Setelah kebersamaan dengan Rinjani, Alex jadi merasakan lebih bahagia dari sebelumnya. Ia menjadi tahu bagaimana bersikap peduli kepada orang lain yang sejak dahulu ia tidak tahu, dan sekarang perasaan itu kembali hadir. Alex yang biasanya bersikap cuek kepada para asisten rumah tangganya kini bersikap menjadi cowok yang sangat ramah. Sehingga mereka begitu senang melihat anak majikannya itu.
Ada perasaan lain yang semakin kuat jika Alex mengingat Rinjani, perasaan yang dulu hendak berada di hatinya lalu hilang sejenak dan kini kembali lagi. Ada rasa ingin memiliki, tetapi ada juga rasa keraguan yang hinggap di dirinya.
Senyuman yang Rinjani berikan setiap kali berpapasan dengan Alex, membuat dirinya semakin nyaman berada bersamanya. Renyah tawa Rinjani selalu bisa membuat Alex terpaku memandangnya.
Apa Alex jatuh cinta? Mulai sekarang ini sepertinya, iya! Alex sudah yakin akan hatinya, ia sudah tidak bimbang dengan perasaan yang muncul setiap kali bertatap muka dengan Rinjani. Mungkin dulu Alex belum menyadarinya bahwa ia memang betul-betul mencintainya. Namun sekarang Alex sudah mantap akan keputusannya itu.
Tangan kiri Alex sibuk dengan ponselnya, ia baru membuka Instagram miliknya setelah hampir 2 Minggu tidak ia buka. Dan saat ia melihat postingan akun SMK PERMATA ia membaca caption yang ditulis untuk foto rumah megah itu. Ia tidak tahu rumah siapa, tetapi ia membaca kalau rumah tersebut telah disita untuk melunasi hutang orangtua siswi di sekolahnya.
Pikiran Alex langsung melayang pada tulisan yang berada di papan tulis dahulu, tulisan seseorang yang menghina Rinjani. Alex terkejut, dan ia merasa Rinjani tidak mengetahui hal ini. Maksudnya, Rinjani memang tidak memfollow akun SMK nya sendiri, sehingga ia tidak tahu apa yang diposting oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Dengan perasaan marah, Alex langsung mengambil kunci motornya dan melajukan ke rumah Winda, ia hanya ingin tahu darimana seorang Winda mengetahui hal seperti itu.
Tak cukup waktu lama bagi Alex sampai di rumah sekretaris kelasnya itu. Ia langsung meminta kepada security untuk menyuruh Winda segera keluar menemuinya.
Alex menunggu Winda di atas motornya, sengaja ia tidak mau masuk ke dalam pekarangan rumah temannya karena ia hanya memerlukan jawaban jadi tidak terlalu lama.
"Ada apa Lex?" Tanya Winda datang bersama pacar barunya.
Alex meliriknya sinis sambil memandang Winda dan cowok tersebut secara bergantian.
"Rumah siapa yang lo posting di Instagram sekolah?" Tanya Alex tanpa turun dari motornya.
"Ya elah, lo ke sini cuma nanya itu doang? Besok kan bisa di sekolah." Jawab Winda.
"Itu rumah siapa?" Alex mengulanginya lagi.
"Jani." Jawab Winda.
Kedua mata Alex langsung menatap tajam pada Winda, ia melihat temannya itu seolah-olah tidak merasa bersalah dengan kelakuannya.
"Siapa yang nyuruh lo?"
"Nggak ada."
"Siapa yang nyuruh lo?!"
"Luna. Anak pemilik sekolah kita."
"Hapus fotonya! Atau..."
"Atau apa? lo mau pukulin cowok gue? Iya! Lex, itu kan yang gue posting rumahnya Rinjani jadi apa masalahnya sama lo!" Potong Winda marah-marah kepada Alex karena bentakannya.
"Brengsek!" Alex turun dari motornya dan menarik baju pacar Winda.
"Oke-oke, gue hapus." Winda langsung berada di tengah-tengah antara pacarnya dan Alex.
"Nih, lo lihat! Udah puas kan?! Sekarang lo pulang deh!" Usir Winda pada Alex.
"Oke. Ah, tunggu-tunggu. Gue baru ingat sama pacar baru lo ini," Alex mencoba untuk berpikir keras mengingatnya.
Winda hanya bisa saling pandang dengan kekasihnya itu sambil menatap Alex.
"Gue pernah ketemu cowok lo jalan bareng sama cowok! Dan, gue lihat cowok lo lagi ciuman." Alex menyunggingkan senyumnya, lalu menancap gas motornya untuk pergi dari rumah Winda.
"Sialan lo Lex!!!" Teriak Winda kepada Alex yang sudah jauh dari rumahnya.
Kalau rumah lo disita, terus sekarang lo tinggal di mana?
Pertanyaan itu melintas di dalam benak Alex yang tertuju untuk Rinjani. bahkan ia juga mengingat selama ini Rinjani tidak pernah mau untuk diantarkan pulang olehnya.
