"Risa gak mau tinggal dengan kalian lagi!" ucap mba Vita masih ketus. Mas Agung menatap tajam seperti menahan amarahnya.
"Jangan macam-macam kamu Vita. Mana Risa?" bentak mas Agung.
"Aku udah bilang Risa gak mau tinggal dengan kalian, apa kurang jelas suaraku?" mba Vita pun makin meninggikan suaranya. Mas Agung menarik nafasnya dalam-dalam.
"Oke...aku gak mau ribut sama kamu. Sekarang mana Risa?" tanya mas Agung kemudian berusaha tenang kembali.
"Udah tidur" jawab mba Vita dan berniat menutup pintu kembali, namun bagian bawah pintu segera ditahan oleh kaki mas Agung.
"Kalau kamu gak mau bawà Risa keluar sekarang, aku yang akan masuk dan membawa pergi sekarang juga" ancam mas Agung. Tiba-tiba...
"Aku gak mau pulang dan tinggal di rumah ayah lagi. Aku mau tinggal disini sama mama!" suara Risa mengagetkan kami semua.
"Kamu dengar sendiri kan mas, apa yang Risa katakan!" ucap mba Vita merasa menang. Mas Agung berjalan menghampiri Risa.
"Kenapa Risa gak mau pulang ke rumah ayah sayang?" tanya mas Agung lembut sambil membelai rambut Risa.
"Aku gak mau punya ibu tiri. Ibu tiri itu jahat. Dia udah ambil ayah aku. Dia PELAKOR!" jleb...kata-kata dari mulut Risa sontak membuat telingaku panas dan mataku berkaca-kaca. Bagaimana mungkin Risa yang kemarin masih baik-baik aja, tiba-tiba bisa berkata seperti itu?
"Sayang...ibu Widhi gak jahat sama Risa kan? Sama adek juga. Ayo pulang nak, adek Rega nunggu kakak dirumah" bujuk mas Agung. Namun di jawab dengan gelengan kepala oleh Risa.
Aku menunduk menahan air mataku yang tetap saja mengalir ke pipiku. Ya Allah kenapa jadi begini? Kenapa tiba-tiba aku merasa di tolak oleh Risa? Apa benar aku jahat? Aku tidak merebut siapapun. Lalu apa yang harus aku lakukan ya Allah? Batinku menangis pilu.
"Risa pulang ya, sama ayah, sama ibu" ucap mas Agung masih berusaha meluluhkan Risa.
"Aku udah bilang, aku gak mau pulang ayah! Aku gak mau punya ibu tiri!" ucap Risa dengan berteriak, lalu berlari masuk ke dalam kamar. Terdengar pintu kamar di tutup dengan kencang.
Dueeerrr.
Hatiku bener-bener hancur mendengar itu semua. Aku limbung, kepalaku berdenyut dan pandangan mataku seperti berkunang-kunang. Aku mencoba mencari pegangan. Aku bersandar di pintu biar gak ambruk.
"Apa yang kamu katakan pada Risa haah??" bentak mas Agung sambil tangannya mencengkeram dagu mba Vita. Amarahnya meluap.
"Lepaskan!" teriak mba Vita sambil tangannya berusaha menepis tangan mas Agung. Namun cengkeraman itu makin kuat. Dan tiba-tiba maa Agung menghentakan cengkeramannya, tubuh mba Vita terhuyung ke belakang.
"Gila kamu mas!" ucap mba Vita berusaha tegak berdiri lagi dan memegang dagunya yang kelihatan memerah.
"Dan aku bisa lebih gila lagi kalau kamu gak menyerahkan Risa sekarang" ucap mas Agung gak mau kalah.
"Kamu kan udah denger sendiri tadi Risa bilang apa!" masih dengan suara kencangnya mba Vita menjawab, walau tangannya masih memegangi dagunya.
Mas Agung maju mendekati mba Vita dan...
Plak!
Satu tamparan mendarat mulus dari tangan suamiku. Aku melihatnya dengan mata terbelalak. Aku gak ngira mas Agung bisa semarah itu. Hati kecilku sebagai perempuan gak tega melihat ada kekerasan terhadap perempuan di depan mataku. Tapi apa dayaku? Mba Vita memegangi pipinya yang kena tampar.
"Tega kamu mas menampar aku? Tega kamu menyakiti aku, perempuan yang udah susah payah mengandung dan melahirkan anak-anak kamu? Cuma demi perempuan seperti itu?" ucap mba Vita terbata-bata sambil menangis sesenggukan.
"Kamu yang membuat aku seperti ini Vita! Dan ingat, kamu yang tega meninggalkan anak-anak yang kamu kandung dan kamu lahirkan, demi laki-laki lain yang lebih kaya dari aku, saat mereka masih kecil-kecil! Kamu lupa itu?" ucap mas Agung panjang lebar. Aku hanya diam mendengarkan semuanya.
