Belva dilanda keresahan di saat tidak mendapat kabar dari Gilang. Sudah dua hari kepulangan Gilang ke Jakarta, tapi Gilang belum juga mengabarinya.
Permintaan Belva untuk dikabari setelah Gilang sampai di Jakarta nyatanya hanya dianggap angin lalu. Jangankan ketika sudah sampai di Jakarta. Bahkan sudah dua hari pun Gilang belum juga menghubunginya.
Entah sedang sibuk. Atau memang lupa jika Belva sudah menjadi istrinya.
Belva juga tak berani menghubungi Gilang lebih dulu. Alasan Gilang menikahinya membuat Belva tak berani lagi untuk bersikap agresif seperti saat mengejar Gilang dulu.
Belva tak tahu harus apa dengan pernikahannya ini. Benar apa yang dikhawatirkan Vita. Anaknya yang baru genap usia sembilan belas tahun saat pengumuman kelulusan sekitar dua bulan yang lalu itu belum paham soal pernikahan.
Akan lebih baik dia kuliah, bermain, belanja bersama teman-temannya.
Tapi Belva tak menyesali apa yang telah menjadi keputusannya. Kuliah dengan status menikah juga tidak masalah, bukan?
Belva membuka situs halaman sebuah kampus tempat dia mendaftarkan kuliah, tanpa sepengetahuan orangtuanya pula. Hal itu dia lakukan sebulan setelah kelulusannya. Juga sudah melalui serangkaian tes untuk masuk ke universitas tersebut.
Itupun hanya iseng saja sebenarnya. Otaknya yang pas-pasan membuatnya merasa malas untuk kembali sekolah.
Tapi siapa sangka kalau dia justru diterima di salah satu universitas ternama di Surabaya? Belva jadi bingung sendiri. Tetap kuliah atau mengabdikan seluruh hidupnya untuk menjadi seorang istri. Seperti keinginannya sejak awal.
"Kuliah-lah, Belva. Udah, deh, mikirin nikahnya nanti-nanti aja. Nikmatin dulu masa mudanya. Kuliah, jalan-jalan, jajan, belanja. Masa anaknya Pak Darmawan pendidikannya cuma sampai SMA doang?"
Belva mengedipkan kedua matanya dengan cepat, membuatnya terlihat begitu lucu. Tidak tahu saja si Eliza, sahabatnya, kalau Belva sudah resmi menjadi seorang istri.
Pernikahannya yang sengaja tidak dipublikasikan bahkan digelar dengan sangat private tak membuat orang-orang mengetahui hal tersebut. Bahkan sahabat Belva sendiri. Entah apa jadinya nanti jika Eliza tahu soal pernikahan Belva.
"Emang jadi anaknya Pak Darmawan harus kuliah, ya?"
"Ya kalau Lo nggak ada bekal pendidikan siapa yang akan jadi penerus harta Papa Lo yang nggak ada batasannya itu?"
"Lebay, ah. Masa duit nggak ada batasnya."
"Habisnya kaya banget. Sayang anaknya rada-rada sangklek."
"Apa, sih, El? Ngeselin!"
Eliza tertawa melihat Belva terlihat kesal. "Jangan disia-siakan tuh kesempatan. Cepetan daftar ulang. Waktu Lo nggak lama."
"Iya, bawel!"
🌻🌻🌻
Gilang tersenyum tipis melihat Belva masih tertidur lelap di balik selimut tebalnya.
Untuk menyelesaikan pekerjaannya di Surabaya, Gilang tak lagi harus menginap di hotel. Ibarat pulang, dia sudah ada rumah untuk dituju. Yaitu rumah kedua orangtua Belva.
Mendatangi Belva karena sekarang Belva adalah istrinya.
Rasa bersalah di hati Gilang terasa membesar saat menyaksikan wajah polos Belva yang tertidur lelap. Bukan dia lupa untuk tidak mengabari Belva setibanya di Jakarta tiga hari yang lalu.
Hanya saja Gilang belum terbiasa untuk melakukan hal tersebut. Gilang terbiasa sendiri tanpa ada yang harus dikabari selain Mama dan papanya. Itupun akan Gilang lakukan jika Yunita sudah mengomel sepanjang rel kereta.
Gilang masih menatap wajah Belva saat Belva menggeliat dan membuka matanya secara perlahan. "Kak Gilang?" tanyanya dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka.
"Nggak ah, cuma halu." Belva berbalik badan membelakangi Gilang dan menutup wajahnya dengan selimut.
"Eh, kok, malah tidur lagi? Udah sore, bangun!" kata Gilang membuat kedua mata Belva terbuka sepenuhnya.
"Loh, beneran Kak Gilang? Aku pikir aku cuma halu aja tadi. Maaf, Kak."
Gilang tertawa kecil. "Nggak apa-apa."
"Kak Gilang kapan sampainya, kok, aku nggak dengar?"
"Belum lama. Kamu tidur nyenyak banget jelas nggak dengar saya datang."
Belva mengangguk membenarkan. "Kak Gilang udah makan?"
Gilang menggelengkan kepalanya. "Belum."
"Ya udah ayo makan dulu. Budhe udah masak banyak tadi."
Budhe adalah panggilan untuk asisten rumah tangga di rumah Belva.
"Ada acara apa kok, masak banyak? Bukannya Papa dan Mama lagi ke Denpasar?"
Belva tersenyum lebar. "Aku udah feeling, sih, Kak Gilang mau datang. Biasanya juga tiga hari sekali kakak ke Surabaya. Jadi aku minta tolong budhe untuk masak yang agak banyak. Turun, yuk."
Tanpa menunggu Gilang, Belva segera keluar dari kamar menuju meja makan. Dimana sudah tersedia banyak macam lauk pauk dan sayuran yang Belva minta untuk dimasakkan guna menyambut kedatangan Gilang.
"Nasinya jangan banyak-banyak, Bel," ucap Gilang pada Belva yang sedang menyendokkan nasi ke piring Gilang.
"Oke. Mau sup sayurnya?"
"Boleh."
"Pakai ayam goreng sama tempe. Ditambah sambal bawang enak banget, Kak. Cobain, deh."
"Sambalnya jangan banyak-banyak. Saya nggak terlalu suka makanan pedas."
"Oh, oke. Noted. Lain kali bikin sambalnya nggak perlu banyak-banyak kalau gitu. Selamat makan, Kak Gilang."
Belva full senyum saat memberikan sepiring nasi yang sudah lengkap dengan sayur dan lauknya pada Gilang.
Gilang sempat terpana. Namun segera menepisnya. Takut rasa itu hanya sementara dan terlanjur membuat Belva bahagia. Jika hanya sesaat, Gilang takut Belva merasa sakit hati atas sikap Gilang.
"Kamu nggak makan, Bel?"
"Belum lapar, Kak. Tadi udah makan di luar sana temen aku."
"Oke."
***
Gilang duduk di pinggir kolam renang, menunggu Belva selesai berenang. Gadis belia yang menjadi istri Gilang itu terlihat begitu piawai bermain di dalam air.
Berenang kesana kemari tanpa lelah. Bahkan bisa tahan menyelam di dalam air selama lebih dari lima menit.
Tentu saja. Belva sendiri sudah terlatih renang semenjak dia berusia lima tahun.
Gilang segera mengulurkan handuk saat Belva naik ke permukaan dan duduk di pinggiran kolam. Handuk kimono untuk menutupi lekuk tubuh sintal milik Belva yang mendadak membuat Gilang menelan ludah.
"Udah berenangnya. Udah sore takutk kamu masuk angin terlalu lama main air."
Belva terkekeh kecil. "Udah biasa, kok, renangnya lama begini."
Gilang mengulurkan tangannya untuk membantu Belva untuk berdiri. Tanpa ragu Belva menerima uluran tangan tersebut.
"Maaf, ya, Bel," ucap Gilang tiba-tiba. Membuat Belva menoleh dan memandang Gilang dengan lekat.
"Maaf untuk apa, kak?"
"Kemarin saya nggak ngabarin kamu. Saya_"
"Nggak sempat, ya, Kak? Atau malah lupa karena nggak biasa." Belva tertawa kecil menutupi rasa sedihnya. Belva tak ingin terlihat menyedihkan di hadapan Gilang.
Gilang tersenyum canggung. Merasa tak enak hati atas apa yang dia lakukan. Lagi pula, kenapa juga bisa tepat sekali tebakan Belva. Gilang tak terbiasa akan hal tersebut.
"Kakak nggak harus ngabarin aku kalau kakak keberatan. Atau nggak biasa melakukannya. Yang terpenting kakak baik-baik aja di sana. Itu udah cukup buat aku. Aku ke kamar dulu buat mandi, ya, Kak."
"Iya, Bel."
***
Meskipun sudah lima hari menikah, tapi ini adalah malam kedua mereka berada di dalam kamar yang sama sebagai suami istri.
Belva tak berharap lebih lagi karena Gilang sudah membaringkan tubuhnya di atas sofa.
"Kak?" Belva bersuara.
"Ya?" Gilang menjawab tanpa melihat Belva.
"Aku keterima di universitas xxx."
Gilang yang semula sudah merebahkan diri kini kembali menegakkan tubuhnya setelah mendengar ucapan Belva. "Keren tuh. Kenapa baru bilang?"
"Baru kemarin aku taunya. Aku juga baru ngomong ke kak Gilang. Belum ngomong sama Papa Mama."
"Terus kenapa kayak sedih gitu? Bukannya seneng, ya, mau kuliah?"
"Padahal aku daftarnya cuma iseng, kak. Taunya malah keterima."
"Rejeki itu namanya. Jadi harus dimanfaatkan dengan baik, ya. Kuliah yang bener."
Belva menganggukkan kepalanya. Belva pikir Gilang akan mengatakan, "kalau kamu kuliah di sini, saya nggak bisa bawa kamu ke Jakarta."
Tapi ternyata itu hanya ekspektasinya saja. Realitanya justru Gilang terlihat bahagia mendengar Belva diterima di universitas di Surabaya.
***
Tadi aku udah browsing pemirsa. dan ternyata beberapa universitas masih membuka pendaftaran sampai bulan Agustus. bahkan ada juga yang sampai bulan Oktober. nggak pernah kuliah. semua modal browsing. 😅😅
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Tavia Dewi
nikah hanya status ja kasihan,,klo saya jujur lebih baik di cintai dari pada mencintai.kasihan Lo bel
2023-09-09
0
ardwdw
bikin si Belva pinter ya thor
2023-08-28
1
Didik Setyawan
crta aneh,ngajak'n nikah tp gk pnya nfsu.crta munafik nie...
2023-03-12
1