Alex meminggirkan motornya ke toko bunga lalu membeli bunga mawar untuk Rinjani, memang hari Minggu sore itu Alex sudah janjian untuk bertemu dengan Rinjani dan akan mengajaknya pergi ke taman yang dulu pernah ia datangi dengan seseorang.
Aku udah sampai di taman.
Sebuah WhatsApp dari Rinjani baru Alex terima. Lalu Alex membacanya berulang-ulang.
"Di taman? Ah, gue udah duga pasti dia udah ke sana duluan!" Gumam Alex melihat pesan dari Rinjani.
Alex pun segera mengendarai motornya menuju taman untuk bertemu dengan Rinjani yang sudah menunggunya di sana.
Sesampainya Alex di taman, ia sudah melihat cewek sedang duduk sendirian sambil menatap ke depan. Perasaan Alex menjadi sedih saat tahu bahwa Rinjani sudah tidak memiliki rumah, ia memandangi wajah Rinjani dari kejauhan yang terlihat sangat cantik sore itu.
Dengan pelan Alex pun berjalan menghampiri Rinjani.
"Udah lama?" Tanya Alex duduk di samping Rinjani.
"Lumayan. Itu buat aku ya?" Rinjani menunjuk bunga mawar yang berada di tangan Alex dengan dagunya.
"Iya."
"Apa semua cewek kamu perlakukan seperti ini?"
"Nggak."
Rinjani memicingkan matanya. "Masa?"
Alex mengangguk, "Mereka itu senyum kalau aku kasih uang, emas, dan..." Alex berpikir sejenak.
"Dan?"
"Ciuman." Lanjut Alex.
"Apa?! Ciuman?" Tak sengaja suara Rinjani begitu keras, sampai-sampai pejalan kaki yang sedang berada di taman melihat ke arah mereka berdua.
"Sssstttt... Pelanin dong ngomongnya! Bikin malu!" Ucap Alex, melihat ke orang-orang di sekitarnya.
"Hehehe, maaf."
"Kalau kamu senyum karena apa?" Tanya Alex.
"Emm, karena kamu lucu." Jawab Rinjani.
"Bukan. Kamu itu tersenyum kalau aku kasih bunga, mie ayam, dan tiket pesawat gratis." Kata Alex.
Rinjani melirik Alex sinis atas penilaian dirinya.
"Apa kamu pikir senyumanku bisa di hargai serendah itu?!" Ujar Rinjani kesal.
"Buktinya kamu semangat aku kasih mie ayam, kamu juga semangat waktu aku bilang kita mau ke toko bunga, dan kamu juga sangat semangat saat aku yang membelikan tiket pesawat untukmu." Sahut Alex menjelaskan semuanya.
"Itu juga karena ada alasannya."
"Apa alasannya?"
"Adalah pokoknya. Makan yuk! Aku yang traktir."
"Waaaah, ada angin topan kah?! Tiba-tiba kamu yang traktir aku makan."
Rinjani bangkit dari duduknya lalu melihat wajah Alex dengan ekspresi kesal. "Mau makan atau nggak?!"
"Oke-oke." Alex pun mengikuti ke mana pun langkah kaki Rinjani pergi.
"Pasti aku di ajak makan mie ayam atau nggak makanan yang berkuah." Sindir Alex.
Rinjani mendongak memandang wajah Alex yang benar-benar menyebalkan.
"Terus kamu mau makan apa?" Tanya Rinjani.
Tanpa rasa gugup Alex meraih tangan Rinjani menuju motornya lalu mengajaknya ke tempat makan yang biasa ia kunjungi.
Setelah sampai di restoran mata Rinjani melihat ke sekelilingnya. Ia hanya diam tanpa bicara sedikit pun pada Alex. Sampai akhirnya mereka duduk, lalu memanggil waiters ke hadapan mereka untuk memesan makanan.
Alex mengintip wajah Rinjani yang terlihat kebingungan saat membaca menu makanan yang berada di tangannya.
"Gila! Makanannya mahal-mahal banget. Aku mau bayar pake apa!" Gerutu Rinjani di dalam batinnya.
"Kamu mau pesan apa?" Tanya Alex pada Rinjani, selesai mengucapkan pesanannya pada waiters.
"Hah? Emm, aku udah kenyang." Jawab Rinjani menunjukkan cengiran kudanya.
"Samain aja mas." Kata Alex pada waiters tersebut.
"Eh, nggak-nggak usah, aku beneran udah kenyang kok!" Tolak Rinjani. Tetapi sayang waiters itu sudah berlalu dari tempat duduk mereka.
"Udah gak apa-apa, kamu ini yang bayar." Ucap Alex meledeknya.
"Apa?!" Teriak Rinjani untuk ke sekian kalinya, sehingga menjadi pusat perhatian para pengunjung restoran tersebut.
"Kamu tuh! Bisa nggak suaranya di kecilin?" Ujar Alex pelan.
"Bisa."
"Good!"
Tak berapa lama makanan pun datang. Sungguh menggoda selera, apalagi Rinjani sudah sangat jarang tidak makan daging, atau bahkan tidak pernah setelah musibah yang menimpanya. Dengan lahap Rinjani memakan semuanya, diam-diam Alex pun suka melihat Rinjani saat sedang makan seperti di hadapannya sekarang itu, tanpa ada beban sama sekali.
