Sudah lewat jam dua belas malam. Tapi Gilang belum juga bisa memejamkan matanya. Dilihatnya napas Belva yang sudah mulai teratur sejak dua jam yang lalu.
Tanda bahwa dia sudah tertidur lelap setelah kelelahan menangis.
Gilang sengaja tak meneruskan perdebatannya tadi. Tak ingin memperkeruh suasana. Apalagi di bawah masih ada keluarganya. Gilang tak ingin menambah masalah jika mereka mendengar Gilang dan Belva bertengkar.
Setelah Gilang pikir-pikir, apalagi yang perlu dia cari dari dalam diri Belva agar dia bisa benar-benar yakin mencintai Belva?
Belva mencintainya dengan tulus meskipun pertama kali Gilang mengetahui hal tersebut menganggap Belva hanya main-main saja.
Belva baik, penurut, dan tidak aneh-aneh meskipun Belva adalah anak satu-satunya. Yang biasanya akan bertindak semaunya sendiri karena terbiasa dimanja sejak kecil.
Tapi hal itu tidak dia temukan dalam diri Belva.
Cantik. Belva adalah sosok perempuan yang memiliki fisik yang sempurna di mata seorang laki-laki.
Gilang pun yakin kalau di kampus Belva pasti banyak teman atau kakak tingkatnya yang mulai naksir pada Belva.
Tiba-tiba rasa khawatir muncul di benak Gilang. Bagaimana kalau akhirnya Belva akan jatuh cinta dengan temannya atau kakak tingkatnya karena dia tidak mendapatkan cinta dari Gilang?
Mendadak rasa tidak rela itu Gilang rasakan. Tidak rela jika hati Belva diberikan kepada lelaki lain selain dirinya.
Tidak rela jika Belva bahagia bersama yang lainnya.
Tidak. Gilang tidak ingin terlambat menyadarinya. Tidak ingin hal yang sudah terjadi dalam hidupnya akan terulang kembali.
Sudah cukup dia kehilangan Mikha karena kesalahan yang dia lakukan. Gilang tak ingin Belva menjadi seperti Mikha yang memilih pergi mencari kebahagiaannya dengan orang lain.
Hati Gilang mulai resah. Dia mendekat ke tempat tidur dan berbaring di belakang Belva. Perlahan mendekat dan mendekap Belva dengan erat. Dia hirup aroma wangi dari rambut indah Belva.
Ya, Gilang merasakan itu.
Gilang merasa tak ingin kehilangan Belva. Gilang merasa nyaman berada di dekat Belva seperti ini.
"Maafkan saya, Bel. Saya tidak bisa membayangkan kalau kamu benar-benar mencintai orang lain selain saya. Jangan lakukan itu. Akan saya lakukan apapun agar kamu tetap bertahan di sisiku."
***
Pukul tiga dini hari, Belva terbangun dari tidurnya. Belva begitu terkenal saat tangan Gilang memeluknya dari belakang. Dengan pelan Belva menyingkirkan lengan Gilang karena Belva ingin bangun dari tidurnya.
Kepala Belva terasa pusing karena semalam menangis terlalu lama. Kedua matanya juga terasa bengkak. Sepertinya dia membutuhkan air es untuk mengompres kedua matanya agar bengkaknya segera hilang.
Belva tak ingin mencari alasan jika ada yang bertanya kenapa bisa matanya membengkak seperti ini.
"Mau kemana, Bel?"
Belva sempat terkejut mendengar suara serak Gilang. "Mau ke bawah ambil air es. Mata aku bengkak, mau aku kompres."
"Biar saya ambilkan. Kamu di sini aja."
Belva tak menolak. Lagipula sebenarnya dia juga tidak berani jika turun ke dapur sendirian.
Beberapa saat kemudian, Gilang sudah kembali dengan membawa baskom kecil berisi air es dan juga handuk kecil. "Tiduran aja biar kakak yang bantu kompres," ujar Gilang yang membuat Belva terkejut.
'Sejak kapan kak Gilang menyebut dirinya dengan kakak? Biasanya juga saya,' ucap Belva dalam hati.
"Aku sendiri bisa, kok," tolak Belva dengan halus.
"Nurut sama kakak. Tinggal tiduran apa susahnya, sih?"
"Kenapa mendadak bawel?"
"Masa gitu aja bawel?"
Tak ingin memperpanjang debat, Belva segera menuruti perintah Gilang yang menyuruhnya untuk berbaring dan dia yang akan mengompres kedua matanya yang bengkak.
"Makanya jangan kebanyakan nangis. Jadi gini, kan, matanya bengkak."
"Kakak yang bikin aku nangis."
"Tapi kakak nggak nyuruh kamu buat nangis."
"Emang enggak. Tapi sikap kakak yang buat aku nangis."
"Sikap yang mana?"
