Ceklek
Aku mengalihkan tatapanku ke arah pintu yang baru saja terbuka. Aku terkejut siapa yang datang.begitupun sebaliknya.
"Mas Alan"
"Naya" ucapku dan Alan bersamaan.
"Wah ternyata kalian sudah saking mengenal ya" ucap pak Rahmat tertawa.
"Mari duduk mas, eh pak Alan" ucaoku canggung.
"Panggil saya seperti biasa saja gapapa Nay" jawab Alan tersenyum.
"Maaf pak , tapi ini masih jam kerja"jawabku.
"Baiklah, terserah kamu saja" jawabnya dengan senyum tipis
Lalu aku menjelaskan tentang progres kerjasama dan keuntungan yang akan di dapat. Alan mendengarkan dan sesekali menganggukan kepalanya, aku sebenarnya gugup karena sedari tadi matanya terus melihat ke arahku. Meeting selesai dan di lanjutkan dengan makan siang.
"Kalian sudah lama kenal?" Tanya pak Rahmat memecahkan keheningan.
"Enggak om, aku ketemu mas Alan baru 2 kali , eh 3 kali ini"jawabku singkat.
"Iyaa om, saya ketemu Naya waktu menginap di resort, anak saya hilang dan Naya yang menemukannya" terang Alan.
Pak Rahmat memang menyuruh kami memanggilnya Om, jadi jika dinkuar pekerjaan kami memanggilnya Om.
"Oh, sudah menikah ya, saya kira masih lajang" ucap pak Rahmat tertawa.
"Iya om, saya sudah pernah menikah" jawab Alan tersenyum tenang.
"Pernah?lantas istri kamu dimana?sudah berpisah atau gimanaa" tanya pak Rahmat penasaran. Aku hanya menyimak percakapan kedua pria berbeda usia ini.
"Sudah meninggal om, waktu melahirkan putri saya" jawab Alan.
Aku dan pak Rahmat sempat terkejut, lalu pal Rahmat meminta maaf karena terlalu banyak bertanya hal pribadi.
"Andai anak saya belum menikah pasti kamu akan saya jadikan menantu"ucap pak Rahmat mencairkan kecanggungan "atau gimana kalau saya jodohkan sama Naya saja, dia juga sudah saya anggap anak sendiri" lanjutnya.
Aku melotot terkejut karena ucapan yang terlontar dari mulut pak Rahmat.
"Apaan sih om?" Ucapku lirih menundukan wajah merona dan pak Rahmat tertawa.
"Boleh, kalau Naya mau" Alan ikut menggodaku. Seketika aku melihatnya dan Alanpun juga melihatku, mata kami bersterobok , aku melihatnya tersenyum hingga kedua lesung pipinya terlihat. Aku langsung mengalihkan pandanganku karena jantungju tiba-tiba berdebar, dan aku yakin wajahkupun pasti sudah seperti kepiting rebus.
"Sudah jam 1 , mari bapak-bapak yang terhormat kita kembali ke kantor masing-masing, aku ke toilet dulu ya om, mas" pamitku berdiri segera berlalu ke toilet.
Aku masih mendengar tawa pak Rahmat dan Alan yang menertawakanku yang salah tingkah.
"Apaa nih, masa iya gue baper" aku memegang dadaku begitu sampai di toilet.
Aku membasuh muka lau mengelapnya dan sedikit touch-up dengan bedak tipis-tipis. Aku menghela nafas kasar lalu keluar dari dalam toilet.
Aku mengedarkan pandangan dan pak Rahmat dan Alan sudahh tidak ada, aku melangkahkan kakiku keluar dari dalam Restoran, aku celingukan mencari mobil yang di kendarai pak Didik tadi tapi tidak ketemu, aku mencari ponselku di dalam tas. Ada satu pesan yang membuatku mendesah kasar.
Papinya Ara
~Om Rahmat tadi bilang beliau buru-buru, jadi meminta saya mengantar kamu kembali ke kantor, saya tunggu di mobil.
Me
~Saya pulang ke kantor sendiri saja mas.
Papinya Ara calling.
"Hallo"
"Saya di mobil warna merah, kamu lihat ke arah kanan, saya tunggu"
Aku menoleh ke arah kanan, aku berjalan mendekat ke arah mobilnya Alan.
Begitu tahu aku mendekat dia menurunkan kaca jendelanya dan menyuruhku masuk ke dalam mobilnya.
"Seharusnya mas Alan tidak perlu menunggu saya, saya bisa naik taksi atau ojeg" ucapku sesaat setelah mobil keluar dari pelataran restoran.
"Tidak apa-apa, saya juga sedang senggang tidak sedang buru-buru"jawabnya fokus menyetir.
"Kamu sudah lama bekerja di tempat pak Rahmat?" Tanyanya tiba-tiba mengalihkan pandanganku yang semula melihat ke arah jendela menjadi ke arahnya.
"Lumaya mas" jawabku "Ara sama siapa mas?" Lanjutku agar suasana tidak begitu canggung dan kaku.
"Sama papa mama saya, semalama sebarnya setelah sampai rumah Ara menangis karena ingin menelfonmu tapi saya melarangnya" ucapnya.
"Kenapa dilarang mas, kalau mau telfon ya telfon saja gapapa" jawabku dengan sedikit mengerut dahi.
"Sudah malam, lagi pula kamu pasti sudah istirahat, saya tidak mau menganggu" jawabnya.
"Gapapa mas, kalau Ara yang mau telfon , telfon langsung saja gapapa" jawabku.
"Hanya Ara saja? Kalau saya sendiri yang mau telfon gimana?" Tanyanya melihatku dengan senyum tipisnya.
"Haaa, ehhh sudah sampai. Terimakasih mas sudah mengantarkan saya, salam buat Ara, assalamualaikum" ucapku buru-buru keluar dari dalam mobilnya lalu memegang dadaku yang langsung berdetak kencang.
Lama-lama bisa sakit jantung beneran kalau kayak gini. Batinku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Widia Aja
Langsung jatuh cinta
2023-01-28
0