Beberapa saat kemudian bi Siti memberitahukan kalau sarapan pagi telah siap. Aku dan mas Agung segera menuju ke meja makan. Di sana telah disiapkan tiga buah piring. Ya secara bi Siti kan ada di fihak ku. Dan dia kelihatan tidak menyukai mantan nyonya rumah itu ada di sini.
"Bi, panggilkan Risa di kamarnya" perintah suamiku pada bi Siti.
"Baik pak" jawab bi Siti patuh. Dia pun segera menuju ke kamar anak-anak untuk memanggil Risa.
Risa pun datang di temani mba Vita yang dengan pedenya segera ambil posisi di kursi makan. Mas Agung menghela nafas kasar. Dasar gak tau malu! Umpatku dalam hati.
Dia meminta satu piring lagi untuknya, pada bi Siti. Bi Siti menatapku canggung.
"Ambilkan bi, entar mati disini lagi kalau gak dikasih makan" ucap mas Agung ketus. Mba Vita kelihatan dongkol mendengar kata-kata mas Agung yang nylekit. Aku menahan tawaku. Sukuriin, sorak ku dalam hati.
Kami sarapan dalam diam. Selesai sarapan, mba Vita langsung berdiri dan meraih tangan Risa.
"Hari ini aku mau antar Risa ke sekolah" ucapnya, entah di tujukan kepada siapa.
"Silakan. Ingat ya, kamu baru boleh balik lagi ke sini kalau Risa sudah pulang dari sekolah" ucap mas Agung masih ketus. Mampus lu!! Aku bener-bener pingin ketawa melihat dia yang bete banget.
Dia langsung menggandeng Risa keluar rumah, tanpa memberinya kesempatan berpamitan pada kami.
"Galak amat mas?" tanyaku setelah memastikan mak lampir keluar rumah.
"Biarin aja. Dia pikir bisa seenaknya dirumah ini?" jawab mas Agung masih kesal.
"Udah dong galaknya mas. Kan mak lampirnya udah pergi" aku langsung menutup mulutku dengan tanganku, merasa keceplosan mengatai mantannya mak lampir.
"Maaf mas..hehehe " kata ku sambil mengacungkan dua jari.
" Gak apa apa sayang. Mau kamu katain mak lampir kek, grandong kek. Mas gak peduli" ucap mas Agung.
"Ya udah kita ke depan yuk" ajak ku. Pagi-pagi begini udara di luar masih sejuk. Aku juga bosan dari kemarin di dalam rumah terus.
Kami berjalan ke arah teras rumah. Duduk-duduk santai, menikmati udara pagi, sambil menunggu waktunya buka bengkel.
Jam delapan tepat, dua orang karyawan bengkel udah datang. Mas Agung segera memberikan kunci bengkel. Lalu dia berpamitan kepadaku untuk menyusul ke bengkel juga. Aku cium punggung tangannya, dan seperti biasa dia kecup keningku.
Huft...coba mak lampir lihat, pasti makin tambah bete. Aku segera masuk ke dalam dan menuju ke kamarku. Aku pingin beresin kamar. Menata ulang pakaian-pakaian di lemari. Daripada gak ada kerjaan.
Aku bongkar isi lemari di kamar. Lalu aku susun sesuai kebutuhan. Eh, sesuai keinginanku. Sampai kemudian aku menemukan sebuah map. Iseng aku buka map itu. Ternyata isinya fotocopy-an akte cerainya mas Agung dan beberapa berkas dari Pengadilan Agama.
Aku baca berkas-berkas itu. Dari situlah aku tau apa penyebab perceraian mereka. Yup, adanya orang ketiga alias mak lampir ketahuan berselingkuh.
Aku berfikir, kok ada ya perempuan yang ketahuan berselingkuh dan akhirnya di talak oleh suaminya, masih pede datang kesini bahkan meminta tinggal di sini. Sakit jiwa kayaknya tuh orang.
Aku meletakan kembali berkas itu ke asalnya. Dan menutup lemari yang sudah rapi. Aku berjalan keluar kamar. Pingin bantu-bantu bi Siti memasak.
Ku lihat bi Siti sedang ngobrol dengan bi Wati di dapur. Melihatku datang, mereka jadi salah tingkah.
