafasnya berat.
"Kau takkan mengerti. Tapi seperti itulah firasat ku," lirihnya getir.
"Naeva, aku tak akan kembali tanpa dirimu," tegas Abellard.
Naeva terdiam, hingga kemudian muncul Marc dan Adam.
"Yang dikatakan Monsieur Comte benar, M'mselle. Kita tak memiliki pertahanan apapun di kastil ini. Hanya ada pagar tembok dengan gerbang yang sudah tua," ujar Adam.
"Saya akan ikut bersama anda ke Marseille!" tukas Marc.
"Kau? Ikut?" tanya Abellard dengan kening mengernyit. Seberapapun akrabnya mereka, Marc masih menjadi saingan di mata Abellard.
"Ya, saya tak akan membiarkan M'mselle sendirian di kota asing. Saya khawatir sikap anda terhadap M'mselle akan berubah setelah ingatan anda kembali."
Naeva juga berpikiran yang sama dengan Marc. Abellard nanti mungkin akan membencinya. Ia juga yakin, keluarga Marseille tidak akan menerima kehadirannya. Hatinya akan lebih tenang jika Marc bersama. Lagipula selama ini selalu ada Marc yang mendampingi kemanapun ia pergi.
"Tapi, kau tak bisa meninggalkan semuanya di sini, Marc," ujar Naeva ragu.
"Tak apa M'mselle, hati kami akan lebih tenang jika Marc ikut. Karena kalau tidak, Emma pasti akan memaksa untuk menemani anda, dan istriku itu hanya akan menjadi beban anda, M'mselle," sahut Adam.
"Ya, di sini ada Edward. Dia sudah bisa diandalkan," sambung Marc penuh harapan. Hatinya benar-benar tak akan tenang, jika tak bisa mendampingi nona-nya.
"Kalian tak perlu khawatir, aku akan menjaga Naeva melibihi nyawaku sendiri." Abellard berusaha meyakinkan bahwa cukup dirinya yang akan menjaga Naeva.
Namun kemudian matanya beralih pada Naeva dengan tatapan yang penuh dengan cinta, "tapi aku ingin kau memutuskan apa yang membuat mu merasa nyaman, aku hanya ingin kau tidak tinggal di sini untuk beberapa waktu, sampai aku menangkap kelompok pembunuh itu."
Beberapa saat kemudian, semua terdiam menunggu Naeva membuat keputusan.
"Aku ... akan ikut bersama Marc," jawab gadis itu.
Marc langsung tersenyum lega mendengarnya. Sementara Abellard cukup merasa tenang dengan keputusan Naeva mengikutinya ke Marseille.
**
"Aku akan menjaga mereka!" tegas Edward saat Naeva menitipkan Emma, Anne, dan Adam padanya.
Naeva tersenyum haru, "ya, aku yakin kau anak yang sangat bertanggungjawab, Edward!"
Emma menangis sesenggukan. Wanita itu benar-benar tak siap melepas Naeva pergi jauh. Sementara Anne, sibuk mempersiapkan barang-barang Naeva. Rautnya begitu panik, berulangkali gadis itu mengecek barang-barang, agar sang nona tak kurang suatu apapun di kota asing.
Naeva memeluk kedua perempuan itu dengan dada yang terasa sesak. Mereka memang tak akan berpisah selamanya, namun bagi Naeva yang tak pernah jauh dari keluarga pelayannya itu, merasa perpisahan itu cukup menyesakkan.
"Kita semua akan baik-baik saja, M'mselle. Kita semua akan berkumpul kembali," hibur Emma sembari menepuk-nepuk pelan punggung putri asuhnya itu.
Naeva melepaskan pelukannya. Ia melihat Anne terdiam seperti patung.
"Kau bisa tidur di kamarku jika rindu, Anne," ucapnya sembari mengelus lembut rambut Anne.
Gadis yang lebih muda satu tahun darinya itu hanya mengangguk.
Naeva kemudian berangkat meninggalkan kastilnya, dengan iring-iringan yang dikawal oleh prajurit kerajaan. Sayup-sayup didengarnya suara Anne menangis di belakang sana. Ternyata sedari tadi gadis itu menahan tangisnya.
Naeva mendesah lirih.
Oh ... Perpisahan memang selalu menyesakkan.
Naeva dan Marc ditempatkan dalam kereta yang berbeda dengan Abellard.
Kereta itu tertutup, tak seperti kereta kuda milik Naeva.
Penutupnya terbuat dari kulit berwarna hitam yang akan menghalangi angin dan menghangatkan penumpangnya. Tempat duduknya pun luas dan nyaman, Naeva bahkan bisa merebahkan tubuhnya jika ingin tidur. Namun Marc lebih memilih duduk di samping Kusir.
