### Rentetan acara pagi itu selesai, dan dilanjutkan acara resepsi, nanti selepas dhuhur. Jeda waktu yang hanya beberapa jam, aku manfaatkan buat nyelonjorin kaki sebentar, di kamarku.
Tok..
Tok..
Tok..
Terdengar pintu kamarku diketuk dari luar. Aku pikir, itu ibu perias yang akan mengganti pakaianku. Aku sudah ngedumel saja 'ngapain sih baru aja sebentar selonjoran..gak tau apa kalau kakiku pegel banget' batinku sambil teriak "Masuk aja gak dikunci!"
Ceklek
Pintu terbuka, dan kulihat mas Agung yang berdiri di depan pintu. Aku terdiam sejenak. Agak malu juga sih, tadi aku jawabnya kenceng, kayak suara geledek.
"Oh, mas Agung..aku kira siapa...hehehe" ucapku sambil senyum-senyum, buat menutupi rasa maluku.
"Gapapa...maaf, mengganggu ya?" ucap mas Agung, seperti gak enak, karena merasa menggangguku.
"Eh...enggak kok mas...masuk aja," jawabku. Kubuat sesantai mungkin. Padahal dalam hati, malu dan juga deg deg an. Sekilas aku berfikir, ngapain coba mas Agung siang siang begini udah masuk ke kamar, jangan-jangan dia mau minta jatah. Alamak...aku belum siap. Ya Allah apa yang harus aku katakan buat menolaknya?
Aku menunduk, membayangkan hal yang aneh- aneh. Aneh menurutku lho ya, secara... aku kan gadis yang polos, walau usiaku sudah gak sedikit.
Mas Agung berjalan mendekatiku, dan duduk di sebelahku, di tempat tidurku yang gak begitu besar. Aku semakin panas dingin. Ya Allah... tolong jangan sekarang, doaku dalam hati.
"Kenapa kakimu dek? Pegel ya? Boleh mas bantu pijit? biar nanti bisa kuat berdiri lagi?" tawar mas Agung.
Aku cuma bisa mengangguk, karena terus terang masih grogi, berduaan di kamar dengan laki-laki, dan masih sedikit malu juga, karena tadi sempet teriak, waktu mas Agung mengetuk pintu.
Mas Agung mengulurkan tangannya ke arah kakiku. Aku cuma bisa pasrah, diam membisu. Badanku terasa panas dingin, tegang tiada tara.
"Rileks dek, jangan tegang gitu, biar enak mijitnya" ucap mas Agung, sambil memijIt kakiku dengan lembut.
Ya Allah...badanku semakin panas dingin, merasakan sentuhan tangan mas Agung. Selama ini, hubungan kami tidak pernah terlalu jauh, sampai pegang-pegangan kayak orang-orang yang berpacaran. Pacaran kami sehat dong. Kami hanya sesekali bertemu,itupun dirumahku,yang kadang-kadang ditemani bapak dan ibu. Sesekali mas Andi ikutan gabung, maklum... jomblo kurang kerjaan. Hehehe.
Aku masih pada mode menunduk, sampai mas Agung tiba-tiba menyentuh daguku, dengan telunjuknya.
"Kamu liatin apa dek, kok nunduk terus?" tanya mas Agung.
Asli aku malu banget, dan bingung mau jawab apa. Akhirnya aku cuma tersenyum aja, yang sengaja aku manis manisin, biar mas Agung gak tau kalau aku sebenarnya grogi.
Tiba tiba...CUP.
Untuk kedua kalinya, mas Agung mengecup keningku. Alamak...aku kaget, malu dan ah gak tau deh, pokoknya campur-campur rasanya.
"Ya udah kamu istirahat aja dulu. Nanti terus siap-siap, buat terima tamu lagi, jam satu siang. Mas mau ke depan dulu, ngobrol sama bapak. Jangan lupa sholat dhuhur ya..." ucap mas Agung, yang aku jawab dengan anggukan kepala.
Mas Agung pun keluar dari kamarku. Ah, lega rasanya. Akhirnya mas Agung keluar juga. Aku bangkit dari tempat tidur, dan berjalan ke arah meja riasku. Kutatap keningku yang tadi di kecup mas Agung, kuraba sambil tersenyum.
Kupejamkan mata, sambil membayangkan kembali rasanya. Tapi tiba-tiba pintu diketuk kembali.
Yaelah, siapa lagi sih? gak bisa liat orang seneng aja. Tapi kali ini, aku gak berani jawab pake teriak.
"Masuk aja, pintunya gak dikunci," jawabku agak kalem, sambil berjalan kembali ke arah tempat tidurku.
Ternyata ibuku, yang mau ngasih tau, kalau nanti selepas sholat dhuhur,aku mesti siap-siap, buat make up ulang dan ganti kostum.
"Siaap ibuku sayaaang...sekarang, ijinkan putrimu yang cantik jelita ini, istirahat sebentar ya..." kujawab sambil memberikan cium jauh ke arah ibuku.
"Cah gendheng...dibilangin orangtua malah becanda," sambil ngomel, ibu berjalan keluar kamar dan menutup pintunya. Aku ketawa ngakak.
Hhhh...capek juga rasanya. Aku baringkan tubuhku sebentar, sebelum nanti di make up ulang. Memang untuk acara resepsi, aku minta make up nya minimalis aja, biar cepet dan gak ribet. Pakaianku juga kebaya modern, jadi gak perlu menor. Pikiranku melayang layang entah kemana, dan tanpa terasa aku tertidur.
### Acara resepsi yang diadakan dihalaman rumah orangtuaku, berjalan lancar. Para tamu undangan yang datang, seolah gak ada habisnya, sampe tanganku rasanya kebas, menerima salaman dari mereka. Kakiku pun jangan ditanya pegalnya.
Menjelang waktu ashar, kami memutuskan untuk turun dari pelaminan, untuk istirahat dan makan siang, yang tadi belum sempat kami lakukan. Gimana mau makan, bangun tidur tadi aku buru buru sholat dhuhur, dan langsung di eksekusi oleh ibu perias, karena memang waktunya udah mepet.
Mas Agung yang kemudian sibuk menemani para tamu undangan dari kerabatnya. Aku memilih duduk sambil menikmati makananku, ditemani Mira, sahabatku, dan anak anaknya yang datang ke acara itu.
Sambil kami ngobrol ngalor ngidul gak jelas, aku memperhatikan anak anak Mira, yang aktif bergerak kesana kemari.
"Kamu gak capek Mir, ngurus anak anakmu yang aktif terus kayak gitu?" tanyaku, sambil mengunyah makanan.
"Ya capek sih,tapi mau gimana lagi, namanya juga anak-anak, kalo dilarang, malah nanti jadi pada rewel" sahut Mira santai, sambil menikmati makanannya juga.
Aku tersenyum mendengar jawaban dari Mira, sambil berfikir betapa ramainya nanti rumah kami, kalau aku punya anak sendiri. Sementara udah ada dua anak dari mas Agung.
Punya anak?
Aku membayangkan diriku hamil, dengan perut membuncit, dan pasti aku gak bisa bergerak dengan bebas.
"Mir..gimana sih rasanya kalau hamil?" tanyaku polos.
"Pingin tau rasanya?" Mira malah balik bertanya.
Aku mengangguk, dengan tatapan mata lugu.
"Gak usah di pikirin rasanya kayak apa...nanti kalau kamu hamil juga akan tau sendiri. Karena tiap orang kan beda-beda situasinya" jawab Mira, yang membuat aku sedikit mengerutkan dahi.
Aku jadi ingat, bagaimana dulu waktu Mira hamil anak pertamanya, penuh dengan drama, karena pernikahan mereka yang tidak disetujui orangtua dari mas Hasan, suami Mira. Bahkan pada kehamilan keduanya, malah rumah tangga mereka di terpa gosip miring, tentang perselingkuhan suaminya. Entah benar apa tidak gosip itu,karena aku tidak pernah bertanya pada Mira, takut dianggap ikut campur urusan rumah tangga orang lain.
Aku bergidig ngeri, dalam hati berdoa, semoga semua itu tidak terjadi kepadaku.
Tiba tiba mas Agung memanggilku, dengan melambaikan tangannya padaku, karena dia tau aku sedang memperhatikannya berbincang dengan temannya.
Aku pamit pada Mira, untuk menghampiri suamiku. Hmm..aku baru sadar, ternyata aku sekarang sudah bersuami.
Mas Agung memperkenalkan aku pada temannya. Akupun menerima uluran tangan temannya, sambil tersenyum.
Dan tiba-tiba, tangan mas Agung menyentuh ujung bibirku. Aku agak terkejut, ketika tangan itu menyentuhku. Pikiranku sudah traveling aja, gak taunya, ada sisa makanan menempel disana. Iih, jadi malu, udah ge er aja.
Aku menemani mas Agung dan temannya ngobrol, sambil sesekali masih menerima ucapan selamat, dari tamu yang masih saja terus berdatangan.
"Banyak juga ya Gung tamunya?" tanya temannya. Dijawab mas Agung dengan senyuman.
Sementara di pintu masuk, terlihat lagi serombongan tamu, yang disambut bapak dan ibu dengan hebohnya. Ternyata itu rombongan dari keluarga besar bapak, karena mereka tinggal di luar kota, jadi baru sampai disini agak sorean.
Ibu memanggilku dan mas Agung, untuk diperkenalkan kepada mereka. Ya namanya juga ibu yang selalu heboh, dia membanggakan aku, yang akhirnya bisa melepaskan masa lajang. Walaupun di usia yang lumayan terlambat, dan tentunya membanggakan menantunya, yang terkenal sebagai pemilik bengkel terbesar di kampungku.
Selesai adzan ashar, aku berpamitan untuk masuk ke kamarku, menunaikan kewajibanku.
Saat aku sedang melepas kebayaku, tiba- tiba mas Agung masuk ke kamar, tanpa mengetuknya dulu. Ternyata aku lupa menutup pintu. Reflek aku menutup bagian depanku, yang sudah setengah terbuka.
" Oh maaf dek..mas ngagetin ya?" ucap mas Agung, agak gak enak sama aku.
" Gapapa mas...aku yang lupa menutup pintunya tadi...hehehe" jawabku cengengesan, menutupi rasa malu, karena aku pastikan mas Agung melihat sedikit bagian depanku.
"Sini mas bantu lepas-lepasin pakaiannya biar cepet, terus kita sholat ashar berjamaah" ucap mas Agung santai.
What??
Itu berarti aku tel*nj*ng dong?
Oh no...batinku.
"Gak usah mas, aku bisa sendiri kok. Mas Agung tunggu diluar aja dulu, aku mau ganti baju" jawabku malu-malu.
Giliran mas Agung yang mengerutkan dahi "Kamu gak perlu malu dek, kita kan udah sah."
Cleguks.
Mati deh aku. Ya Allah... aku harus bagaimana? Aku malu banget. Akhirnya, dengan keberanian yang aku paksakan, aku menurut apa kata suamiku.
Pelan-pelan mas Agung melepas kancing depan kebayaku, yang jumlahnya gak kehitung banyaknya. Aku memejamkan mataku, dengan ketegangan tingkat tinggi. Keringat dingin sudah keluar aja.
"Udah dek..mau ganti baju dulu, apa mau begini aja?" tanya mas Agung sedikit menggodaku.
Spontan aku yang sadar kebayaku udah terlepas, menutup bagian depanku, dan berlari ke arah lemari baju, mencari kaos yang agak longgar, biar lebih cepat memakainya. Mas Agung kelihatan cengar cengir melihat tingkahku.
Tanpa membersihkan riasanku dulu, aku berpamitan ke kamar mandi, di sebelah kamarku. Aku berfikir, nanti aku bersihin pakai sabun muka aja dikamar mandi.