"Aku pergi karena kamu tidak bisa memenuhi semua kebutuhanku!" jawab mba Vita lantang.
"Oh, jadi karena semua kebutuhanmu tidak bisa aku penuhi lalu kamu pergi meninggalkan kami? Oke...aku minta maaf soal itu. Sekarang kembalikan Risa kepadaku. Karena aku yang akan memenuhi semua kebutuhan Risa. Aku gak mau anaku hidup dari uang laki-laki selingkuhanmu!" ucap mas Agung.
"Enggak! Aku gak akan aku berikan padamu lagi! Akupun gak sudi anaku tinggal dengan seorang PELAKOR!" kembali kata-kata itu terdengar di telingaku.
Amarah mas Agung kelihatan makin memuncak. Tangannya udah diangkat tinggi. Aku berlari menghampiri mas Agung, berusaha menahannya.
"Udah mas...udah. Gak semua masalah diselesaikan dengan kekerasan. Istighfar" ucapku berusaha menahan amarah suamiku. Aku raih tangannya dan kugenggam erat sambil kutatap matanya. Walau hatiku sakit mendengar ucapan mba Vita, tapi aku gak bisa melihat kekerasan di depan mataku.
"Kita pulang dulu mas. Besok kita selesaikan lagi," kataku sok bijak walau hatiku menangis. Aku tuntun mas Agung untuk meninggalkan rumah itu.
"Cih...perempuan murahan. Sok jadi pahlawan! Dasar PELAKOR!" umpat mba Vita. Aku menatapnya penuh kebencian. Dasar perempuan gak tau diri, batinku.
"Ingat Vita, urusan kita belum selesai!" ucap suamiku. Aku segera membawa pergi sebelum semakin panjang urusannya.
Kami berjalan ke arah mobil. Terdengar pintu rumah di tutup dengan kencang. Kami masuk ke dalam mobil dan segera berlalu.
"Sabar mas, jangan emosi gitu" ucapku berusaha menenangkan suamiku lagi. Tanganku membelai lengannya lembut.
Mobilpun melaju pelan. Mas Agung masih terdiam dengan nafas masih terdengar ngos-ngosan. Aku tau suamiku masih berusaha menahan emosinya.
Sepanjang perjalanan aku pun hanya terdiam. Hatiku sakit sekali mengingat semua perkataan mba Vita. Aku menangis dalam diam.
Karena hari semakin malam, mas Agung membawa mobilnya ke sebuah penginapan, tak jauh dari sana. Setelah mendapatkan kamar, kami berjalan menuju kamar pesanan kami.
"Mas mau mandi dulu gak? Biar adem pikirannya?" tawarku. Tanpa menjawab, mas Agung berjalan ke arah kamar mandi. Tak lama aku dengar suara air dari kran shower. Aku menyiapkan baju ganti untuk suamiku. Lalu aku memilih duduk di sebuah kursi. Air mataku tak bisa aku bendung lagi. Aku menangis sesenggukan.
Mas Agung keluar dari kamar mandi dan segera memakai baju yang telah aku siapkan diatas tempat tidur. Kemudian dia berjalan mendekatiku. Dia berjongkok di hadapanku, menatapku dalam. Dia menghapus air mataku dengan jarinya dan membelai pipiku.
"Maafkan mas ya sayang. Kamu jadi terlibat begini" ucapnya lembut dan meraihku, mendekapku erat. Aku makin tergugu. Rasanya ingin sekali berteriak menumpahkan semua sakit hatiku.
"Kita tidur yuk sayang. Besok kita temui Risa lagi" ucap mas Agung lagi, yang aku jawab dengan anggukan.
Kami berjalan ke arah tempat tidur. Lalu kami segera membaringkan tubuh kami yang sama-sama lelah. Aku memilih berbaring membelakanginya. Lalu mas Agung memeluk ku erat dari belakang. Kami berusaha memejamkan mata, walau pikiran masih pada persoalan tadi. Sampai pada akhirnya kami sama-sama terlelap.
Pagi-pagi kami udah siap untuk ke rumah itu lagi, untuk menemui Risa. Setelah selesai sarapan yang disediakan pihak penginapan, kami langsung chek out.
Mas Agung mengendarai mobilnya menuju ke rumah itu. Sesampainya disana pintu masih tertutup rapat. Diketuk beberapa kali tak ada jawaban. Akhirnya mas Agung menggedornya. Belum juga dibuka.
Lalu terdengar langkah kaki dari samping rumah. Seorang perempuan tua, yang akhirnya aku tau dia adalah nenek dari mba Vita. Beliau mengatakan kalau mba Vita dan Risa udah pergi dari subuh tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
lagian Agung percaya aja, perempuan kalau udh jd pelacur pasti berani. karna timbul nekat jadi ngk perlu di ksh hati 🤭
2024-10-01
0