Hampir jam satu dini hari, keduanya baru selesai membereskan kekacauan di roof top rumah mereka.
Karena kelalaian Gilang, untuk pertama kalinya Belva melakukan hal yang menuntunnya sangat berat hari ini.
Mulai dari mengepel, belanja kebutuhan rumah tangga, dan ini masih harus bersih-bersih terlebih dahulu. Padahal tubuhnya sudah meminta haknya untuk rebahan di atas tempat tidur.
Tapi Belva tidak tega membiarkan Gilang membereskan semuanya sendirian.
Belva berkali-kali menguap saat Gilang tengah mencuci piring tempat steak berkuah air hujan. Makanan itu sudah masuk ke tong sampah karena sudah tidak layak konsumsi.
"Tidur duluan aja, Bel."
"Kakak sendirian, dong?"
"Enggak apa-apa. Sebentar lagi selesai."
"Ya udah, deh. Aku ke kamar duluan."
Belva sudah berdiri di dekat tangga. Kedua matanya menatap barisan tangga dari bawah sampai atas. Rasanya tak sanggup lagi jika harus naik tangga menuju lantai tiga.
Oleh karena itu dia memilih untuk menaiki lift saja untuk sampai ke lantai tiga. Rumah Sultan. Lift jangan sampai ketinggalan.
Sesampainya di dalam kamar, Belva langsung merebahkan tubuhnya. "Aahhh... Enaknya ketemu kasur," ucapnya dengan mata terpejam.
Tak sampai lima menit, Belva sudah tertidur lelap. Lelap sekali sampai tak mendengar Gilang membuka lalu menutup kembali pintu kamar mereka.
Gilang yang melihatnya pun hanya bisa mendesah kecewa. "Gagal lagi malam ini," gumamnya pelan lalu menyusul Belva ke alam mimpi.
***
Meskipun semalam gagal malam pertama, Gilang memastikan bahwa malam ini tidak akan gagal lagi.
Sebisa mungkin Gilang menjaga stamina Belva hari ini agar tak seperti kemarin lagi. Belva terlelap karena kelelahan.
Siang hari saat Belva selesai kuliah, Gilang segera menjemput Belva agar istrinya itu tidak kelayapan dulu bersama teman-temannya.
Awalnya Belva menolak. Apalagi Belva juga menuduh Gilang akan tebar pesona lagi di kampus Belva.
Tapi Gilang bisa meyakinkan Belva dengan mengatakan bahwa Gilang tidak akan turun dari mobil. Dia akan menunggu Belva di dalam mobil. Kalau perlu menunggunya di luar gerbang kampus.
Dari dalam mobil, Gilang melihat Belva tengah berjalan dengan kedua orang temannya. Tidak akan jadi masalah kalau semua teman Belva itu perempuan.
Tapi ada satu laki-laki yang tengah tertawa bersama Belva dan satu teman perempuannya lagi. Siapa dia, Gilang tidak tahu dan tidak mau tahu.
Apalagi tangan Belva begitu ringan mendorong lelaki itu lalu kembali tertawa bersama. Gilang cemburu dibuatnya.
Saat Belva masuk ke dalam mobil, Gilang membuang muka. Membuat Belva bertanya-tanya, ada apa dengan suaminya itu?
"Hai, suami." Belva mencoba mencairkan suasana. Berpura-pura tidak tahu kalau Gilang tengah memasang wajah kesal.
Gilang menjalankan mobilnya. Meninggalkan pelataran kampus tempat Belva berkuliah.
"Kok, diam aja, sih?" Belva mencolek pipi Gilang dengan jari lentiknya. Gilang menjauhkan pipinya dari jari Belva.
"Kenapa, sih?" Desak Belva yang mulai kesal dengan sikap Gilang. Salah apa Belva sampai Gilang bersikap seperti itu kepadanya? Belva bertanya-tanya dalam hati.
"Puas banget, ya, bercanda sama laki-laki tadi? Pakai ketawa-ketawa. Nggak tau apa suaminya udah nungguin?"