"Kalau anda membutuhkan sesuatu, panggil saja saya, M'mselle!" seru Marc dari luar.
"Aku akan baik-baik saja, Marc. Tak perlu khawatir," jawab Naeva.
Gadis itu kemudian membuka penutupnya dari samping dan memandang keluar. Warna jingga dari langit senja langsung menyambut matanya. Saat itu sudah memasuki musim panas, udara masih terasa hangat walau hampir menjelang malam.
Naeva menghela nafas panjang. Entah kapan akan kembali lagi kemari. Selama ini ia tak pernah meninggalkan kastilnya. Mungkin nanti ia akan kesulitan menghadapi suasana baru di Marseille. Tapi Naeva tak akan menyerah. Kepergiannya ke Marseille akan menjadi perjuangannya untuk bersatu dengan Abellard.
Tiga jam perjalanan, langit mulai terlihat gelap.
Trak!
Tiba-tiba suara sesuatu yang patah terdengar begitu keras dari arah belakang keretanya. Naeva merasakan kereta yang di naikinya melambat dan kemudian berhenti.
"Apa yang terjadi, Marc?" tanya gadis itu sembari menyibak penutup di bagian depan.
"Sepertinya ada satu kereta yang patah rodanya, M'mselle."
"Ah, kasihan sekali," desah Naeva. "Aku ingin melihatnya, Marc"
"Baik, M'mselle!" Dengan sigap Marc turun dan menghampiri bagian samping kereta untuk membantu sang nona.
"Tak apa Marc, aku bisa sendiri. Ada tangganya," ujar gadis itu.
Matanya tak bisa menahan untuk melirik ke arah depan, pada kereta Abellard.
Ternyata laki-laki itu pun telah turun dari keretanya. Mata biru tua itu menatapnya penuh kerinduan. Membuat Naeva tersipu dengan pipi yang terasa panas.
Gadis itu segera memalingkan wajahnya ke belakang keretanya, dimana sebuah kereta lain telah berdiri dengan timpang, karena sebelah rodanya patah.
Naeva melihat Dupon telah berada di samping kereta itu.
Namun begitu melihat kedatangan Abellard, laki-laki tambun itu cepat-cepat memberikan isyarat pada Kusir untuk melanjutkan perjalanan.
"Monsieur Comte, anda bisa kembali ke kereta. Kita akan melanjutkan perjalanan."
Abellard mengernyit.
"Bagaimana dengan mereka?"
"Mereka akan mencari solusi dan menyusul."
"Tidak bisa begitu. Bagaimana kita bisa meninggalkan bagian dari perjalanan ini? Kita akan sama-sama menanggungnya!" tegas Abellard.
Dupon menatap pria itu takjub. Tak percaya jika tuannya yang biasa arogan dan egois, sekarang berubah adil dan penuh perhatian.
"Anda yakin, Monsieur?"
"Ya, tentu saja. Adakah yang pandai membetulkan kereta di antara kalian? Kita sudah berada jauh dari pasar."
"Tentu, Monsieur. Selalu ada ahli yang ikut serta," jawab Dupon senang.
Tatapan Abellard beralih pada Naeva.
"Sambil menunggu kereta diperbaiki, maukah kau duduk bersamaku di kayu itu?" tunjuk Marc pada sebatang pohon tumbang yang berada di samping jalan.
Daerah itu masih diapit hutan lebat. Naeva pernah mendatangi hutan itu bersama Marc untuk mencari jamur.
Naeva mengangguk dan mengikuti langkah Abellard.
Tiba-tiba sebuah ide berkelebat di dalam kepala gadis itu. Ia akan memenuhi janjinya untuk membawa Abellard ke suatu tempat yang lebih indah dari hutan di belakang kastil.
Di dalam hutan ini lah tempatnya. Naeva akan menjadikan kebersamaan mereka nanti sebagai kenangan terindah sebelum takdir memisahkan.
"Abellard, aku akan memenuhi janjiku waktu itu. Apa ... kau bersedia ikut?"
***
Mohon dukungannya ya, Sayangku. Biar Author semangat nulis. Komentar, like, dan favorit dari kamu sangat berharga bagi Author receh ini.
Sedih rasanya, sampai bab ke 16 masih sedikit yang menemukan kisah Naeva de Gaulle. Saya berharap sudi kiranya pembaca setiaku membantu promosikan ke bestie-bestie nya. :)
Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Bzaa
semangat tor 💪
2023-11-19
0
Deetje Fenny Ratumbanua New
maafff thooorrr ceritanya banyak menggunakan bahasa asing prancis looohhh malas bacanya
2023-03-01
0
💞 RAP💞
tetap setia hingga bab ini thor..
SEMANGAT YA
2023-02-19
0