"Kok berhenti ngobrolnya?" tanyaku.
"Enggak apa-apa bu, kebetulan tadi Wati lagi ngepel dapur, terus saya ajak ngobrol sebentar" jelas bi Siti.
"Ya udah lanjutin aja, asal enggak berghibah lho ya, dosa" ucapku.
"Enggak kok bu. Kami tidak berghibah. Cuma lagi ngomongin bu Vita aja yang gak tau malu menginap disini" jawab bi Wati.
"Oh...biarin aja dulu. Nanti ada saatnya dia pergi sendiri tanpa diusir" kata ku lagi.
"Kenapa tidak diusir sekarang aja sih bu?" tanya bi Wati dengan nada tidak suka.
"Orang seperti itu gak mempan di usir bi. Dia pakai alasan anak-anak buat tinggal disini" aku mencoba menjelaskan.
Setelah mendengar penjelasanku, bi Wati kembali dengan pekerjaannya. Dan bi Siti segera menyiapkan bahan-bahan untuk memasak.
"Oh iya bi, nanti tolong di catat apa aja kebutuhan dapur. Nanti sore aku kepingin belanja ke supermarket. Biar sekalian aku belikan" perintahku pada bi Siti.
"Baik bu, nanti saya catat semuanya" jawab bi Siti.
"Mau masak apa hari ini bi?" tanyaku.
"Sayur asem, goreng ikan nila sama tempe, terus bikin sambel tomat. Ibu mau di masakin apa? Biar sekalian" tanya bi Siti.
"Udah itu aja cukup bi. Aku kalau makan seadanya aja gak masalah kok bi. Aku bantu ya?" jawabku sambil mengambil beberapa bahan masakan.
Selesai memasak, aku kepingin ke bengkel mas Agung. Pingin lihat suamiku kerja. Ah, jadi inget saat pertama kita ketemu di bengkel itu. Aku pun berjalan ke bengkel lewat pintu samping kanan.
Ku lihat kesibukan orang-orang melayani pelanggan. Sampai-sampai mas Agung gak lihat kalau aku dari tadi melihatnya di pintu samping bengkel. Aku bangga dengan suamiku yang rela bekerja keras untuk menghidupi kami.
Walaupun ada karyawan, tapi dia tetap mau melayani pelanggan. Aku tersenyum menatapnya. Sadar aku liatin mas Agung segera menghentikan pekerjaannya dan menghampiriku.
"Ada apa sayang?" tanya mas Agung.
"Gak ada apa-apa. Cuma pingin lihat mas kerja aja" jawabku.
"Ciee...kangen yaa?" ledek mas Agung.
"Ih ge er. Siapa juga yang kangen" jawabku.
"Beneran nih gak kangen?" tanyanya lagi.
"Ih apaan sih. Udah sana tuh layani lagi pelanggannya" usirku sambil mendorong tubuh mas Agung.
"Siap nyonya besar" jawab mas Agung sambil membungkukan badannya dan ketawa. Aku pun ikutan ketawa.
Aku duduk di depan meja kasir sambil melihat cara kerja mereka. Bukan mau kerja seperti mereka lho ya, tapi aku suka cara mereka melayani pelanggan.
Sampai tiba waktu istirahat siang. Mas Agung pun mengajak ku kembali ke rumah. Setelah membersihkan badan, ganti baju dan sholat dhuhur, kami pun makan siang berdua.
Selesai makan siang, kami santai sebentar di ruang tengah. Tiba-tiba dari arah depan muncul mak lampir. Bukannya tadi udah di bilangin suamiku, agar tidak kembali sebelum Risa pulang dari sekolah?
Mas Agung yang juga melihatnya masuk ke rumah, segera menarik ku untuk duduk di pangkuannya. Aku pun menuruti. Karena ini bagian dari rencana kami untuk mengusirnya pelan-pelan.
"Heh...bisa gak sih gak bermesraan di luar kamar?" tiba-tiba mak lampir bersuara ke arah kami.
"Heh...denger ya, ini rumah kita. Jadi kita bebas melakukannya dimanapun kita mau. Apa hak kamu melarang?" jawab mas Agung dengan suara keras.
Mak lampir langsung balik kanan dan pergi meninggalkan rumah lagi. Mukanya kelihatan makin bete.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments