Part 17

Gilang menatap Belva yang tertidur lelap berbantal tangannya. Sedangkan tangan satunya menyingkirkan helain rambut yang menutupi sebagian wajah Belva.

"Tidur gini aja masih cantik banget ini anak," gumamnya dalam hati.

Napasnya begitu teratur menandakan lelapnya Belva tertidur. Sampai Gilang menatapnya selekat itupun Belva tidak merasa.

Gilang mendekatkan wajahnya. Jantungnya bisa berdegup begitu kencang saat hembusan napas Belva menerpa wajah Gilang.

Perlahan, Gilang menempelkan bibirnya pada bibir Belva. Begitu lembut membuat Gilang tak ingin menjauhkan bibirnya kalau saja Belva tidak bergerak.

Tapi geraknya Belva membuat Gilang buru-buru menjauhkan wajahnya.

Bisa-bisanya Gilang bisa setakut ini saat menyentuh perempuan. Padahal istrinya sendiri. Dulu dengan Viona yang bukan istrinya saja Gilang bisa menyentuhnya kapanpun dia mau.

Melihat Belva yang kembali terlelap, Gilang bisa bernapas lega. Setidaknya ulahnya tadi tidak membuat Belva terbangun. Tapi bagian lain dari dalam dirinya sendiri yang justru terbangun.

Kalau sudah seperti ini, Gilang pusing sendiri dibuatnya. Sebisa mungkin Gilang harus meredamnya sendiri sampai "dia" tenang kembali.

Gilang menghembuskan nafasnya dengan sedikit kasar. Merutuki dirinya yang menjadi pengecut begini.

Apa susahnya tinggal merayu Belva? Memancing Belva untuk melakukan kewajibannya sebagai istri. Gilang rasa tidak akan susah jika dia mau mencobanya.

***

Belva tak tahu dia harus senang atau kesal saat Gilang mengantarnya kuliah. Pasalnya, Gilang tak hanya mengantarnya sampai depan fakultas. Tapi juga sampai di depan kelasnya.

Yang membuat Belva kesal adalah, tatapan para cewek yang melihat Gilang. Ada yang terang-terangan mengumbar senyuman. Ada yang berbisik ke Belva meminta nomor handphonenya karena mengira Gilang adalah kakaknya. Dan itu membuat Belva tidak suka.

"Kakak ngapain, sih, ngantar aku sampai kelas? Pengen banget dilihat cewek-cewek di sini? Mau tebar pesona apa gimana?" Belva bersungut kesal.

"Biar nggak ada yang berani deketin kamu, Bel."

"Emang kenapa? Lumayan, kan, buat hiburan kalau Kak Gilang lagi di Jakarta."

Mendengarnya, sontak Gilang melayangkan tatapan tajamnya ke arah Belva. Sedangkan Belva hanya meliriknya dengan cuek.

"Balik pulang, yuk. Nggak usah kuliah." Gilang sudah menggenggam erat tangan Belva dan mengajaknya berputar arah.

"Eh, apaan, sih, Kak? Jangan aneh-aneh, deh."

"Kamu yang aneh-aneh, Bel. Masa istri kayak gitu?"

"Yaelah, bercanda doang. Bapak-bapak sensitif amat."

Lagi-lagi Gilang menatap Belva dengan tajam mendengar dirinya dibilang bapak-bapak oleh istrinya sendiri. Ya memang jarak usia mereka sepuluh tahun banyaknya.

"Bapak-bapak begini kamu juga cinta kan, Bel?"

"Kalau aku, sih, emang dari dulu cinta. Nggak tau, deh, kalau bapak satu ini cinta sama aku apa enggak. Udah, Kak. Aku ke kelas dulu, ya. Hati-hati di jalan. Jangan lupa turun dari pesawat kalau sudah sampai di Jakarta nanti. Bye kakak sayang."

Belva langsung masuk ke dalam kelas tanpa menunggu Gilang membalas ucapannya. Bahkan Gilang juga belum berpamitan dengan banyak wejangan pada Belva.

Gilang merasa tersindir. "Nggak tau, deh, bapak satu ini cinta sama aku apa enggak." Ucapan Belva masih terngiang. Secara tidak langsung memang meminta Gilang untuk menyatakan cinta.

Pagi ini juga Gilang harus kembali ke Jakarta. Dasar orang kaya, ke Jakarta - Surabaya - Jakarta lagi mudahnya seperti orang ke kamar mandi saja.

Tidak peduli seberapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk biayanya sendiri. Apalagi alasan Gilang ke Surabaya hanya karena melihat Belva berganti baju di depan kamera.

Sampai di Surabaya juga dia diam saja. Belum memiliki nyali untuk mengajak Belva membuat anak yang akan menjadikan bapak-bapak satu ini menjadi bapak betulan.

🌻🌻🌻

"Hai, anak baru, ya?"

"Tadi yang ngantar kamu itu kakak kamu, ya?"

"Posesif banget kakak kamu. Aku mau, dong, diposesifin sama dia juga."

"Aku boleh minta nomor handphone dia, kan? Boleh, dong, masa nggak boleh, sih?"

"Dia belum nikah, kan? Masih jomblo, kan?"

Belva memandang satu persatu kakak tingkatnya yang menghampirinya di kantin. Mereka berjumlah lima orang. Dan masing-masing mereka menanyakan tentang Gilang semua.

Sebenarnya bukan hanya lima gadis di hadapannya saja yang sudah menanyakan soal Gilang pada dirinya. Meminta nomor handphone, minta untuk dikenalkan.

Awalnya Belva masih bersikap biasa saja. Tapi lama-lama akhirnya Belva merasa kesal juga mendengarnya. Risih, sekaligus cemburu. "Dasar om-om kegatelan!" umpatnya dalam hati.

"Dia udah punya istri," jawab Belva membuat mereka mendesah kecewa.

"Buat kakak adik'an, deh. Gemes banget diposesifin kayak kamu tadi. Boleh, ya, bagi nomornya?" Celetuk salah satu dari mereka.

Belva rasa dia adalah ketua gengnya. Penampilannya paling mencolok di antara yang lainnya.

"Nanti istrinya marah. Enggak, deh. Aku nggak berani, Kak."

"Yaelah... Pelit amat, sih. Dimintain kakak tingkatnya juga. Nggak sopan kamu!"

Belva menaikkan satu alisnya mendengar ucapan si ketua geng. Belva dan Rania saling bertatapan. Sepertinya isi kepala mereka sama.

"Udah, yuk. Males banget sama anak baru yang sok cantik ini. Orang sombong gini, kok, pada bilang baik sama cantik. Dilihat dari mananya coba?" ucap si ketua geng yang belum Belva ketahui namanya itu. Membuat Belva bertanya-tanya, siapa pula yang membicarakan dirinya di luar sana sampai si ketua geng ini bicara seperti itu?

Si ketua geng dan pasukannya sudah pergi meninggalkan Belva dan Rania. Tentu dengan gumaman-gumaman penuh dengan kekesalan karena tak mendapatkan nomor handphon Gilang.

"Itu orang kenapa, sih?"

"Itu orang kenapa, sih?" ucap Belva dan Rania secara bersamaan.

Belva dan Rania langsung menyemburkan tawanya meskipun sebisa mungkin ditahan agar tidak terdengar oleh geng yang menghampiri mereka tadi.

"Lagian itu siapa, sih, Bel? Katanya kamu anak tunggal. Kok, punya kakak? Kakak ketemu gede, ya?" tanya Rania membuat Belva terdiam.

Belva menggelengkan kepalanya. "Emang bukan kakak, sih."

"Terus?"

Belva terdiam sejenak. Bingung akan bercerita pada Rania atau tidak. Kalau sampai Rania tahu, bisa jadi dia akan bercerita pada papanya.

Dan papanya akan cerita pada teman-teman kantornya. Akhirnya status pernikahannya tersebar begitu saja.

"Nanti, deh, aku ceritain. Belum waktunya kamu tau, Ran. Maaf, ya."

Rania tersenyum dan mengangguk paham. "It's oke, Bel. Aku nggak maksa, kok."

"Thank you."

***

"Bel, Gilang telepon katanya nggak kamu angkat, ya? Kenapa? Ada masalah?"

Belva menghembuskan napas dengan kesal. Apalagi mendengar pertanyaan dari mamanya. Sudah pasti Gilang menelepon Vita dan menanyakan keberadaan Belva. Lalu mengatakan kalau sudah ditelepon berkali-kali tapi tidak diangkat oleh Belva.

"Ngerjain tugas, Ma," jawab Belva dengan malas. Fokusnya masih pada laptop di hadapannya. Padahal aslinya belum ada tugas apapun.

"Masa kuliah dua hari udah ada tugas?"

"Ya memang gitu."

"Angkatlah sebentar. Jangan cuek gitu ke suami. Kalian itu LDR loh. Jaga pikiran masing-masing, jaga perasaan masing-masing."

"Iya."

"Ya udah. Mama keluar dulu. Telepon lagi si Gilang biar dia tenang."

"Iya, Ma...."

Tak lama setelah Vita keluar, Gilang kembali menelpon Belva. Kali ini Belva mengangkatnya, tapi tidak mengatakan apapun.

"Hallo, Bel. Kemana aja, sih, ditelepon dari tadi nggak diangkat?" Suara Gilang terdengar lega meskipun masih ada kepanikan bercampur sedikit kekesalan karena Belva mengabaikan teleponnya.

"Sibuk. Ada tugas," jawab Belva dengan ketus.

"Kok, ketus gitu, sih, ngomongnya? Jangan bohong, Bel. Kakak tahu kamu lagi nontonin Drakor."

"Suka-suka aku, dong."

"Kenapa gitu, sih, Bel?"

"Iya. Sama kayak kakak yang suka-suka tebar pesona di kampus. Kakak tau nggak seberapa banyak cewek-cewek yang pada nanyain Kak Gilang? Minta nomor Kak Gilang. Minta dikenalin. Bahkan mereka masih mau nekat waktu aku bilang Kak Gilang udah punya istri. Dasar bapak-bapak nggak tau umur! Udah punya istri sukanya tebar pesona sana-sini."

Gilang tertawa kecil di seberang sana.

"Nggak ada yang lucu!" ucap Belva menaikkan sedikit suaranya.

"Iya, maaf, ya. Maafin kakak. Kita umumin pernikahan kita aja gimana, Bel? Biar kamu nggak cemburu kayak gini."

"Aku belum siap. Aku belum pengen status pernikahan kita diumumkan. Apalagi kakak baru batal tunangan sebulan yang lalu. Apa kata orang kalau tau kita udah nikah?"

"Tuh, kan. Apa emang kamu yang mau tebar pesona? Biar dilirik sama laki-laki lain karena masih single? Ngaku, deh."

"Apaan, sih, malah nuduh aku kayak gitu? Ngeselin banget. Udah, deh. Nggak usah telepon lagi. Ganggu banget malam-malam begini."

Belva segera mematikan sambungan teleponnya. Selain itu dia juga menonaktifkan handphonenya. Malam ini dia begitu kesal dengan Gilang. Dan tidak mau Gilang mengganggunya terlebih dahulu.

♥️♥️♥️

Episodes
1 Bab 1
2 Part 2
3 Part 3
4 Part 4
5 Part 5
6 Part 6
7 Part 7
8 Part 8
9 Part 9
10 Part 10
11 Part 11
12 Part 12
13 Part 13
14 Part 14
15 Part 15
16 Part 16
17 Part 17
18 Part 18
19 Part 19
20 Part 20
21 Part 21
22 Part 22
23 Part 23
24 Part 24
25 Part 25
26 Part 26
27 Part 27
28 Part 28
29 Part 29
30 Part 30
31 Part 31
32 Part 32
33 Part 33
34 Part 34
35 Part 35
36 Part 36
37 Part 37
38 Part 38
39 Part 39
40 Part 40
41 Part 41
42 Part 42
43 Part 43
44 Part 44
45 Part 45
46 Part 46
47 Part 46
48 Part 47
49 Part 48
50 Part 49
51 Part 50
52 Part 51
53 Part 52
54 Part 53
55 Part 54
56 Part 55
57 Part 56
58 Part 57
59 part 58
60 Part 59
61 Part 60
62 Part 61
63 Part 62
64 Part 63
65 Part 64
66 Part 65
67 Part 66
68 Part 67
69 Part 68
70 Part 69
71 Part 70
72 Part 71
73 Part 72
74 Part 73
75 Part 74
76 Part 75
77 Part 76
78 Part 77
79 Part 78
80 Part 79
81 Part 80
82 Part 81
83 Part 82
84 Part 83
85 Part 84
86 Part 85
87 Part 86
88 Part 87
89 Part 88
90 Part 89
91 Part 90
92 Part 91
93 Part 92
94 Part 93
95 Part 94
96 Part 95
97 Part 96
98 Part 97
99 Part 98
100 Part 99
101 Part 100
102 Part 101
103 Part 102
104 Part 103
105 Part 104
106 Part 105
107 extra part 1
108 extra part 2
109 Extra part 3 ( END )
110 Terimakasih
Episodes

Updated 110 Episodes

1
Bab 1
2
Part 2
3
Part 3
4
Part 4
5
Part 5
6
Part 6
7
Part 7
8
Part 8
9
Part 9
10
Part 10
11
Part 11
12
Part 12
13
Part 13
14
Part 14
15
Part 15
16
Part 16
17
Part 17
18
Part 18
19
Part 19
20
Part 20
21
Part 21
22
Part 22
23
Part 23
24
Part 24
25
Part 25
26
Part 26
27
Part 27
28
Part 28
29
Part 29
30
Part 30
31
Part 31
32
Part 32
33
Part 33
34
Part 34
35
Part 35
36
Part 36
37
Part 37
38
Part 38
39
Part 39
40
Part 40
41
Part 41
42
Part 42
43
Part 43
44
Part 44
45
Part 45
46
Part 46
47
Part 46
48
Part 47
49
Part 48
50
Part 49
51
Part 50
52
Part 51
53
Part 52
54
Part 53
55
Part 54
56
Part 55
57
Part 56
58
Part 57
59
part 58
60
Part 59
61
Part 60
62
Part 61
63
Part 62
64
Part 63
65
Part 64
66
Part 65
67
Part 66
68
Part 67
69
Part 68
70
Part 69
71
Part 70
72
Part 71
73
Part 72
74
Part 73
75
Part 74
76
Part 75
77
Part 76
78
Part 77
79
Part 78
80
Part 79
81
Part 80
82
Part 81
83
Part 82
84
Part 83
85
Part 84
86
Part 85
87
Part 86
88
Part 87
89
Part 88
90
Part 89
91
Part 90
92
Part 91
93
Part 92
94
Part 93
95
Part 94
96
Part 95
97
Part 96
98
Part 97
99
Part 98
100
Part 99
101
Part 100
102
Part 101
103
Part 102
104
Part 103
105
Part 104
106
Part 105
107
extra part 1
108
extra part 2
109
Extra part 3 ( END )
110
Terimakasih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!