Yunita si baik hati. Mungkin itu adalah sebutan yang cocok untuk ibu dua anak tersebut.
Sejak dulu, Yunita tak pernah bisa membenci siapapun. Jika dia marah pun tak akan bertahan lama. Sebesar apapun amarahnya.
Ulah Gilang kemarin sudah Yunita maafkan dengan ikhlas meskipun Yunita dan Anton harus menerima amarah dari kedua orangtua Jihan, dan berakhir mereka memusuhi keluarga Anton karena dianggap telah mempermainkan Jihan dan mempermalukan mereka.
Bagaimana tidak? Pertunangan yang digelar begitu mewah itu tak membuat Gilang mempertahankan Jihan. Hubungan mereka berakhir begitu saja bahkan saat belum ada dua puluh empat jam bertunangan.
Yunita juga dengan mudah menerima Belva yang digadang-gadang akan segera dinikahi oleh Gilang.
Dengan tetap memberikan senyum terbaik, Yunita membantu Belva untuk mencari gaun pengantin yang cocok untuk Belva melaksanakan akad nikah dua Minggu lagi.
Cepat, ya? Iya. Gilang memutuskan semuanya dilakukan dengan begitu cepat agar jika Belva benar-benar hamil, hal itu tidak akan menimbulkan kabar bahwa Belva sudah lebih dulu hamil sebelum menikah dengan Gilang.
Pernikahan tak akan digelar dengan mewah dalam waktu dekat. Bisa satu atau dua tahun lagi. Lagi-lagi semuanya untuk mengantisipasi keadaan Belva nantinya.
Saat Yunita tengah berbincang dengan designer sekaligus temannya itu, Mikha yang turut menemani ibu mertuanya berjalan mendekati Belva.
Mikha tersenyum dan Belva membalasnya dengan malu-malu.
"Udah berapa lama kenal sama Gilang?" tanyanya dengan suara yang begitu pelan.
"Tiga bulan, Kak," jawab Belva tak kalah pelan. Juga dengan menunduk malu.
"Umur kamu berapa, Bel?"
"Sembilan belas."
"What?" Mikha segera menutup mulutnya karena berbicara terlalu keras. "Yang lebih muda dari dia banyak. Yang masih perjaka juga banyak. Kok, mau, sih, sama duda tengil kayak dia?"
"Kak Mikha cemburu?"
"Hah?" Mikha tak bisa menahan tawanya mendengar pertanyaan Belva yang terdengar polos.
"Nggak ada cemburu-cemburu, Belva. Cuma heran aja, kok, gadis belia kayak kamu ini suka sama si duda ngeselin itu. Diapain kamu sama dia, Bel? Em, maksudku kamu diguna-guna apa gimana bisa suka sama dia?" Mikha segera meralat ucapannya. Takut akan menyinggung Belva.
"Aku yang lebih dulu bilang suka, Kak."
"Hah?" Lagi-lagi jawaban Belva membuat Mikha terperangah.
"Kenapa, Kak? Terlalu agresif, ya?"
"Eng... Ya enggak juga, sih. Namanya cinta juga harus diperjuangkan, kan?"
Belva mengangguk lagi dengan malu-malu.
Cinta. Ya, Belva mencintai Gilang. Meskipun bukan cara seperti ini yang Belva mau untuk mendapatkan Gilang.
***
"Parah, sih, Lang. Yang Lo nikahin ini pantasnya jadi adik Lo, bukan? Jaraknya sepuluh tahun. Gila! Lo apain tu cewek sampai Lo harus nikahin bocah begitu?"
"Dia bocah yang udah bisa diajak bikin bocah juga, Kak. Mending Lo diem, deh."
"Lo udah tidur sama dia?"
Gilang menggaruk kepalanya yang sebenarnya tak terasa gatal mendengar pertanyaan Gavin. Setelah bertahun-tahun, ini pertama kalinya mereka mengobrol santai seperti ini.
"Nggak ada gue nidurin dia. Kita menikah juga karena sama-sama mau."
"Oh." Gavin ber-oh-ria mendengar jawaban Gilang yang sebenarnya tak membuat Gavin percaya begitu saja.
Tapi Gavin juga tak ingin bertanya lebih jauh soal urusan pribadi Gilang dan Belva.
"Sayang." Obrolan Gavin dan Gilang terhenti karena tiba-tiba Mikha masuk ke dalam ruangan Gavin.
"Eh, ada Gilang," ucapnya saat melihat Gilang duduk di sofa.
Gilang mengangguk dan segera mengalihkan pandangannya. Tak tahan melihat kecantikan Mikha yang bertambah berkali-kali lipat setelah Mikha menjadi istri Gavin.
Suasana semakin menggerahkan bagi Gilang saat Mikha bergelayut manja di lengan Gavin. "I miss you," ucap Mikha pada Gavin. Pelan namun masih bisa didengar oleh Gilang.
Gilang mulai jengah. Memilih beranjak dari tempat duduknya dan keluar dari ruangan Gavin. "Gue cabut dulu, lah, daripada gangguin yang mau bercocok tanam," ucap Gilang.
"Memang seharusnya begitu," balas Gavin membuat Gilang menatapnya dengan kesal.
"Kakak mau aku nggak sekarang?" tanya Mikha dengan genit. Duduk Mikha sudah berpindah ke atas kedua paha Gavin.
"Nggak akan pernah menolak."
Tak peduli dimana pun dan kapanpun. Selama itu aman, Gavin dan Mikha selalu memanfaatkannya.
🌻🌻🌻
"Saya terima nikah dan kawinnya Redynka Belva Inara binti Darmawan Ajie dengan maskawin tersebut dibayar tunai."
Ijab qobul sudah diucapkan dalam satu tarikan napas. Sebagai tanda bahwa kini Belva dan Gilang sudah resmi menjadi suami istri.
Belva bahagia. Meskipun ada sejuta kekhawatiran di dalam hatinya. Apalagi Belva tau kalau Gilang tidak mencintainya.
Pernikahan dilaksanakan di Surabaya, di kediaman kedua orangtua Belva. Dan dihadiri oleh keluarga inti saja, serta bapak ketua RT dan RW.
Sebisa mungkin Belva dan Gilang menunjukkan wajah bahagia. Menunjukkan bahwa mereka menikah karena cinta, bukan karena terpaksa.
Kedua orangtua Belva pun tentu tahu akan hal tersebut. Tapi mereka juga turut bersandiwara. Memberikan senyum bahagia meskipun rasanya telah gagal menjadi orangtua.
***
"Besok pagi saya harus kembali ke Jakarta. Ada pekerjaan yang tidak bisa saya tinggalkan. Kamu mau ikut?"
Pertanyaan macam apa yang Gilang berikan? Bukankah seorang istri memang sebaiknya mengikuti kemanapun suaminya tinggal jika tempat itu memungkinkan?
Lalu kenapa Gilang masih mempertanyakan hal tersebut? Apakah Gilang berharap Belva tidak ikut dengannya?
Pertanyaan itu hanya berputar di kepala Belva tanpa berani untuk mengungkapkannya. Belva yang cerewet dan manja itu mendadak menjadi pendiam setelah malam itu.
"Boleh aku di sini saja?"
Gilang mengangguk tanpa ragu. Tanpa mempertimbangkan pertanyaan Belva. "Boleh. Aku akan sering ke sini nantinya."
Belva menganggukkan kepalanya.
Jika pengantin lain, malam pertama akan menjadi malam yang indah bagi mereka. Dimana sudah sah untuk saling menyentuh satu sama lain.
Tapi tidak dengan Belva dan Gilang. Belva tak mungkin berharap lebih malam ini. Gilang juga tak akan mungkin menyentuhnya.
Lihat saja dia! Gilang lebih memilih tidur di atas sofa daripada harus satu ranjang bersama Belva.
Belva sadar diri. Ini salahnya. Jadi dia tak berhak untuk mendapatkan yang lebih dari ini semua.
***
"Nggak besok aja, Lang? Istirahat dulu di sini beberapa hari," ucap Vita saat mereka mengantar Gilang sampai ke depan mobil.
"Lagian kenapa Belva nggak ikut?"
Belva tertawa kecil. "Belva masih pengen tinggal di rumah ini beberapa waktu, Ma. Nanti kak Gilang akan sering ke sini, kok."
"Iya, Om, Tante. Saya akan sering ke sini nantinya. Selain pekerjaan yang belum selesai, juga ada istri yang harus saya datangi."
Jantung Belva berdebar. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman lalu menundukkan kepalanya dengan malu.
"Jangan panggil Om dan Tante. Panggil Papa dan Mama, Lang."
"Iya, Pa."
"Saya sangat berterimakasih sama kamu untuk semua ini, Lang. Saya tidak tahu akan bagaimana jadinya kalau kamu tidak ada." Darmawan menepuk pundak Gilang pelan.
"Bukan masalah besar, Pa. Doanya saja untuk kamu agar kami bahagia selalu."
"Pasti, Lang. Doa Papa dan Mama tidak akan pernah putus untuk kalian."
"Saya pamit, Pa, Ma."
"Hati-hati, ya, Lang."
Setelah menyalami Vita dan Darmawan, Gilang mengulurkan tangannya untuk menyalami Belva.
Belva sempat terdiam sesaat sebelum Vita menyenggol lengannya dan membuat Belva tersadar.
Belva segera meraih tangan Gilang dan menciumnya sebentar. "Jadi begini rasanya dipamitin suami," ucap Belva dalam hati.
"Saya pergi dulu, Bel. Baik-baik, ya, di sini."
"Iya, Kak. Kak Gilang hati-hati, ya. Kabarin kalau sudah sampai."
"Iya."
***
Belva sedang duduk termenung di pinggir kolam renang saat Vita mendekatinya. Belva tak menyadari kedatangan Vita kalau saja Vita tak memercikan air ke wajah Belva.
"Mama, ih. Bikin kaget."
"Kamu yang melamun sampai nggak sadar Mama di sini."
Vita menceburkan diri ke dalam kolam renang. Berenang memutari kolam renang sebentar sebelum kembali mendekati Belva.
"Kamu kenapa nggak ikut Gilang ke Jakarta, Bel?" tanya mamanya. Hal yang membuat Vita begitu penasaran saat Gilang berpamitan namun Belva tak ikut pergi dengannya.
"Belva takut Kak Gilang malu kalau Belva ikut, Ma."
Vita paham akan apa yang dirasakan Belva. Walaupun hatinya merasa marah dengan keadaan Belva, namun Vita tak bisa mengungkapkannya.
Sadar tak akan merubah keadaan. Juga karena Belva pasti butuh dukungan dalam menghadapi situasi yang buruk di hidup Belva.
"Mama dan Papa selalu berdoa yang terbaik untuk kalian, Bel. Jadi anak dan istri yang baik, ya. Gilang sudah berbaik hati menolong keluarga kita."
"Maafin, Belva, ya, Ma, udah buat Papa dan Mama malu."
"Enggak, sayang. Lagipula nggak ada yang tau kan, soal hal ini. Semuanya masih seperti biasanya. Tidak berubah sama sekali."
Belva ingin memeluk Vita. Namun sebelum Belva berhasil memeluk mamanya, mamanya lebih dulu menarik tangan Belva hingga Belva tercebur ke dalam kolam.
"Mama!!!"
Keduanya lalu tertawa seolah telah melupakan permasalahan yang ada. Dan akhirnya pun mereka berenang bersama
♥️♥️♥️
Ada yang kangen Mikha-Gavin nggak? Tuh lewat walaupun cuma bentar. 😌
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
ardwdw
thor tanggung jawab kan jadi sedih😭
2023-08-27
1
Fitria San gar
🤣🤣🤣🤣
2023-07-29
0
Arbellbela
Masih penasaran sma belva apakah dia emng mom it di perkisa Thor 🤧 joba Kasi oenjelasan
2023-04-30
0