"Kenapa kakak mendadak bawel begini, sih? Kakak mimpi apa tadi sampai berubah kayak gini?"
"Mimpi punya istri yang masih kecil dan bawel kayak kamu ini, Bel. Eh, pas bangun, mimpinya udah jadi kenyataan aja ternyata."
"Garing banget, sih. Nggak lucu."
Gilang tertawa renyah. Tawa yang membuat Belva tertegun. Pertama kalinya Belva mendengar tawa Gilang serenyah ini.
"Ini berapa lama dikompresnya, Bel?"
"Lima menit lagi, Kak. Kenapa, capek, ya?"
"Kakak nggak ada bilang capek, ya."
Belva tersenyum tipis.
Melihat bibir Belva yang sedang tersenyum manis, Gilang mendadak terpaku.
Kedua mata Belva terbuka saat beberapa saat tak dia rasakan Gilang kembali mengompresnya. "Kak, kok, diam?" tanya Belva.
Jantungnya berdetak kencang saat Gilang menatapnya begitu dalam.
Perlahan Gilang mendekatkan wajahnya pada Belva. Kedua matanya masih terpaku pada bibir Belva yang berwarna pink alami.
Tinggal beberapa centi saja bibir mereka bersentuhan. Tapi urung Gilang lakukan dan memilih mengecup kening Belva beberapa saat.
Gilang takut ini semua terlalu cepat. Dan Belva tak siap dengan apa yang dilakukan Gilang.
Kedua mata Belva terpejam menikmati kec*p*n lembut dari bibir Gilang. Gemuruh di dadanya semakin tak terkendali lagi.
"Jangan tinggalkan kakak ya, Bel," ucap Gilang membuat kedua mata Belva memanas.
Cukup sederhana, tapi hatinya sangat bahagia. Apa ini tanda bahwa cintanya mulai terbalas? Belva bertanya dalam hati.
"Bisa diulang lagi, Kak?" tanya Belva untuk meyakinkan bahwa dia tak salah dengar, dan semua ini adalah nyata.
"Jangan tinggalkan kakak. Tetap berada di samping kakak. Sampai tua nanti."
Bibir Belva tersenyum sempurna. Bersamaan dengan air mata bahagia yang keluar dari matanya.
Belva tak bisa lagi berkata-kata. Bahagia yang dia rasakan hampir sempurna. Akan lebih sempurna jika Gilang mengatakan dia mencintai Belva.
Tapi tak apa. Bukan masalah besar bagi Belva. Dia tau Gilang butuh waktu lagi untuk mengungkapkan rasa cintanya.
Belva dan Gilang saling berpelukan erat. Berkali-kali Belva meyakinkan dirinya bahwa ini semua bukanlah mimpi semata. Semuanya nyata. Pelukan yang dia rasakan pun nyata.
"Jangan nangis lagi, dong. Percuma dong kakak kompres tadi."
"Jadi nggak ikhlas bantuin?"
"Kakak nggak ada ngomong nggak ikhlas bantuin."
"Kok, lama-lama Kak Gilang nyebelin banget, sih."
"Tapi sayang, kan?"
Belva tersenyum lebar. Sekarang hatinya berbunga-bunga. Bagai ribuan kupu-kupu berterbangan di perutnya.
"Tidur lagi aja, Bel. Masih jam segini juga, kan," ucap Gilang yang sedang membereskan alat untuk mengompres kedua mata Belva.
Lalu Gilang kembali membaringkan tubuhnya di samping Belva. Bedanya, kali ini Belva dengan senang hati menghadap ke Gilang.
Dengan senyum yang merekah di bibirnya, Gilang tanpa ragu untuk beringsut memepetkan tubuhny pada Belva dan memeluk Belva dengan erat.
***
Pagi yang membahagiakan bagi Belva adalah ketika dia bangun tidur, dia berada di dalam pelukan Gilang. Hal yang ingin dia rasakan selama menjadi istri Gilang.
Kemarin, sebenarnya dia juga sangat senang saat bangun tidur dia berada di pelukan Gilang. Tapi Belva berpura-pura marah karena tak ingin Gilang menganggapnya murahan. Memeluk Gilang yang tak mencintainya.
Tapi pagi ini berbeda. Gilang yang memeluknya. Dengan dalam keadaan sadar sepenuhnya.
Kini Belva tinggal menunggu Gilang mengatakan cinta. Entah kapan, tapi Belva yakin itu tak akan lama lagi.
Belva hanya butuh waktu, bersabar sebentar saja menunggu ucapan cinta dari Gilang.
♥️♥️♥️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Tavia Dewi
sedikit da perubahan,,,,
2023-09-09
0
issa
lucu yaa mereka
2023-08-29
0
guntur 1609
mudh2an gilang gak berubah lagi.
2023-08-09
0