Tiba-tiba Rinjani berhenti makan lalu melihat Alex dengan ragu.
"Ada apa?" Tanya Alex sambil mengunyah makanannya.
"Ini semua yang bayar siapa?" Rinjani menunjuk ke semua makanan yang berada di mejanya.
"Kamulah, aku gak bawa uang." Jawab Alex meneruskan makannya dengan lahap.
"Ta.. tapi..."
"Kenapa?"
Rinjani menghela nafas. "Gak apa-apa."
Alex tersenyum, ia berhasil membuat Rinjani kepikiran perihal pembayaran makanannya.
"Tau gini, aku gak mau ajak dia makan! Aaaarrgh, rasanya mau pura-pura ke toilet terus kabur dan ninggalin dia sendirian!" Rinjani benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan kalau memang benar dialah yang akan membayar ini semuanya.
"Mas, minta bill nya ya." Kata Alex pada salah satu waiters.
Alex melihat sejenak nominal makanan yang harus di bayarnya. Lalu ia membisikkan kepada waiters nya sambil memberikan kartu kredit miliknya. Dengan sengaja Alex menaruh bill itu pada Rinjani dan memintanya untuk membayarnya segera.
"I.. ini gak salah hitung Lex?"
"Nggak."
Rinjani diam, ia sangat syok melihat nominal yang harus dibayarnya.
"Mau dihitung ulang?" Tanya Alex senyum-senyum sendiri.
"Nggak."
"Ini kak kartu kreditnya." Kata waiters pada Alex.
"Makasih ya."
"Yuk pulang!" Ajak Alex.
Tetapi Rinjani masih diam tidak berucap sedikit pun.
"Huh, besok traktir aku makan mie ayam di kantin sekolah." Kata Alex menatap Rinjani yang sedang memandang dirinya.
Rinjani tidak bergeming, ia tetap diam.
"Maaf udah buat kamu panik. Yuk pulang!"
Lalu Rinjani berjalan terlebih dahulu menuju motor Alex tanpa menunggu sang pemiliknya.
Alex pun mengikutinya sambil mengukir senyum di wajah tampannya.
"Hey! Tunggu aku!" Teriak Alex. Namun Rinjani tidak menoleh ke belakang, ia terus saja berjalan tanpa menghiraukan siapa pun di sekitarnya.
Wajah Rinjani masih saja cemberut setelah kejadian makan tadi, hari sudah semakin gelap tetapi Rinjani meminta Alex dengan wajah di tekuk untuk mengajaknya balik ke taman.
"Boleh aku antar pulang?" Tanya Alex pada Rinjani yang sudah terlebih dulu duduk di kursi salah satu taman.
"Kamu udah tau yang sebenarnya ya?" Rinjani bertanya balik.
"Apa betul?"
Rinjani mengangguk. "Tenang aja, aku gak tinggal di kolong jembatan kok. Dan satu lagi, aku masih punya tabungan buat biaya sekolah sampai lulus nanti."
"Syukurlah kalau gitu."
"Boleh aku tanya?" Ucap Rinjani.
"Boleh."
"Siapa cewek yang ada di foto itu?"
"Cewek?"
Rinjani mengangguk mantap. "Waktu aku ambil baju di lemari kamu, tiba-tiba ada foto itu jatuh. Kelihatannya kamu tampak bahagia."
"Teman."
"Dia cewek yang meminta bunga Anggrek ke kamu?"
Alex mengangguk.
"Di mana dia sekarang?"
"Kenapa kamu jadi kayak detektif ya."
"Aku tuh cuma tanya. Lagipula cerita kamu nggaklah menarik Lex."
"Oh, ya? Kalau begitu ceritakan kisah kamu!" Suruh Alex.
Rinjani menatap wajah Alex lalu tersenyum manis padanya. "Tanpa aku ceritakan kamu udah tau bagaimana ceritaku,"
"Aku mau pulang." Lanjut Rinjani berdiri di depan Alex.
"Iya."
"Iya? Aku mau kamu anterin aku!"
Tanpa bicara, Alex segera meraih tangan Rinjani dan mengajaknya pulang.
Sebenarnya ada rasa kaget di hati Rinjani saat tangan Alex menggenggam tangannya, sudah dua kali Alex lakukan dan itu membuat Rinjani gugup. Ada sesuatu di dalam dirinya yang sulit untuk di jelaskan oleh ia sendiri, apalagi Rinjani memang belum pernah merasakan hal seperti sekarang ini.
Alex hanya tersenyum di dalam hatinya saat Rinjani tidak menolak saat ia sengaja untuk menggenggam tangannya yang kecil.
Alex pun kini tahu alamat rumah kontrakan Rinjani, bahkan rumah itu sangat kecil jika dibandingkan dengan kamar tidurnya. Rasa keinginan untuk tetap bersama Rinjani semakin besar dan ia tidak bisa menampiknya, bukan rasa kasihan yang Alex rasakan, tetapi ia benar-benar ingin menjaga dan melindungi Rinjani.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments