Pemilihan Osis

Matahari sore sudah hampir terbenam namun kedua mata Alex masih setia mencari sosok Rinjani yang belum juga datang. Kalau bukan karenanya mungkin Alex sudah tidak mau ikut campur dengan acara pemilihan OSIS tersebut.

Randy bersama Sandra mendatangi Alex di tempat tongkrongannya beberapa hari yang lalu hanya untuk membicarakan keputusannya saat rapat OSIS. Dengan malas Alex mendengarkan ucapan Randy, walaupun sudah memohon untuk Alex menarik perkataannya lagi, tetapi tetap saja ia tidak bisa gabung di OSIS lagi. Dan jasanya terakhir, dengan terpaksa Alex akan membantu mereka untuk menyiapkan acara pemilihan OSIS, setelah itu ia lepas tangan dan keluar dari organisasi tersebut.

Alex menunggu Rinjani di depan gerbang sekolah, tetapi sudah hampir jam setengah 6 belum kelihatan batang hidungnya. Sungguh membuat Alex risau, ia takut kalau Rinjani tidak datang dan membatalkan pencalonannya.

"Selamat sore kak!"

Wajah Alex langsung menoleh ke belakang dan melihat cewek yang ia tunggu-tunggu sudah berdiri di dekatnya. Bahkan Rinjani tidak malu lagi menampilkan senyumannya.

"Sejak kapan kamu manggilku kakak? Dan kenapa telat?! Udah mau mulai acaranya!" Sahut Alex.

"Kamu mau aku panggil kakak seperti adik kelas yang lain?"

"Masuk deh! Udah di tungguin sama yang lain."

"Hehehe ternyata kamu mempunyai kepribadian ganda ya."

"Apa?!" Teriak Alex sambil memandang punggung Rinjani yang menerobos masuk ke dalam sekolah untuk melakukan absen terlebih dahulu.

Selesai melakukan absen semua para calon anggota OSIS disuruh berbaris di tengah lapangan untuk dibagikan kelompok masing-masing. Semua para OSIS sangat antusias untuk menjalankan acara malam itu tetapi tidak bagi Alex, justru ia memilih untuk menjauh dari hadapan teman-temannya maupun para calon OSIS.

Acara terakhir malam itu adalah games, dan itu membuat Alex tidak percaya, sebab ia tidak tahu kalau teman-teman OSIS nya akan mengadakannya setelah keributan yang ia lakukan dengan Hadi. Games itu dilakukan pukul setengah 12 malam, lagi-lagi itu adalah salah satu idenya yang mereka tidak terima, tetapi malam itu mereka gunakan.

Semua para kelompok disuruh mengambil gulungan kertas yang sudah di sediakan oleh Fitri. Mereka mengambil satu persatu dan membukanya, lalu setiap kelompok harus menampilkan apa yang ada di dalam tulisan kertas tersebut.

Ria ketua kelompok Rinjani membuka gulungan kertas dan membacanya di depan teman-temannya.

"Drama." Ucap Ria memandang satu persatu teman-teman di dalam kelompoknya.

"Apa?!" Rinjani terkejut mendengarnya.

"Perhatian semua! Kalian diberikan waktu 10 menit untuk berdiskusi mengenai penampilan apa yang akan kalian tunjukkan. Oke, waktu di mulai sekarang!" Kata Fitri.

"Lebih seru drama percintaan, gimana?" Usul Dena pada Rinjani, Ria dan teman lainnya.

"Boleh. Siapa yang jadi aktor dan aktrisnya?" Tanya Ria menanggapi usulan Dena.

"Rinjani." Sahut Erwin.

Sontak saja Rinjani menggeleng-geleng cepat dan tidak mau menjadi aktris untuk drama seperti itu.

"Ayolah! Jani, cuma games doang kok." Ucap Erwin lagi.

"Aku gak bisa. Yang lain aja." Tolak Rinjani.

"Yang jadi aktornya elo ya wan." Ucap Ria.

"Gue? Gak bisa! Erwin aja tuh." Tunjuk Sofwan.

"Lo sama Jani cocok, udah deh ini kan cuma drama bukan realita." Kata Ria.

"Waktu kalian 2 menit lagi!" Teriak Fitri.

Rinjani menghela nafas lalu menyetujui usul semua teman-temannya, bahkan Sofwan pun akhirnya mau menjadi pasangan Rinjani di drama malam itu. Sebenarnya semua siswa di sekolah diam-diam mengagumi sosok Rinjani, selain berparas cantik dan imut, ia juga lebih ramah ketimbang MOS dahulu.

Kelompok pertama sampai ke 3 telah selesai memperlihatkan kemampuannya masing-masing, dan sekarang giliran kelompoknya Rinjani maju ke depan. Semua mata tertuju pada Sofwan dan Rinjani, tanpa terkecuali satu pun.

"Apa tulisan di gulungan kertasnya?" Tanya Fitri pada kelompok Rinjani.

"Drama." Jawab Ria.

"Oke. Yuk mulai!"

"Rinjani." Panggil Sofwan.

"Iya." Kedua mata Rinjani langsung memandang Sofwan yang begitu serius menatapnya.

"Setelah dua tahun kita pisah, aku merasa ada yang salah di diriku. Ku kira itu cuma sesaat tapi lama kelamaan, aku baru sadar kalau aku kehilangan kamu." Ucap Sofwan, membuat semua para penonton hening.

"Lalu?" Tanya Rinjani.

"Aku mencintaimu."

Kedua tangan Sofwan menggenggam erat tangan Rinjani.

"Tapi maaf, aku gak bisa. Aku, aku..." Rinjani merasakan gugup yang teramat sangat. "Huft, kenapa grogi beneran sih!" Ucapnya dalam hati.

"Kenapa kamu gak bisa? Bukankah kita udah kenal lama? Kita udah saling tahu satu sama lain. Iya 'kan?" Potong Sofwan yang tahu bahwa lawan bicaranya itu sedang kelagapan atas ucapannya.

"Sofwan, ini hati aku, dan aku berhak buat mencintai siapa pun."

Alex segera berlari mendekat bersama Sandra dan anggota OSIS lainnya sambil memandang Rinjani dan Sofwan. Ia tertarik untuk melihat drama yang di tampilkan oleh kelompok Rinjani karena ucapan yang Rinjani lontarkan adalah kata-katanya.

"Jadi kamu..."

"Kita jadi teman, gak apa-apa kan?" Rinjani tersenyum dan melepaskan genggaman tangan Sofwan.

"Emm, iya. Gak apa-apa, akan aku coba." Ucap Sofwan.

"Udah?" Tanya Fitri pada Sofwan dan Rinjani. Keduanya pun mengangguk.

"Beri tepuk tangan dulu dong! Wow! kayaknya ada cowok yang tersimpan rapat di hati Jani ya? Sampai-sampai cowok sekeren Sofwan di tolaknya, hehehehe." Ujar Fitri lagi. Semua orang pun tertawa.

Rinjani hanya cengengesan sambil memandang ke satu arah, Alex. Ia melihat Alex yang sedang berdiri dari kejauhan sambil menatapnya, dan meminta pertanggungjawaban atas dialog yang ia bawakan.

"Siapa ya Lex cowoknya." Ucap Sandra.

"Cowok siapa?" Tanya Alex.

"Rinjani."

"Gak tau."

Sandra memicingkan kedua matanya melihat wajah Alex yang diam-diam memperhatikan Rinjani.

"Lo aja Lex yang jadi pacarnya."

"Eh, apaan sih lo san." Alex pun pergi menjauh dari sahabatnya itu.

Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam dan saatnya Randy menyuruh untuk seluruh para anggota OSIS baru untuk istirahat.

"Gak boleh ada satu orang pun yang gak tidur malam ini!" Suruh Randy.

Semua barisan pun di bubarkan, sedangkan tangan Rinjani di tarik oleh Alex dan mengajaknya ngobrol di keheningan malam.

"Ada apa? Aku harus tidur, kalau nggak, jabatanku sebagai anggota OSIS akan di copot." Ujar Rinjani.

"Mereka salah memilihmu! Karena tubuhmu yang kecil."

"Wow! Udah ngajak ke sini diam-diam, sekarang menghina aku!"

"Sssstttt, jangan bicara!"

Rinjani pun diam, tidak mengeluarkan suara sedikit pun.

"Hahaha, kalau gini kan enak, tenang." Kata Alex.

"Kamu suka ya dengan ucapanku? Sampai-sampai dibuat dialog." Sambung Alex.

Rinjani mengangguk.

"Kenapa kamu suka?"

Rinjani diam.

"Apa alasannya kamu suka?"

Rinjani masih diam, tidak bergeming sedikit pun.

Alex mendengus kesal, "Ngomong Rinjani!" Pintanya

Rinjani menarik nafas. "Tadi kamu yang suruh aku jangan bicara, dasar labil!"

"Apa! Labil?"

"Udahlah Lex, aku lagi malas berdebat sama kamu."

"Oke, sekarang apa alasannya?"

"Aku menyukai setiap ucapan yang kamu lontarkan padaku. Aku merasa ada sesuatu yang tersimpan rapat di dalam dirimu," Rinjani memandang langsung pada kedua mata mata Alex. "Dan aku akan mencari tau!"

"Selain anak bunda, kamu anak detektif juga ya."

"Iya!" Bentaknya, hingga membuat Alex kaget.

"Aku tidur ya, udah ngantuk." Ucap Rinjani.

Alex mengangguk sambil berdiri untuk mengantarkan ke ruang kelas yang dijadikan untuk tidur para anggotanya yang baru.

"Selamat tidur." Bisik Alex tepat di telinga Rinjani.

"Iya."

Rinjani mengantar kepergian Alex dengan tatapannya yang semakin lama menghilang di telan malam. Rinjani merasa senang bisa kenal Alex, ia merasakan sama bahagianya saat ia berada berdua dengan Dery. Namun lagi-lagi pikiran Rinjani teringat oleh ucapan Dery bahwa dia akan tunangan dengan perempuan yang berada di hatinya.

"Kamu pacaran ya sama kak Alex?" Bisik Ria, saat Rinjani menyelimuti tubuhnya.

"Eh, kamu belum tidur?" Rinjani bertanya balik.

"Belum. Beneran Jan, kamu pacaran?" Ria mengulangi pertanyaannya itu.

"Kata siapa?"

"aku, hehehe."

Rinjani menggeleng. "Nggak, jadi kamu berhak untuk mencintai Alex. Itu juga kalau mau, hehehe."

"Tapi sayangnya kak Alex gak baik kalau sama aku." Ucap Ria.

Rinjani membulatkan kedua matanya mendengar apa yang di ucapkan oleh teman beda kejuruannya itu.

"Serius kamu suka Alex?" Tanya Rinjani.

"Kayaknya kalau kamu tanya ke semua cewek satu sekolah, pasti mereka bilang iya." Jawab Ria tersenyum.

"Tapi kalau kak Alex suka ke kamu, aku gak akan merebut dari kamu."

"Ah, mulai ngaco deh ngomongnya. Tidur yuk." Ujar Rinjani langsung menyelimuti seluruh tubuhnya.

"Hehehe, kamu tuh malu ya Jan."

"Nggak!"

"Hehehe."

Keesokan paginya semua para anggota OSIS melakukan sarapan bersama, Rinjani sangat asyik bercanda dengan Ria sambil menikmati bubur yang menjadi sarapan paginya. Tiba-tiba kedua mata Rinjani menangkap sosok Alex yang sedang menatap dirinya, padahal Alex juga sedang sarapan bersama Sandra, Dewa dan Gentong.

Tatapan Alex sungguh membuatnya risih, walaupun sudah biasa ia lihat tetapi kali ini Alex sungguh terang-terangan menatapnya.

"Pindah tempat yuk Ri!" Ajak Rinjani.

"Loh, kenapa? Ini kan kelompok kita." Tanya Ria.

Rinjani langsung memiliki ide untuk membuat Alex berhenti menatapnya.

"Tunggu bentar ya." Ucap Rinjani pada Ria.

Lalu Rinjani berjalan sambil membawa buburnya untuk menghampiri tempat duduk Alex bersama teman-temannya.

"Hai." Sapa Rinjani.

"Hai." Balas mereka, kecuali Alex yang tambah dalam menatap Rinjani.

"Woy, di sapa tuh." Dewa menepuk lengan Alex.

"Siapa?"

"Yeh, siapa lagi, tuh." Dewa menunjuk Rinjani dengan dagunya.

"Oh, ada apa?" Tanya Alex.

"Boleh duduk di sini?" Tanya Rinjani.

"Boleh." Jawab Sandra.

"Nggak!" Ucap Alex.

"Kenapa gak boleh?"

"Ini tempat OSIS, kamu harusnya di sana." Jawab Alex jutek.

"Mereka yang OSIS, kamu kan udah keluar." Rinjani menjulurkan lidahnya lalu pergi meninggalkan mereka terutama Alex yang berpura-pura lagi menjadi cowok jutek di depan Rinjani.

"Apa! Hey, Rinjani awas ya!" Teriak Alex tanpa malu, sebab teriakannya itu menjadi pusat perhatian oleh teman-temannya.

"Kenapa pada ngeliatin?!"

"Kayaknya lo udah akrab banget ya sama Rinjani." Ucap Sandra.

"Lo naksir dia Lex?" Tanya Gentong.

"Apa? Naksir? nggak." Jawabnya santai.

"Masa? Tapi dari tadi gue perhatiin, lo lihatin dia terus." Kata Sandra memojokkan sahabatnya.

Alex menatap Sandra sambil tersenyum. "Lo merhatiin gue san? Ah, jangan-jangan lo jatuh cinta ya sama gue?"

Sandra, Dewa, dan Gentong saling pandang mendengar pertanyaan Alex.

"Idiiiih, masih banyak cowok baik di luar sana. Kenapa gue harus milih elo!" Jawab Sandra.

"Denger Lex, masih banyak!" Sahut Dewa.

"Berarti lo cuma lihat gue dari apa yang orang bilang." Ujar Alex.

"Hahahaha, emang." Sandra pun tertawa melihat ekspresi Alex begitu serius menanggapi ucapannya.

"Dasar aneh!" Alex pun pergi dari tempat duduknya.

"Lo yang aneh! Aleeeeex." Teriak Sandra.

"Kayak emak-emak teriak mulu." Cibir Gentong.

"Biarin! Sana lo berdua pindah tempat!" Bentak Sandra sambil melihat punggung Alex.

"Iya-iya!" Dewa dan Gentong pun pindah tempat, mereka sudah terbiasa menjadi getah untuk omelan Sandra sehabis marah-marah karena ulah Alex.

Alex tidak menoleh ke belakang, ia hanya melambaikan tangannya sambil terus berjalan menghampiri kelompok Rinjani, yang sejak tadi memandang ke arahnya.

"Ikut yuk!" Alex meraih tangan kanan Rinjani.

"Aku lagi makan!" Bentak Rinjani melepaskan tangannya dari genggaman Alex.

"Aku tau."

"Terus kalau udah tau, ngapain kamu menarik tanganku?!"

"Ingat! Semalam kamu udah menyukai kata-kataku, jadi aku minta imbalannya." Bisik Alex lalu tersenyum manis pada cewek di hadapannya.

"Dasar cowok matre!!!"

"Ria, aku ikut dia dulu ya." Bisik Rinjani.

Ria hanya mengangguk.

Alex mengajak Rinjani duduk berdua di saung belakang sekolah. Tempat favorit mereka. Rinjani berdiri, tidak duduk di dalam saung, ia hanya menikmati pohon mangga yang sudah mulai berbuah.

"Ajaib! Pohon mangga itu berbuah lagi." Teriak Alex dari dalam saung.

Rinjani menoleh. "Maksudnya?"

Alex pun berjalan mendekati Rinjani. "Udah hampir 2 tahun pohon ini gak berbuah, dan sekarang dia berbuah."

"Oh, mungkin karena aku kasih bunga ini." Rinjani mengambil setangkai bunga mawar pemberian Alex yang ia sandarkan di pohon mangga tersebut.

"Itu kan?"

"Iya, mungkin pohon mangga ini cemburu, karena kamu cuma kasih bunga mawarnya buat aku doang."

Alex menyunggingkan senyumnya.

"Dari tadi senyum terus, ada apa?" Tanya Rinjani.

"Emm, aku udah gak sabar buat ke Jogja. Mau tau kayak apa Dery, mau tau secantik apa tunangannya, dan mau tau apakah kamu akan nangis histeris di depan Dery dan mengatakan bahwa..."

"Aku mencintainya." Potong Rinjani menatap kedua mata Alex, "mungkin iya." Lanjut Rinjani.

"Maksud kamu?"

"Aku akan mengatakannya. Tapi, aku belum tau kapan Lex, dan yang jelas aku akan mengatakannya pada Dery."

Dada Alex terasa panas mendengar percakapannya dengan Rinjani, ia tidak menyangka cewek yang di cintanya memiliki perasaan yang luar biasa pada sahabat kecilnya.

"Apa kamu gak mikir gimana perasaan tunangannya? Apa kamu gak mikir keluarganya? Apa kamu cuma pikir tentang perasaan yang ada di hati kamu? Rinjani, kamu harus pikirin itu semua, sebelum... Emm, sebelum mengatakannya." Kata Alex.

Sebenarnya Alex mau menghentikan tindakan Rinjani itu dengan cara yang singkat, ia ingin bilang bahwa ia mencintainya, tetapi malah ucapan panjang lebar yang akan menambah banyak argumen dengan cewek pendek di depannya.

"Ini kan hati aku dan aku berhak buat mencin..."

"Ah! Udah-udah lupain kalimat itu!" Potong Alex kembali ke dalam saung dan diikuti oleh Rinjani dari belakang.

"Aku gak mungkin melakukan hal itu." Ucap Rinjani duduk di samping Alex.

Alex hanya diam, ia tidak menanggapi apa pun yang dikatakan oleh lawan bicaranya itu.

"Sempat kepikiran sih, tapi kalau... Ah, udahlah jangan bahas itu lagi." Kata Rinjani.

"Jan." Panggil Alex.

"Iya?"

"Kalau Dery mencintaimu juga, apa yang kamu lakukan?"

Rinjani diam, ia agak terkejut dengan pertanyaan Alex yang begitu serius kepadanya. Rinjani tidak suka Alex yang terlalu serius, ia menyukai Alex dengan keisengannya, dan segala hal yang menyebalkan dari Alex, Rinjani menyukainya.

"Emm, udah selesai kan acaranya? Aku mau beresin barang-barangku dulu ya, bye." Rinjani berlari untuk keluar dari belakang sekolah meninggalkan Alex dengan pertanyaan yang tidak ia jawab.

Kenapa dia memojokkan aku sih! Dasar Playboy!!!

Rinjani terus mencaci Alex dengan label yang menancap padanya.

"Huft, capek!" Keluh Rinjani mengambil tas sambil bersandar di dinding kelas.

"Beresin tuh barang-barang kamu, jangan mojok terus, hehehe." Ucap Ria mendekati Rinjani.

"Apaan sih!"

"Udah fix kalau kak Alex suka sama kamu."

"Ya Tuhan, kamu dari semalam masih aja jodoh-jodohin orang." Kata Rinjani sambil membereskan barang-barangnya.

"Aku gak pernah jodohin orang, tapi yang aku lihat tuh fakta."

"Udah deh Ri, jangan bikin aku kesel!"

"Hehehe, oke-oke."

Sekitar pukul setengah 9 pagi seluruh anggota OSIS baru di pulangkan.

Hanya Rinjani yang terus mencari-cari sosok Alex, sejak di saung Alex belum juga terlihat. Kedua mata Rinjani terus menjelajah di setiap para anggota OSIS. Kaki Rinjani terus berjalan tanpa menoleh ke belakang untuk pamit pada Alex, ia berpikir bahwa Alex memang masih berada di saung, tetapi pertanyaan yang ada di dalam benak Rinjani adalah apa yang Alex lakukan di sana? Kenapa hanya dia yang begitu cuek pada semua orang? Bagi Rinjani, Alex selain cowok populer di sekolah, ia juga salah satu cowok yang pandai menyembunyikan sesuatu di dalam dirinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!