Kekasih Taruhan Tuan Bangsawan

Kekasih Taruhan Tuan Bangsawan

Bab 1

"40 menit lagi ...." desah seorang gadis berparas menarik dengan raut gelisah.

Matanya yang bernetra coklat terang dengan bulu yang lentik tak henti menatap jam dinding. Berharap jarum itu berpindah pada angka 12 secepatnya.

"Orang itu belum datang, M'mselle (Nona). Sepertinya tidak jadi malam ini." Seorang gadis yang sebaya dengannya duduk bersimpuh di samping kursinya yang berbalut beludru merah.

"Semoga saja Anne, semoga saja ...." jawabnya penuh harap.

Berkali-kali sudah ia menghela napas. Lalu menggosok-gosokkan tangan yang terasa membeku.

"Apa anda kedinginan?" tanya Anne dengan raut khawatir. "Saya akan menambah kayu bakar di perapian," sambungnya sembari bergegas bangkit.

"Tidak, tidak perlu. Aku bukan kedinginan. Aku cuma ... merasa tegang," larang gadis belia berkulit putih kekuningan itu. Pipinya yang halus tampak merona merah diterpa hangatnya api perapian.

"Baik, M'mselle."

Anne kembali duduk. Matanya kini ikut menatap jam dinding. Berharap bandul besi yang tergantung di bawah angka-angka itu bergoyang dan berdentang. Agar ketakutan nona-nya segera berakhir.

"Anne, begitu jarum menitnya sampai di angka 11, cepatlah bersiap menutup gerbang bersama Marc!"

"Baik, saya akan panggil saudara saya itu sekarang," jawab Anne. Gadis itu segera bangkit dan buru-buru ke belakang.

Sang Nona pun ikut bangkit. Kemudian berjalan mondar-mandir sembari mengipas-ngipasi lehernya dengan tangan.

Tubuhnya kini malah merasa gerah. Tak terbiasa dengan gaun panjang dan mengembang seperti yang dikenakannya saat ini.

Kalau bukan karena malam penting ini, ia lebih suka memakai pakaian yang sederhana.

Namanya Naeva, Naeva de Gaulle. Gadis keturunan bangsawan Perancis.

Namun kehidupannya jauh dari kata mewah. Naeva dan ayahnya hidup serba kekurangan, dan bahkan kini gadis berusia 17 tahun itu telah kehilangan hak atas dirinya sendiri.

Nasibnya begitu malang, menjadi taruhan judi sang ayah yang kemudian kalah telak dalam permainannya.

Dua Minggu lalu ayahnya menghembuskan nafas terakhir, karena tak sanggup menahan penyesalan. Kini Naeva hanya bisa memasrahkan hidupnya pada takdir dan tentunya pada orang yang telah memenangkan dirinya dalam taruhan itu.

Entah akan dijadikan apa dirinya nanti. Yang pasti bukan istri atau saudari calon pemilik nya. Karena kabarnya, orang yang telah mendapatkan hak atas dirinya itu adalah seorang Bangsawan yang suka mempermainkan wanita dan mudah bersikap kejam pada siapa saja.

Naeva tidak mengenalnya. Laki-laki itu berasal dari kota yang jauh. Ia hanya mengetahui wajah laki-laki itu dari selembar foto hitam putih yang di tunjukkan ayahnya.

"Mademoiselle," seorang laki-laki bertubuh tegap dengan rambut pirang datang bersama Anne, kemudian membungkuk padanya penuh hormat.

Naeva menoleh cepat.

"Sudah di angka sebelas, Marc! Cepat bersiap tutup gerbang!" perintahnya panik. Ujung jari-jemari nya semakin dingin dan ngilu. Detak jantung pun seolah bertalu dengan cepat.

Hatinya terus memohon, semoga ... semoga saja mereka masih sempat menutup gerbang sebelum jemputan itu datang.

Dor!

Suara letupan senjata terdengar di tengah sunyinya malam.

Gadis itu tersentak. Detak jantungnya yang sedang bertalu, seketika berhenti berdetak.

"Suara apa itu?" desisnya tegang.

Naeva tahu persis itu suara senjata, tapi ia bingung karena selama ini tak pernah ada suara senjata di sekitar tempat tinggalnya.

Kastil tua mereka berada di dekat hutan besar. Banyak pemburu yang datang, tapi belum pernah ada yang memakai senjata api hanya untuk menembak hewan buruan, karena harga peluru lebih mahal daripada hewan yang mereka dapatkan.

Tanpa pikir panjang, Naeva mengangkat gaun panjangnya dan berlari ke arah pintu masuk.