"Dih, nggak ada yang nyuruh Kak Gilang jemput aku, ya. Lagian itu cuma temen. Posesif amat, sih."
"Harus banget, ya, pegang-pegang begitu kalau cuma teman?"
"Kak Gilang kenapa, sih? Udah, deh, nggak usah berlebihan. Cuma teman doang itu. Aku kan anak baru di sini. Kalau nggak ramah ke semua orang, takutnya dibilang sombong dan aku nggak punya teman."
Gilang menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Di bawah pohon rindang yang tak jauh dari kampus Belva.
Kedua matanya menatap Belva dengan lekat. "Salah nggak, sih, Bel, kalau kakak ini terlalu cemburu? Usia kamu itu terpaut jauh dengan kakak. Kamu cantik sempurna di mata semua laki-laki. Kakak takut kamu berpaling, mencari yang lebih muda dari kakak. Yang lebih tampan juga mungkin."
Belva menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Bibirnya tersenyum lebar mendengar ucapan Gilang.
Tangannya terulur untuk mengusap pipi lelaki yang dia cintai. Bahkan sejak Gilang belum merasa takut kehilangan dirinya. "Sejak awal, aku yang lebih dulu jatuh cinta sama Kak Gilang. Dan sampai sekarang, cinta itu terus bertambah setiap harinya. Apalagi kak Gilang juga sudah cinta sama aku. Sampai cemburu kayak gini. Kakak nggak perlu khawatir aku akan berpaling. Mereka semua teman. Nggak ada yang lebih dari itu. Percayalah, Kak. Cuma Kak Gilang satu-satunya lelaki setelah Papa yang sangat aku cintai."
Gilang bernapas lega. Ketakutannya perlahan menghilang setelah mendengar isi hati Belva untuk dirinya.
Bibir Gilang mencium lekat kening Belva. Saat akan turun ke bibir Belva, Belva segera menahan bibir Gilang dengan jari telunjuknya. "Sabar! Kita pulang dulu. Jangan di sini, bapak! Bisa-bisa kita digerebek orang-orang nanti."
Gilang tertawa kecil. Tapi masih bisa mencuri sedikit kesempatan untuk mengecup bibir Belva.
"Ih, nekat!"
"Dikit, Sayang. Nanti di rumah yang banyak, ya."
Hati Belva berbunga. Rona di wajahnya terlihat dengan jelas saat Gilang memanggilnya dengan sebutan sayang.
***
Belva terlalu bahagia dengan kisah cintanya bersama Gilang yang begitu penuh dengan kejutan.
Hingga dia lupa bahwa ada satu hal yang masih dia tutupi dan Gilang harus tahu akan hal ini.
Maju mundur Belva ingin mengatakannya. Tapi takut Gilang akan marah padanya jika dia mengatakan hal yang sejujurnya.
Mengatakan hal tersebut atau tidak, sebenarnya pada akhirnya nanti Gilang juga akan tahu sendiri.
Dan Belva masih belum siap dengan reaksi Gilang nanti jika Gilang tahu akan satu kebenaran ini.
Jantung Belva berdegup kencang. Malam ini Gilang sudah terang-terangan meminta haknya sebagai seorang suami. Dan atas nama kewajiban seorang istri, Belva wajib memenuhinya.
Gilang sudah meminta Belva untuk memakai salah satu lingerie yang dibelikan oleh Gilang sendiri siang tadi.
Lagipula Belva juga tidak untuk memakai lingerie pemberian Mikha. Takut Gilang akan membayangkan Mikha saat mereka melakukannya nanti.
Gilang sudah menunggu di ranjang mereka. Tapi Belva masih berdiam di dalam kamar mandi sambil mengumpulkan nyali untuk keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang hampir menampakkan seluruh bagian tubuhnya.
Juga menyiapkan hatinya untuk menerima reaksi yang akan Gilang berikan jika Belva berhasil mengatakan kebenaran itu malam ini.
