Tidak Dianggap

Kamis pagi sekitar pukul setengah 7 Alex sudah berada di sekolah dan itu sungguh hal yang langka. Sebab, selain datang lebih awal Alex berpakaian sangatlah rapih, tidak ada image anak berandalan atau pun anak pembuat onar. Semua mata hanya tertuju pada dirinya tanpa terkecuali, membuat kagum semua orang. Perubahan yang ia lakukan hanya semata-mata ingin menunjukkan kepada mereka yang memandang dirinya sebelah mata.

Alex berpapasan dengan Rinjani di koridor sekolah, namun saat Rinjani menatap wajah Alex, jangankan untuk balik menatapnya, melirik saja tidak Alex lakukan. Perubahan Alex sungguh membuat Rinjani tidak nyaman sama sekali, kecuekannya membuat Rinjani selalu memikirkan keadaannya.

Kedua mata Alex menoleh ke belakang saat Rinjani sudah menjauh dari dirinya. Ia menarik nafas panjang dan melanjutkan lagi langkah kakinya menuju ruang kelas.

"gue ngelakuin ini supaya lo gak di hukum lagi dan gak ada orang-orang yang ngebully lo."

Saat Alex masuk ke dalam kelasnya, pandangan semua teman-temannya tertuju pada dirinya.

"Pagi Sandra." Sapa Alex dengan ramah sambil berjalan ke tempat duduknya yang masih kosong, karena Dewa dan Gentong akan masuk ke kelas jam 7 kurang 5 menit.

Kedua mata Sandra berkedip-kedip dan tercengang melihat sahabatnya sangat berbeda. Pagi itu ketampanan seorang Alex bertambah karena dari sikap ramahnya dan penampilannya.

"Tadi pagi sarapan apa lo?" Tanya Sandra duduk di hadapan Alex.

"Gak sempat sarapan. Takut telat." Jawab Alex mengeluarkan salah satu buku paket pelajaran Paham dari kolong mejanya.

"Apa?! Takut telat?"

Alex mengangguk.

"Bukannya telat itu kebiasaan lo ya?" Tanya Sandra lagi.

"Mulai sekarang nggak."

"Kok gue ngerasa ada yang aneh ya?"

"Aneh apanya?! gue datang pagi pada heboh, gue datang telat apalagi! Maunya apa sih?"

Sandra cengengesan mendapati sahabatnya kesal akan ucapannya itu.

"Maksud gue, lo telat aja pintar Lex, gimana gak telat."

"Makanya belajar tuh diingat san, bukan dihapal!"

"Huft, tau deh yang pintar," Cibir Sandra, "nih, nama calon peserta anggota OSIS yang baru." Ucapnya memberikan kertas yang berisikan daftar nama-nama calon anggota OSIS.

Mata Alex terhenti pada nama Rinjani. Dan mengingat beberapa waktu lalu bukannya cewek itu tidak berniat untuk ikut OSIS karena mempunyai urusan setiap harinya.

"Dia ikut?" Tanya Alex.

"Dia siapa?" Sandra balik tanya.

Jari Alex menunjuk nama Rinjani.

"Oh, Rinjani, iya dia ikut."

"Woy, Lex!" Teriak Gentong masuk ke dalam kelas.

"Widiiih, rapih amat?!" Timpal Dewa menepuk pundak Alex.

"Trend baru." Kata Alex.

"Hahaha, kayaknya bakalan jadi viral nih." Ucap Gentong.

"Betul tuh." Sahut Alex.

"Heh! Tanpa Alex rapih juga semua murid udah rapih duluan!" Seru Sandra pada Gentong.

"Idiiiih, masa?" Sahut Gentong.

"Iya!" Sandra membentak Gentong yang kerjaannya hanya membuat dirinya kesal.

"Galak amat sih lo Mak!" Kata Gentong lagi.

"Biarin!"

