Kalau dipikir Belva akan meninggalkan kantor papanya setelah membiarkan pujaan hatinya bersama dengan perempuan itu, itu salah.
Tentu Belva tak akan tinggal diam. Mana mungkin dia rela pujaan hatinya dekat-dekat dengan perempuan lain seperti itu? Tidak bisa dibiarkan.
Selama janur kuning belum melengkung, Gilang masih milik bersama. Alias masih bisa diperjuangkan.
Jika ada yang bilang masih banyak lelaki di luar sana yang perjaka, lebih tampan dari Gilang, Belva tak peduli. Namanya juga cinta, terlanjur jatuh hati, sekelas Refal Hadi lewat di depan mata pun yang ada di hati Belva hanya Gilang si duda tampan itu.
Tak peduli juga dengan masa lalunya. Belva memang tak mendengar cerita dari siapapun soal masa lalu Gilang. Tapi internet tidak akan mengecewakan Belva dalam mencari informasi tentang Gilang dan kisah hidupnya.
Berselingkuh dari Mikha. Lalu pada akhirnya Mikha menjadi kakak iparnya. Kasian sekali memang.
"Non, bapak bilang saya harus mengantar Pak Gilang dan kedua rekannya ke hotel," ucap Pak Bambang yang membuat Belva terkejut.
"Hotel?"
"Betul, Non."
"Terus si perempuan itu sama Kak Gilang tidur sekamar begitu?"
Bambang sempat terdiam mendengar pertanyaan Belva yang menurutnya aneh. Iya aneh. "Saya nggak tau soal itu, Non."
"Oh, iya, ya. Pak Bambang mana tau," gumam Belva menyadari kekeliruannya.
"Nah, si Papa telpon aku."
Belva tahu papanya akan mengomel sepanjang rel kereta kalau Belva mengangkat telpon dari papanya. Tapi jika dibiarkan saja, masalahnya akan menjadi lebih besar.
"Halo, Pa," ucap Belva saat akhirnya memutuskan untuk mengangkat telepon dari papanya.
"Dimana kamu, Bel? Pak Bambang harus mengantar Gilang dan temannya ke hotel."
"Kak Gilang sama Juan aja, Pa. Yang perempuan itu nggak usah."
"Apa maksudmu, Bel? Mana mungkin Gilang meninggalkan calon istrinya sendiri?"
"Calon istri, Pa? Tadi Kak Gilang bilang cuma temen dekat. Kenapa Papa bilang dia calon istrinya Kak Gilang?"
"Ya Gilang sendiri yang cerita kalau dia dijodohin sama Jihan."
Belva menahan kekesalannya mendengar Gilang akan dijodohkan dengan perempuan lain. Belva rasa ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Belva harus segera bergerak untuk mengambil kembali apa yang seharusnya jadi miliknya. Sedikit memaksa memang.
"Cepetan, Bel, kamu dimana?"
"Papa, sih, bilangin suruh jodohin aku sama Kak Gilang nggak cepet-cepet dilakuin. Keduluan orang, kan? Ah, kesel sama Papa. Papa suruh mereka cari taksi online aja. Jangan pakai mobil yang biasa Belva pakai. Nggak suka ada bekas perempuan itu."
"Tapi, Bel_"
Belum sempat Darmawan menyelesaikan ucapannya, Belva sudah lebih dulu mematikan sambungan telepon tersebut.
Lagi pula, mobil fasilitas kantor tidak hanya satu. Kenapa harus mobil yang biasa Belva gunakan yang dipakai untuk mengantar mereka ke hotel?
***
Belva meminta Bambang untuk memarkirkan mobilnya di tempat yang tak jauh dari kantor papanya. Guna mengawasi gerak Gilang dan Jihan tentu saja.
Belva rasa dia tidak akan tenang sebelum memastikan apakah Gilang dan Jihan akan tidur dalam satu kamar atau tidak.
Setelah mobil yang dinaiki Gilang keluar dari area kantor, Belva segera meminta Bambang untuk mengikutinya.
Hotel tempat mereka menginap adalah hotel yang biasa Gilang tempati saat berkunjung ke Surabaya. Letaknya hanya sekitar tiga kilometer dari kantor Darmawan.
Diam-diam Belva mengikuti Gilang sampai ke depan resepsionis. Belva duduk di atas sofa yang di sediakan dan menutup wajahnya dengan majalah yang ada di sana.
"Reservasi atas nama Gilang Pratama. Dua kamar, ya, Pak?"
"Tuh, kan, apa aku bilang. Pasti mereka sekamar, deh. Ngeselin banget, sih." Belva mengomel sendiri mendengar ucapan resepsionis tersebut. Apalagi saat melihat Gilang mengangguk mengiyakan ucapan resepsionis tersebut.
Belva melangkahkan kakinya meninggalkan hotel tersebut bersamaan dengan Gilang dan dua orang yang bersamanya masuk ke dalam lift. Sambil memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa merebut hati Gilang dan menyingkirkan Jihan dari hidup Gilang.
🌻🌻🌻
Jihan pikir pergi bersama Gilang adalah cara yang Gilang tempuh untuk pendekatan dengannya. Nyatanya tidak. Keesokan harinya, Gilang dan Jihan berjalan sendiri-sendiri mengurus pekerjaan mereka masing-masing.
Bahkan Gilang tak pernah sekalipun Gilang menghubunginya untuk memastikan keadaan Jihan.
Sejak awal Jihan sadar bahwa tidak akan mudah untuk membuka hati Gilang. Jihan juga tidak akan memaksa jika Gilang akhirnya tidak akan memilih dirinya.
"Hai!"
Jihan tersentak saat melihat sosok di hadapannya. Gadis muda yang kemarin terlihat sinis saat melihat dirinya turun dari mobil bersama Gilang.
"Ha-hai." Dengan ragu Jihan membalas sapaan Belva.
"Boleh aku duduk di sini?"
Jihan mengangguk dan mempersilahkan.
"Sendirian aja, Kak?" tanya Belva setelah dua mendudukkan tubuhnya ke atas kursi.
"Iya. Habis meeting sama klien."
"Oh. Kak Gilang dimana, kok, tumben sendiri? Bukannya sejak kemarin nggak pisah, ya?"
Jihan mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Belva. "Maksudmu?" Jihan meminta penjelasan.
Belva tertawa hambar dan mengibaskan tangannya pelan. "Lupakan, Kak! Itu nggak penting. Pacaran udah lama sama Kak Gilang?"
"Hah?"
"Kenapa kaget gitu, kak?"
"Eng-enggak. Nggak apa-apa. Kami berdua cuma _"
"Hai, sayang!" Ucapan Jihan terhenti saat tiba-tiba Gilang datang dan mengusap rambut Jihan dengan lembut. Dan apa yang dia ucapkan tadi? Sayang?
Jihan terlihat canggung. Sedangkan Belva langsung melengos tak suka.
"Udah lama di sini? Aku telepon kenapa nggak diangkat?" Gilang bertanya.
"Ehm. Handphone aku silent. Lagi ngobrol sama dia."
Gilang mengikuti arah jari Jihan menunjuk. Lalu pura-pura terkejut saat melihat Belva. "Lho, ada Belva juga di sini? Sudah lama, Bell? Nggak pesan minum?" tanya Gilang. Padahal sejak awal dia sudah tau ada Belva yang duduk di hadapan Jihan.
Belva menganggukkan kepalanya dengan ekspresi wajah datar. Rasa cemburu benar-benar membakar hatinya. Tega-teganya Gilang bersikap seperti itu di hadapannya padahal Gilang sudah tau kalau Belva menyukainya.
"Aku permisi dulu," ucap Belva lalu pergi begitu saja.
Gilang hanya menggelengkan kepalanya melihat Belva yang beranjak pergi. Sebenarnya kasian juga melihat Belva cemburu. Tapi Gilang tak punya cara lain untuk membuat Belva berhenti mengejarnya.
"Maaf kalau saya sedikit memanfaatkan kamu," ujar Gilang yang hanya di balas oleh Jihan dengan sebuah anggukan kecil.
"Saya tidak punya cara lain untuk membuatnya berhenti mengejar saya."
"Kenapa? Dia cantik, manis."
"Tidak cukup jika hanya soal itu yang menjadi alasan. Tapi memang hati saya yang belum sepenuhnya bisa menerima orang baru. Apalagi gadis belia yang usianya terpaut jauh dengan saya."
Jihan diam mendengar penjelasan Gilang. Baru juga memulai usaha untuk membuka hati Gilang, namun Gilang sudah mengeluarkan statement yang mendadak membuat Jihan ingin menyerah.
Sebenarnya, seberapa besar cinta Gilang untuk Mikha sampai Gilang sulit untuk membuka hatinya kembali?
Bukankah terus mencintai Mikha hanya akan membuat hatinya semakin sakit? Setiap hari melihat Mikha bermesraan dengan Gavin. Itu bukanlah hal yang mudah, kan? Lalu kenapa Gilang masih bertahan?
"Kamu hanya perlu membiasakan diri, Mas. Jangan terlalu dipaksa. Semua akan terbiasa saat kamu mau melakukannya."
"Maksudmu?"
Jihan tersenyum tipis. "Tak apa. Saya harus pergi sekarang. Masih ada urusan."
"Saya antar."
"Tidak perlu. Selesaikan pekerjaanmu dan istirahatlah."
Jihan meninggalkan Gilang tanpa menoleh lagi. Rasanya ingin menyerah, tapi ini baru permulaan. Jihan tak biasa mengejar lelaki seperti ini. Tapi entah kenapa dengan Gilang dia mau melakukannya.
♥️♥️♥️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Tavia Dewi
hati-hati sama cewek diam-diam melepuh dan hati-hati sama cewek yang suka mengejar cowok yang di suka tapi jika cinta y terluka terlalu dalam maka akan mundur dan di situ u kelimpungan,,,,,
2023-09-09
1
My Loey (Araiyyaa)
slebewwww😭😭😭👍
2023-03-05
2
Hartaty
ada saingan nih
2023-03-01
1