Bukankah hubungan yang baik itu dimulai tanpa adanya kebohongan? Dan Belva tidak ingin ada kebohongan di dalam hubungannya dengan Gilang.
"Sayang, kenapa lama sekali kamu ini?" teriak Gilang dari dalam kamar.
Jantung Belva berdegup kencang semakin tidak karuan rasanya. "Iya, Kak. Sebentar."
Belva menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Berulangkali dia lakukan agar hatinya tenang.
Setelah di rasa siap, Belva membuka pintu kamar mandi.
Wajah Gilang yang tersenyum lebar dan menatapnya penuh dengan kekaguman membuat Belva semakin tidak bisa berkata-kata.
Dia tidak ingin kehilangan senyuman dan tatapan itu. Tapi dia harus mengatakan yang sejujurnya sebelum mereka memulai semuanya.
Keduanya berjalan untuk saling mendekat. Gilang merentang kedua tangannya untuk menyambut Belva. Belva pun segera memeluk tubuh Gilang. Menghirup dalam-dalam aroma tubuh Gilang yang semakin membuatnya begitu candu.
"Kak?"
"Ya, sayang?"
"Aku mau ngomong sesuatu. Boleh?"
"Tentu saja, Sayang. Kamu mau ngomong apa?" Suara Gilang terdengar begitu lembut. Usapan tangannya di rambut Belva juga terasa menenangkan.
Gilang memejamkan matanya. Menikmati sentuhan lembut itu. Berharap tidak akan berakhir malam ini.
"Aku..." Ucapan Belva menggantung.
"Aku apa, sayang?" tanya Gilang tak sabaran.
"Aku minta maaf, Kak."
"Minta maaf kenapa, sih? Masalah yang tadi siang? Kan, udah selesai."
"Aku..."
Gilang merenggangkan pelukan mereka. Lalu menatap wajah Belva yang tengah menunduk. "Kenapa, sih, Bel? Ada masalah apa?"
Belva memberanikan diri untuk menatap Gilang. "Aku... Aku masih peraw*n, Kak. Aku masih virgin. Aku belum disentuh oleh siapapun."
Keterkejutan di wajah Gilang tak bisa disembunyikan. Tangan Gilang yang ada di kedua pundak Belva pun terlepas. "Maksudmu apa, Bel?" Gilang berusaha untuk tetap tenang.
"Kakak jangan marah. Aku minta maaf udah bohong sama kakak. Bohong sama Papa dan Mama. Kak Gilang jangan marah sama aku, ya."
"Lalu malam itu?"
"Malam itu tidak terjadi apapun, Kak. Aku yang memesan sendiri kamar hotel itu. Dan tidak ada siapapun yang masuk ke kamar hotel itu kecuali kakak."
"Bel?" Gilang menatap Belva dengan tatapan tak percaya.
Sepolos Belva, kenapa bisa sampai berfikiran membohongi dirinya dengan cara seperti itu?
Gilang tak bisa lagi berkata-kata. Gilang memilih untuk kaluar dari kamar mereka daripada harus berbicara banyak di hadapan Belva. Dia takut emosinya tak bisa dia tahan dan akan mengucapkan hal-hal yang akan membuatnya menyesal nantinya.
"Kak Gilang. Aku_"
"Jangan ganggu saya dulu, Bel. Saya butuh waktu untuk sendiri."
Belva yang sejak awal sudah ingin menangis, akhirnya menangis juga melihat perubahan sikap Gilang.
Sejak awal dia sudah bersiap untuk hal ini. Tapi ketika benar-benar terjadi, Belva merasa tak sanggup untuk menghadapinya.
♥️♥️♥️
Update lagi. Seneng nggak? 🤓
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Runik Runma
sabar bel
2024-02-16
0
Tavia Dewi
waduh ko bohong
2023-09-09
0
Norfadilah
Kan...kan...yang sabar toh Mas...😣😣
2023-06-17
0