"Gue punya ide san, tar kita rapat OSIS ya jam istirahat." Kata Alex sambil melihat susunan acaranya, dan menghentikan perselisihan antara Gentong dan Sandra.

"Apa? Nggak mau! Itu sama aja lo ambil jatah istirahat gue." Ucap Sandra berjalan ke tempat duduknya.

"Itu kan omongan gue!" Teriak Alex.

"Nah itu kan sadar. Lo ngajakin rapat jam istirahat? Gak akan ada yang mau." Sahut Sandra.

"Heh, meskipun gue males-malesan tetap aja tuh gue ikut rapat. Masa giliran gue malah gak pada mau." Alex tak mau kalah dari Sandra untuk menyampaikan idenya.

"Gue gak yakin kalau mereka pada mau." Ucap Sandra.

"Ya udah kalau gak pada mau, jangan calonin gue jadi ketua OSIS! Gue keluar, gimana?" Ancam Alex.

Sandra berpikir sejenak sebelum mengiyakan ajakan Alex.

Semua rencana yang sudah Alex siapkan tersusun rapih di dalam kepalanya, bahkan ia senyum-senyum sendiri memikirkan ide yang akan ia utarakan kepada para OSIS lainnya.

Sejak Alex gabung ke dalam pengurusan OSIS, ialah yang paling rajin memberikan ide kepada Randy dan teman-temannya. Tetapi semua ide yang ia miliki tidak ada satu pun yang di terima oleh mereka, alhasil Alex hanya diam dan tidak peduli pada acara-acara apa pun yang bersangkutan dengan OSIS. Itu adalah hari pertama Alex mengadakan rapat hingga membuat para pengurus OSIS bertanya-tanya tentang apa yang akan Alex bicarakan kepada mereka.

Bel istirahat sudah berbunyi, Alex bersama Sandra, Gentong dan Dewa menuju ruang OSIS untuk menunggu yang lainnya di sana. Namun sudah lewat 15 menit belum juga ada yang datang satu pun. Alex memainkan pulpennya di atas meja sambil melihat ke jam dinding yang terpampang di tengah-tengah foto presiden dan wakil presiden.

"Pada ke mana sih? Kok, belum juga ada yang datang?" Pertanyaan Alex mendarat kepada Sandra.

"Sebentar lagi kali Lex." Jawab Sandra.

"Nih, makan dulu." Gentong memberikan roti kepada Alex.

Tak lama kemudian datanglah Randy bersama pengurus OSIS lainnya dan langsung duduk menempati kursi yang masih kosong. Pandangan Alex terus menatap tajam kepada teman-temannya. Begitu pun dengan Sandra yang sejak tadi memandang wajah Alex, karena ia tahu bahwa sahabatnya itu sedang menahan emosi kepada para pengurus OSIS. Bahkan seragam sekolah yang tadi pagi masih berada di dalam celananya, sekarang sudah ia keluarkan, dan rambutnya pun sudah tidak serapih tadi pagi.

"Dari mana aja sih kalian?!" Tanya Alex kesal.

"Gak enak 'kan lex nunggu orang? Padahal kita gak punya banyak waktu. Dan itu yang lo lakuin pada kita kalau di ajak rapat!" Jawab Reno.

Alex melirik Hadi yang sedang menyunggingkan senyum kepuasan setelah Reno bicara.

Hadi adalah salah satu kandidat calon ketua OSIS bersama dengan Alex dan Adit.

"Oh, jadi kalian semua balas dendam?!" Tanya Alex.

"Kita semua gak balas dendam! Udah deh, lo ngajakin kita semua rapat, mau ngomongin apa?" Kata Fitri, kekasih Reno.

"Lex, apa idenya?" Tanya Sandra pelan agar suasana hati Alex kembali normal.

"Lusa ada pelantikan buat calon pengurus OSIS yang baru 'kan? Nah, gue mau ada acara santainya. Maksud gue, kita adain acara api unggun supaya mereka semua beradaptasi satu sama lain, gue yakin mereka cuma kenal sama teman sekelasnya aja." Kata Alex mulai menuangkan ide yang ada di kepalanya sejak pagi tadi.

"Kita gak punya banyak waktu Lex, acaranya juga dari habis Maghrib sampai jam 11 malam doang." Ucap Randy.

"Nah! Setelah acara itu semua selesai. gue yakin, mereka semua akan happy." Sahut Alex lagi dengan kepercayaan diri yang tinggi.

"Api unggun? Tengah malam? Di sekolah? Aneh!" Fitri mulai terlihat tidak setuju dengan pendapat Alex.

"Api unggun tuh enaknya di hutan Lex, bukan di sekolah." Ucap Hadi.

"Gue sih setuju! Kenapa gak dicoba aja dulu." Usul Sandra menerima ide Alex.

"Sandra, terus sisa abunya siapa yang bersihin?" Tanya Mita, cewek idaman Hadi.

"Kita yang bersihin, lagipula acaranya kan di samping sekolah. Gak akan ngotori lapangan atau pun yang lainnya." Alex langsung menjawab pertanyaan Mita walupun tertuju untuk Sandra.

"Apa? Kita? Gue gak setuju!" Kata Fitri. Lalu di sambut dengan gelengan kepala oleh para pengurus lainnya.

"Kita gak akan tau hasilnya, kalau gak dicoba!" Kata Alex meyakinkan teman-temannya.

"Emm, Gimana kalau gak ada api unggun, tapi ada acara santainya aja?" Usul Sandra menengahi.

"Sorry san, lex. Ide lo gak bisa diterima." Kata Randy memutuskan.

"Gue setuju usul Sandra." Sahut Dewa.

"Gue juga." Kata Gentong menambahkan.

"Oke! Gue setuju." Kata Alex berdiri dari kursinya.

"Sorry, tetap gak bisa." Ujar Randy lagi.

"Loh, kenapa? Bukannya itu bagus ya?" Tanya Sandra pada Randy.

"Kita gak punya banyak waktu san." Jawab Randy menekankan suaranya.

"Coba aja du..."

"Dari awal gue masuk jadi pengurus OSIS, gak pernah sekalipun lo semua setuju sama ide gue!" Kata Alex kecewa pada teman-temannya. Kedua matanya menatap tajam satu persatu pengurus OSIS.

"Karena ide lo gak masuk akal!" Tunjuk Hadi di depan wajah Alex.

"Heh! Yang masuk akal kayak gimana? 5 jam mereka lo kerjain cuma buat jadi seorang pemimpin yang tegas?! Iya?! Sinting lo!!" Emosi Alex memuncak, bahkan Sandra tidak pernah berpikir bahwa sahabatnya itu akan begitu kecewa pada pengurus OSIS yang di pimpin oleh Randy.

"Brengsek lo!!!" Hadi sudah mengepalkan tangannya dan siap untuk memukul wajah Alex, namun dengan sigap Randy, Dewa dan Gentong langsung memisahkan keributan mereka.

"Lo cari muka kan di depan dia?!" Bentak Alex menatap tajam Hadi sambil menunjuk Randy dengan kasar.

"Apa lo bilang?!" Hadi tak mau kalah dari Alex.

"Lo cari muka biar jadi ketua OSIS 'kan?! Gue tau maksud lo!" Alex berusaha keluar dari tahanan tubuh Dewa.

"Bangsat lo Lex!" Teriak Hadi.

"Lo tenang aja, mulai sekarang gue keluar dari OSIS!" Alex pergi meninggalkan ruang OSIS dengan cepat lalu mengambil tas dan menghampiri kelas Rinjani.

Semua para pengurus OSIS hanya bisa diam sambil memandang kepergian Alex. Sedangkan Dewa dan Gentong langsung berlari mengikuti Alex.

"Itu semua gara-gara lo! Dasar egois!" Sandra pun pergi meninggalkan ruang OSIS dengan wajah kesal kepada Randy dan yang lainnya.

"Lex, lo mau ke mana?" Tanya Dewa mencoba menghentikan langkah kaki Alex.

"Mending lo berdua jangan ikutin gue deh!"

"Tapi Lex..."

Alex hanya menatap Gentong yang ingin berbicara lagi kepadanya.

"Oke. Kita ke kelas." Dewa pun menarik tangan Gentong yang besar sambil mendorongnya untuk menjauh dari Alex.

Di depan kelas X Marketing.

"Rinjani." Panggil Alex dari ambang pintu.

Dengan wajah bingung Rinjani memandang Alex, ia melihat cowok yang tadi pagi menjadi perbincangan para siswi karena penampilannya yang rapih, kini sudah tidak menempel di dirinya lagi. Yang Rinjani lihat hanyalah baju seragam yang kusut dengan rambut acak-acakan.

"Ada apa?" Tanya Rinjani berdiri di hadapan Alex.

"Kita bolos!" Jawab Alex.

"Apa?!"

"Kamu udah ambil baju kesayanganku dan sekarang sebagai gantinya, kamu harus ikut bolos denganku!"

"Apa?! Baju? Ba.. baju kesayangan?"

Alex mengangguk.

Rinjani menarik nafas lalu merapihkan buku-buku pelajarannya. Dan menarik tangan Alex menuju kantor dan meminta izin pulang kepada guru-guru. Rinjani mengatakan bahwa kakeknya meninggal, sehingga di perbolehkan pulang oleh kepala sekolah.

"Hebat 'kan? Tanpa perlu bolos, kita bisa pulang." Kata Rinjani berjalan sejajar dengan Alex menuju parkiran motor.

"Tapi alasannya mengerikan." Sahut Alex.

"Lagian kakekku meninggal waktu aku SD, jadi gak salah kok alasanku."

Alex hanya melirik Rinjani tanpa merespon ucapannya.

"Mau ke mana?" Tanya Rinjani saat Alex menyuruhnya naik ke atas jok motor belakangnya.

"Naik aja!" Jawab Alex.

"Gak mau! Ke mana dulu?" Rinjani melipat kedua tangannya di dada sambil memandang wajah Alex yang tampak kusut.

Alex menghela nafas. "Ke toko bunga."

Tiba-tiba senyuman Rinjani terlihat di wajahnya, lalu dengan lincah ia pun langsung naik.

Alex benar-benar suka pada cewek yang tengah duduk di jok belakang motornya. Akhir-akhir ini Rinjani selalu menampakkan senyumannya di depan Alex ketimbang awal-awal kenal dengannya. Dan pikiran Alex langsung melayang bahwa Rinjani hanya akan tersenyum jika ia memberi bunga, mie ayam atau tiket pesawat gratis.

"Dasar cewek aneh!" Umpat Alex di dalam hatinya.

Alex menghentikan motornya di depan cafe yang di seberang jalannya terdapat toko bunga. Rinjani langsung mencari tempat duduk di luar dengan alasan supaya ia bisa menatap berbagai macam bunga yang indah.

Lagi-lagi tingkah Rinjani sukses membuat senyuman Alex terukir, kedua mata cokelatnya tak henti-hentinya memandang adik kelasnya itu.

"Nih, minum." Ucap Alex duduk di depan Rinjani yang sejak datang tidak berhenti melihat ke toko bunga.

"kamu ngajak aku ke cafe. bukan ke toko bunga." Kata Rinjani tanpa memalingkan wajahnya ke Alex.

"Setelah ini kita ke sana." Kata Alex.

Rinjani menoleh lalu tersenyum lagi memandang Alex. "Benar?"

Alex hanya mengangguk sambil menyeruput coffee yang telah ia pesan.

"Kenapa kamu labil gitu sih?" Tanya Rinjani.

"Maksudnya?" Alex bertanya balik.

"Waktu aku ke rumah kamu, kamu berubah jadi cowok jutek. Tadi pagi juga sama, seolah-olah gak kenal aku. Dan sekarang kamu malah bersikap seperti awal kita kenal." Ujar Rinjani menjelaskan maksud ucapannya.

"Kamu lebih suka sikapku yang mana?"

"Sekaranglah."

"Kalau gitu, aku akan bersikap menyenangkan buat kamu."

Rinjani mengangguk, lalu meminum coffee nya.

"Boleh aku tanya?"

"Boleh," jawab Rinjani. "Mau tanya apa?"

"Kenapa kamu sering tersenyum? Padahal kalau ingat dulu, kamu pelit banget buat kasih senyuman ke aku."

"Emm, itu semua karena kamu."

"Uhuk.. uhuk.. apa?!" Alex tersedak mendengar alasan cewek yang berada di depannya itu.

Rinjani melirik Alex sinis, "Jangan kayak anak kecil! Minum aja sampai tersedak gitu!" Cibir Rinjani.

"Emangnya cuma anak kecil yang bisa? Orang dewasa pun bisa!"

"Ah, sudahlah! Aku lagi malas bertengkar denganmu!"

"Itu karena kamu yang mulai!"

"Oke, maaf."

Alex menghembuskan nafasnya dengan kasar sambil memandang wajah imut yang Rinjani miliki.

"Jujur, ku pikir apa yang dibilang sama teman-teman di sekolah itu benar tentang kamu. Tapi setelah aku kenal lebih dekat, kamu bukanlah seperti apa yang mereka pikirkan. Kamu nakal? Iya! Kamu playboy? Iya! Tapi mereka gak tau betapa berharganya kamu bisa mengembalikan senyumku yang udah lama hilang. Dan, sebenarnya cuma Dery yang bisa buat aku tersenyum..."

"Aku malas kalau kamu mulai cerita tentang Dery!" Potong Alex dengan kesal.

Rinjani malah tersenyum melihat Alex, "Justru itu, aku bingung. Kenapa kamu bisa buat aku tersenyum." Ucap Rinjani meneruskan ucapannya.

Kini lidah Alex terasa kaku, wajahnya hanya memandang ke satu titik yaitu Rinjani, bahkan kedua matanya tanpa sadar terus menatap wajah Rinjani dengan serius.

"Terus maksudnya apa?" Tanya Alex dalam hati.

"Itu alasanku kenapa aku sering tersenyum sekarang ini." Kata Rinjani lagi.

"Makasih." Ucap Alex. Hanya satu kata yang bisa ia keluarkan dari mulutnya.

"Buat?"

"Udah bilang aku berharga."

"Oh, kamu emang berharga kok."

"Nggak! Menurut keluargaku dan anggota OSIS."

"Maksudnya?"

"Aku keluar dari OSIS."

"Apa?! Kenapa?"

"Ada atau nggak adanya aku, semua akan berjalan baik-baik aja."

"Kamu berantem ya?"

"Kamu bisa bayangin nggak? Selama 2 tahun aku bareng sama mereka, nggak pernah sekali pun mereka minta ide padaku."

"Apa semua bisa dibilang salah paham?"

Alex menggeleng cepat. "Nggak Rinjani. Oh iya, bukannya kamu sibuk ya? Terus, kenapa mencalonkan jadi anggota OSIS?"

"Cuma mau ngisi waktu luang doang." Jawabnya meneguk habis minumannya.

Drrrttt.. drrrttt..

Ponsel Alex bergetar lalu ia pun membuka pesan dari Papahnya. Alex, bisa kita ketemu? Di rumah Papah ya.

"Kenapa gak dibalas?" Tanya Rinjani.

"Gak apa-apa. Mau bunga?" Tanya Alex.

Rinjani mengangguk. Alex pun mengajaknya untuk menyeberangi jalan.

"Mau yang mana?" Tanya Alex setelah sampai di toko bunga.

Rinjani bingung harus pilih yang mana, karena semua bunga yang berada di hadapannya sekarang itu semuanya indah, sehingga ia susah untuk mencari yang terbaik dari semuanya.

Alex yang berada di belakang Rinjani langsung mendekatinya, "nih, buat kamu." Ucapnya sambil memberikan setangkai bunga mawar.

Rinjani menerima bunganya lalu tersenyum manis pada Alex. "Makasih."

"Jadi yang mana bunganya?" Tanya Alex, melihat tangan Rinjani tidak membawa satu pot bunga pun.

"Ini!" Rinjani memperlihatkan setangkai bunga mawar pemberian Alex.

"Itu kan dari aku, kamu mau pilih bunga yang mana?"

"Aku selalu suka apa yang kamu berikan."

Setiap ucapan yang Rinjani lontarkan, selalu membuat hati Alex senang dan bahagia.

"Aku serius. kamu mau yang mana?" Alex menunjuk beberapa bunga di sekitarnya.

"Aku mau bunga edelweis." Jawab Rinjani.

"Bapak gak jual neng kalau bunga itu mah." Sahut bapak-bapak pemilik toko bunga tersebut.

"Iya gak apa-apa pak, saya beli yang ini aja pak." Ucap Rinjani.

Lalu Alex pun membayar setangkai bunga mawar itu dan mengejar Rinjani yang sudah berjalan keluar toko lebih dahulu.

Batin Alex selalu mengatakan bahwa suatu saat nanti ia akan membawakan bunga edelweis pada Rinjani.

"Hujan, yuk lari!" Seru Alex.

"Aku suka hujan." Ucap Rinjani. sengaja memperlambat jalannya.

"Kenapa?"

"Karena hujan hanya bisa melihat aku tersenyum, dia gak bisa melihat kesedihanku. Apalagi air mata yang jatuh di pipiku." Jawab Rinjani menatap wajah Alex.

Setelah sampai di depan cafe, jaket Alex yang berada di kursi langsung di selendangkan ke pundak Rinjani. Sedangkan Rinjani hanya memandangnya heran, sebab lagi-lagi Alex memperlihatkan sisi perhatian padanya.

"Baju dalam kamu kelihatan." Bisik Alex saat kedua mata mereka saling beradu pandang.

"Apa?! Kenapa kamu gak bilang dari tadi sih!" Rinjani langsung memakai jaket Alex dengan rapat lalu duduk dengan raut wajah kesal.

Alex tertawa melihat Rinjani yang begitu marah pada perkataannya.

"Dasar cabul!" Cibir Rinjani.

"Hahahaha."

Jarang sekali mereka menikmati kebersamaan dengan begitu nyaman, tanpa ada tatapan-tatapan sinis yang mendarat pada Rinjani karena dekat dengan Alex. Tidak ada bentakan atau cibiran yang membuat telinga terasa panas jika terus-menerus mendengarnya.

Mereka sangat membuat hari itu berwarna dengan tingkah laku dan kekonyolan mereka sendiri.

Tanpa sadar mereka sudah membuat kenyamanan mereka saling melengkapi, dan tanpa sadar pula bahwa mereka telah membuka gerbang hati mereka masing-masing.

Alex dengan sikap bad boy nya yang menyebalkan dan pembuat onar, tapi bisa menjadi sosok yang romantis dan di butuhkan untuk Rinjani.

Rinjani yang mengubah semua sikap dan tingkah lakunya dari cewek yang berkepribadian pendiam menjadi sosok cewek yang imut dan lucu. Sehingga membuat Alex tak henti-hentinya tertawa, meskipun kadang banyak sekali tingkah konyolnya yang membuat diri Alex kesal. namun tetap saja bagi Alex, Rinjani adalah cewek yang akan selalu mengisi relung di hatinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!