Di bawah penerangan bulan purnama, gadis itu bisa melihat Anne yang sedang meringkuk di bawah tembok benteng, sementara Marc berusaha secepatnya menutup gerbang seorang diri.

Kaki jenjang yang terbuka sampai ke betis itu kemudian terayun cepat ke arah gerbang. Ia ingin membantu Marc. Pasti ada sesuatu di luar sana, hingga Anne meringkuk ketakutan.

Udara dingin tengah malam langsung menyambut kulit halusnya. Naeva tak peduli, ia bukan gadis manja yang takut kedinginan.

Namun, baru setengah jarak ditempuhnya, tiba-tiba dari arah luar muncul seseorang dengan tampang mengerikan. Bukan, bukan mengerikan seperti Monster. Tapi lebih tepatnya seperti korban Monster.

Wajahnya berlumuran darah, begitupun dengan bajunya.

Orang itu berlari tertatih-tatih ke arahnya.

Langkah Naeva seketika terhenti. Matanya yang indah tampak membulat kaget. Kakinya seolah terpaku di tanah berumput hijau itu.

Tubuh Naeva benar-benar membatu. Seperti melihat hantu yang hendak menerkam, ia tak bisa bergerak juga tak mampu berteriak.

Sementara itu, Marc masih terus sibuk menutup gerbang dan memasang palang kayunya tanpa melihat ada yang telah memasuki halaman kastil.

Tak perlu menunggu lama, wajah berdarah itu semakin mendekati Naeva. Saking takutnya, gadis itu sontak menutup mata rapat-rapat.

"Ya Tuhan, tolong aku ... tolong aku ...." Hanya hatinya yang bisa berteriak meminta tolong.

Dengan mata yang terpejam, ia bisa mendengar suara-suara teriakan di luar sana.

"Cepat!! Tangkap laki-laki itu sekarang! Jangan sampai dia lolos!!!"

"Mungkin dia masuk ke dalam kastil ini, mari kita cari ke dalam!"

"Tidak bisa! Ini sudah jam dua belas malam. Pemilik kastil ini pasti tak akan membukakan gerbangnya lagi! Sepertinya dia kabur ke hutan. Lekas bergerak! Jangan cuma menerka-nerka!"

Naeva menahan napasnya.

Ia bingung dan ketakutan, apa yang terjadi sebenarnya?

Bruk!

Suara orang terjatuh terdengar tepat di depan kakinya.

Naeva tak berani membuka mata. Hidungnya bisa mencium bau amis darah. Sungguh ia ketakutan. Padahal Naeva bukanlah gadis penakut, tapi melihat sosok berlumuran darah bergerak cepat ke hadapan wajah, siapa yang tidak ketakutan??

"M'mselle! Anda tidak apa-apa?" Suara Marc terdengar khawatir di dekatnya.

Perlahan Naeva membuka mata. Raut tampan Marc tampak cemas menatapnya.

Netra coklat terang Naeva kemudian melirik ke bawah. Ya, sosok itu telah tersungkur tepat di ujung kakinya.

Sontak kaki tak beralas Naeva tertarik mundur.

"Si-siapa dia?" paniknya.

"Saya juga tak tau, M'mselle. Maafkan saya yang tak melihatnya masuk."

Naeva memperhatikan sosok malang itu sejenak. Kondisinya sangat mengenaskan.

"Sebaiknya anda masuk ke dalam, biar saya yang mengurus ini," ujar Marc. "Anne cepat temani M'mselle masuk!" perintahnya pada saudarinya yang masih meringkuk ketakutan.

"Tu-tunggu Marc. Coba kau periksa napasnya. Apa orang ini masih hidup?"

"Baik, M'mselle." Marc berjongkok di samping tubuh itu, lalu menaruh telunjuknya di hadapan hidung yang berlumuran darah itu.

"Masih, M'mselle!"

"Syukurlah. Bawa orang itu masuk ke dalam. Mudah-mudahan kita masih bisa menolongnya!" perintah Naeva. Jiwa kepeduliannya langsung muncul seperti biasa, gadis itu tak bisa mengabaikan orang yang membutuhkan pertolongan.

"Tapi M'mselle, orang ini pasti bukan orang yang baik. Dia sepertinya sedang dikejar sekelompok orang yang ingin membunuhnya," sela Anne yang menghampiri dengan wajah pucat.

"Itu urusan nanti. Kita hanya akan menolong sampai nyawanya tidak lagi terancam saja," tegas Naeva.

"Baik, M'mselle!" jawab Marc sigap. Ia memang tak pernah menolak keinginan sang majikan. Nona-nya sangat pintar dan selalu mengambil tindakan yang tepat. Lagipula, ia akan siap menjadi tameng sekaligus senjata untuk Nona Naeva.

***

"Ada apa ini?!" panik seorang pria tua, melihat Marc membopong masuk seseorang yang berlumuran darah.

"Ada orang yang terluka, Père (Ayah). Kita harus memanggil tabib segera!" jawab Marc dengan napas tersengal menahan beban tubuh yang jelas lebih tinggi dan tegap dibanding tubuhnya.

"Apa? Apa kau sudah meminta izin M'mselle terlebih dahulu?"

"Sudah Adam, aku yang meminta Marc membawanya masuk," jawab Naeva yang baru muncul dari luar.

Naeva tahu, luka separah itu harusnya ditangani dokter dari kota, tapi ia tak punya uang untuk memanggil seorang dokter.

"Baik M'mselle," jawab Adam.

Lelaki tua itu langsung tergopoh-gopoh ke ruang belakang. "Emma! Cepat bersiap! Kita akan memanggilkan tabib!" teriak Adam sembari mencari istrinya di dapur.

Sementara Anne cepat-cepat mengambilkan air hangat dan alkohol.

Naeva terdiam sejenak, menatap getir ke empat orang yang sangat disayanginya itu sibuk melakukan perintahnya.

"Ya Tuhan ...." Naeva mendesah sedih.

Ia sungguh tak ingin berpisah dari mereka, orang-orang yang telah menemaninya sejak kecil.

Setelah ibunya meninggal, ayahnya benar-benar terpuruk dan menghabiskan setiap detik hidupnya di meja judi. Keluarga pelayannya lah yang selalu setia menemaninya. Padahal semakin lama gaji mereka semakin berkurang karena semua harta simpanan nyaris dihabiskan ayahnya untuk berjudi, tapi keluarga Adam Pomeroy tak pernah mengeluh.

Naeva segera mengusap matanya yang mulai berembun. Kalau sampai Emma melihatnya, wanita tua yang berhati lembut itu pasti akan ikut menangis.

Setidaknya ia bisa bernafas lega malam ini. Walau hatinya tetap mencemaskan esok hari, jika calon pemiliknya benar-benar datang.

"Ada apa, M'mselle?" tanya Marc yang melihat wajah khawatir Naeva.

"Ah, tidak apa-apa," jawab gadis itu sembari bergegas menghampiri Anne yang membawa ember besar berisi air hangat.

"Biar aku yang bawa dan bersihkan lukanya." Tangan Naeva menggapai embernya.

"Tapi, ini berat, M'mselle?" tolak Anne tak tega.

"Tak apa, aku bisa."

Naeva segera membasahi selembar kain, dan memeras airnya. Namun begitu tangannya terulur ke arah wajah berdarah itu, gerakannya terhenti.

Mengerikan. Sepertinya darah itu keluar dari kepala.

Tenggorokan Naeva serasa tercekat melihatnya.

Perlahan tangannya membasuh wajah itu. Hingga sedikit demi sedikit, warna kulitnya mulai terlihat. Kulit yang sangat halus dan terawat untuk seorang pria.

Setelah berusaha keras, akhirnya wajah laki-laki itu telah bersih seluruhnya.

Diterangi nyala lilin yang berkelok-kelok dibelai angin, Naeva memperhatikan wajah itu sejenak. Tampan ... sangat tampan. Itulah kata pertama yang terpikir oleh Naeva.

Namun kemudian, raut kagum Naeva tiba-tiba berubah kaget. Ia benar-benar terperanjat. Sampai tubuhnya terlonjak berdiri.

Wajahnya seketika memucat dengan mata menatap ketakutan pada pria yang masih terbujur pingsan di hadapannya.

Wajah itu ... ia sangat mengenalnya!!

Bagaimana tidak? Setengah jam yang lalu ia baru saja menatap wajah itu dalam selembar foto hitam putih tanpa henti.

Ya, dialah Comte Abellard Marseille. Pemilik Naeva de Gaulle saat ini!

Terpopuler

Comments

Erni Fitriana

Erni Fitriana

mampie thor

2024-08-06

0

🇮🇩A Firdaus🇰🇷

🇮🇩A Firdaus🇰🇷

baru mampir Thor moga suka

2023-11-29

0

🍾⃝🐇ωεɪıɑ xɪɑи⍣⃝కꫝ 🎸

🍾⃝🐇ωεɪıɑ xɪɑи⍣⃝కꫝ 🎸

aku sudah mampir kak

2022-10-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!