Tiba-tiba tangan mas Agung meraih lenganku, dan membalikkan badanku menghadap ke arahnya. Asli aku gelagapan banget. Aku menunduk, entah apa yang aku lihat dibawah. Tangan mas Agung meraih daguku, membuatku mau tidak mau menatap wajahnya yang lumayan ganteng, karena tadi sempat di rias sedikit oleh ibu perias, biar agak kinclong katanya. Karena masih malu, aku mengalihkan pandanganku ke dada mas Agung, yang masih di lapisi setelan jas yang belum dilepasnya.
Tangan satunya,beralih ke tengkuk ku dan menekan sedikit ke depan. Dia ******* bibirku dengan perlahan. Aku seperti membeku, gak tau mesti gimana.
Mas Agung melepas bibirnya dari bibirku, dan berbisik perlahan, "Nikmati aja sayang..jangan tegang."
Dan dia memulai ******* bibirku lagi. Seperti instruksinya tadi,aku mencoba menikmatinya, sampai- sampai aku terbawa suasana. Tangan kanan mas Agung mulai membelai leherku... dan terus turun ke arah gunung kembarku. Di sentuhnya perlahan dengan sedikit r*m*s*n, yang membuat bulu kuduk ku meremang.
Sesaat aku seperti melayang, menikmati sentuhan itu. Tapi tiba tiba aktifitas itu harus berhenti mendadak, saat pintu kamar diketuk dari luar. Kami sama-sama melepaskan diri. Aku rapikan bajuku yang agak kusut, karena ulah mas Agung tadi. Kemudian aku dengar mas Agung berdehem agak keras, mungkin memberi tanda kepada si pengetuk pintu, bahwa kami ada di dalam.
Ternyata ibuku yang mengetuk pintu, mau ngasih tau, kalau ada teman mas Agung yang datang. Sementara mas Agung menemui temannya, aku ke kamar mandi, untuk bersih-bersih dan ambil wudhu.
Acara terima tamu di rumah, ternyata sampai malam, karena teman-temannya mas Agung, masih banyak yang dateng. Aku bener bener lelah seharian ini, kepalaku mulai berdenyut, dan kakiku serasa kram. Aku pun pamit ke mas Agung, untuk duluan ke kamar.
"Ok..tunggu aku dikamar ya sayang. Paling sebentar lagi mereka pada pulang" bisik mas Agung pelan, gak enak kalau kedengaran tamu-tamunya.
Membuat mukaku merona, tapi tak urung aku mengangguk juga.
Sesampainya dikamar, aku langsung menjatuhkan diri di tempat tidurku, yang tidak begitu besar. Tanganku mencari ponselku, yang dari pagi tidak aku sentuh, aku meletakannya di tempat tidur.
Ku buka ponselku, dan mulai aku aktifkan. Banyak sekali notifikasi pesan masuk dari teman temanku, yang gak bisa datang ke acaraku, untuk sekedar mengucapkan selamat menempuh hidup baru.
Dan diantara banyak pesan itu, ada satu pesan dari nomor tak dikenal. Sejenak aku baca pesan tertulisnya, karena penasaran aku buka foto profilnya. Aku cukup syok saat melihat foto itu...mas Angga.
Orang yang lima tahun lalu pernah mengecewakanku, karena lebih memilih wanita lain untuk dinikahi, setelah kita menjalin hubungan selama hampir dua tahun. Rupanya blokirannya sudah dibuka lagi. Ya, dia dulu saat meninggalkanku, terus memblokir nomorku dan semua akses medsosnya. Dan akupun menghapus nomor dia dari phonebook ku.
Sejenak aku berfikir, kenapa dia tiba tiba menghubungiku? Karena rasa capek yang menderaku, lebih baik aku abaikan saja pesan darinya. Aku malas berkomunikasi lagi, dengan orang yang tidak bertanggung jawab sepertinya.
Aku non aktifkan lagi hp ku, biar gak ada yang mengganggu istirahatku. Tapi gimana kalau mas Agung yang menggangguku? Gak mungkin juga kan aku menolaknya, sementara dia sudah jadi suamiku.
Beberapa menit berlalu,tapi mas Agung belum juga masuk ke kamar. Sampai akhirnya aku tertidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments