Khawatir

Sudah 3 hari Alex tidak masuk ke sekolah dan sejak saat itu tidak ada yang menolong Rinjani saat Luna bersama teman-temannya mengerjainya. Rinjani menanyakan keberadaan Alex kepada Sandra, Dewa, dan Gentong, namun mereka mengatakan bahwa Alex sakit.

Dengan uang jajan yang ia miliki akhirnya Rinjani meminta alamat rumah Alex untuk menjenguknya sendiri.

Sesampainya di depan gerbang rumah Alex, Rinjani menekan bel supaya penghuni rumahnya keluar.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya seorang security.

"Emm, saya temannya Alex pak. Ada Alexnya?"

"Alexnya lagi pergi. Ada yang bisa saya bantu lagi?"

Rinjani menggeleng pelan. "Oh, makasih ya pak."

Security itu pun mengangguk lalu masuk ke dalam rumah megah tersebut.

Rinjani mengirim SMS kepada Alex agar cepat pulang karena dirinya sedang berada di depan rumahnya.

"Yah, hujan lagi!" Pekik Rinjani sendirian. Ia pun berlari mencari tempat teduh di bawa pohon besar yang tak jauh dari rumah Alex.

Sekitar satu jam kemudian. Dengan mata yang terhalang air hujan, Rinjani melihat cowok sedang menghampiri dirinya dan memberhentikan motornya tepat di depannya.

"Kamu gila ya!" Alex membuka helm dan menatap Rinjani dengan tajam.

"Aku ke sini cuma mau... Huaaaciiimm." Rinjani memperlihatkan cengiran kudanya pada Alex sambil memencet hidungnya.

"Apa dia tersenyum?" Pikir Alex dalam hati.

"Naik!" Ajak Alex.

"Kita mau ke mana?" Tanya Rinjani memainkan poni depannya.

Kedua mata Alex terbelalak setelah sadar bahwa rambut Rinjani yang tadinya panjang, kini dia potong pendek seleher. Benar-benar menambah imut pada wajahnya dan tak lupa, poni depan yang memperkuat bahwa Rinjani memanglah gadis cantik dan manis.

"Ke rumah." Jawab Alex cuek. Ia tidak mau melihat wajah cewek yang berada di hadapannya lama-lama, sebab itu akan mengganggu pikirannya saja.

"Jalan kaki aja, itu kan rumah kamu." Sahut Rinjani.

"Bukan. Cepetan naik atau aku tinggal!" Ancam Alex menyalakan mesin motornya.

Rinjani tersenyum manis, "berani kamu ninggalin aku?" Ledeknya.

"ish! nih cewek kenapa harus senyum segala!" Alex bergumam lagi di dalam hatinya.

"Aku gak akan ninggalin kamu! Karena di pohon ini dulunya ada yang bunuh diri, dan arwahnya masih gentayangan sampai sekarang!" Jawab Alex.

Bulu kuduk Rinjani berdiri ketakutan dan langsung naik ke jok belakang motor Alex, lalu menyuruhnya untuk segera menjauh dari tempat itu. Alex pun memacu motornya menuju rumahnya.

"Ini rumah siapa?" Tanya Rinjani, turun dari motor Alex sambil melihat-lihat ke sekeliling rumah.

"Papah." Jawab Alex.

"Oh."

"Yuk, masuk! Aku gak mau kamu pingsan karena kehujanan." Ajak Alex berjalan masuk ke dalam rumahnya.

"Dia Rinjani, teman saya. Perlakukan dia sama seperti kalian perlakukan saya! Dan buatkan dia makanan!" Kata Alex kepada seluruh pembantunya sambil menunjuk Rinjani.

Rinjani memberikan senyum manisnya kepada para asisten rumah tangga Alex, sehingga membuat mereka senang dan memujinya.

"Cantik ya."

"Imut lagi."

Pujian yang di lontarkan untuk Rinjani, langsung didengar oleh Alex, sehingga ia menyuruh para asisten rumah tangganya untuk tidak memuji tamunya itu.

"Jangan dipuji nanti besar kepala!" Kata Alex, memandang satu persatu pembantunya.

Rinjani hanya menatap Alex sinis.

"Nih, handuk," Alex melempar handuk di depan wajah Rinjani "Bersihkan badan kamu dan pakai baju yang ada di lemari itu!" Tunjuk Alex ke sebuah lemari yang ada di pojok kamarnya.

"Kenapa sikapnya gak romantis lagi? Kenapa jadi seenaknya sih!" Gumam Rinjani di dalam kamar Alex.

Rinjani terkejut melihat isi lemari Alex, ia mencari baju perempuan namun tidak ada satu pun. Rinjani mengambil kaos berwarna hitam dengan gambar wajah Alex sedang tersenyum, Rinjani sering melihat senyuman Alex. Tapi kali ini yang berada di kaosnya sungguh senyuman yang sangat tulus.

Dan tiba-tiba Rinjani melihat sebuah foto jatuh dari tumpukan kaosnya. Ia melihat foto Alex bersama seorang cewek sedang terbaring di rumahsakit. Tatapan mata Alex memandang wajah cewek itu, seakan menyiratkan sesuatu kepadanya.

"Hei, udah selesai?" Tanya Alex mengetuk pintu kamarnya. Membuyarkan semua pikiran Rinjani tentang foto tersebut.

"Iya, sebentar!" Jawab Rinjani langsung menaruh foto itu ke dalam lemarinya.

"Apa dia cewek yang Alex suka? Cewek yang Alex beri bunga Anggrek?" Pikir Rinjani.

Alex memandang Rinjani dari ujung rambut hingga kaki. Tak henti-hentinya tatapan itu menusuk ke dalam diri Rinjani, sehingga membuatnya risih.

"Kenapa pakai baju itu?" Tanya Alex.

"Karena ada muka kamu. Tapi, kalau kamu suruh ganti, aku akan cari baju kamu yang cocok buat aku." Jawab Rinjani agak takut dengan sikap Alex yang jutek padanya.

"Nih, pakai!" Alex memberikan kantong belanjaan, lalu menyuruh Rinjani masuk ke dalam kamarnya lagi dan menutup pintunya dengan kencang, sehingga membuat Rinjani kaget.

"Ada yang salah apa sama baju ini?" Rinjani menanyakan penampilannya pada pantulan dirinya di depan cermin.

Rinjani hanya memakai rok mini selutut berwarna hitam dan di padukan dengan kaos Alex. Ia tidak memakai baju yang diberikan oleh Alex hanya karena bajunya berwarna hijau. Dan ia tidak menyukai warna tersebut.

"Kalau udah selesai keluar!" Suruh Alex masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu.

Rinjani kaget mendapati Alex sudah berada di belakangnya. "Ish! Kamu tuh! Bisa gak ketuk pintu dulu!"

Alex hanya memandangi tubuh kecil Rinjani dengan seksama. Lalu kedua matanya tak berkedip melihat kaos bergambar wajahnya tidak diganti olehnya.

"Ini kamar saya! Jadi mau diketuk atau nggak, itu bukan urusan kamu!"

Rinjani tertawa mendengar Alex menyebut dirinya dengan kata 'saya'.

"Ada yang salah?" Tanya Alex tidak mengerti dengan cewek di hadapannya itu.

Rinjani mengangguk-angguk. "Sejak kapan kamu manggil diri kamu dengan sebutan 'saya' ?"

"Kenapa gak diganti?" Tanya Alex menunjuk kaos yang dipakai Rinjani dengan dagunya.

"Karena aku suka," jawab Rinjani, "Emm, oh iya, aku gak suka warnanya." Lanjut Rinjani menunjuk kantong belanjaan yang ia taruh di atas kasur Alex.

Saat tubuh Rinjani membelakangi Alex dan hendak keluar dari kamarnya, dengan cepat Alex menahan tangan Rinjani.

"Lepas bajunya!" Pinta Alex menatap kedua mata Rinjani dengan serius. Bahkan Rinjani belum pernah melihatnya seperti itu.

"Kenapa? Yang lain kegedean. Lagipula aku suka baju ini." Ucap Rinjani.

"Aku gak suka kamu pakai baju itu!"

"Kalau begitu bajunya buat aku aja ya." Rinjani berlari keluar kamar Alex sambil cengengesan.

Di ruang makan Rinjani melihat sudah banyak para asisten rumah tangga Alex berdiri di dekat meja makan, lalu menyuruhnya untuk segera makan siang yang telah disediakan oleh mereka.

"Apa kalian selalu berdiri sambil melihat Alex makan?" Tanya Rinjani pada semua pembantu Alex.

Semuanya pun mengangguk dengan serempak.

Apa dia tidak risih diperhatikan saat makan!

"Kalian kembali ke dapur!" Suruh Alex, lalu duduk untuk makan siang bersama Rinjani.

Makan siang yang sangat sunyi, tidak ada di antara mereka yang mulai untuk berbicara. Rinjani dengan pikiran-pikiran tentang Alex, mengenai foto cewek bersama Alex dan alasan kenapa Alex tidak masuk sekolah beberapa hari. Bahkan saat sudah bertemu, sikapnya sungguh cuek dan tidak semanis saat di sekolah. Sedangkan Alex, ia memikirkan kenapa cewek pendek yang sekarang berada di dekatnya selalu membuatnya menebak-nebak isi hatinya sendiri.

Ada rasa bahagia saat bersama Rinjani, dan terkadang ada rasa sakit hati saat bersamanya. Semua perasaan campur aduk di dalam diri Alex. Dan itulah perasaan yang sedang Alex rasakan saat ini.

Rinjani memanyunkan bibirnya setiap kali melihat wajah Alex yang sedang makan tanpa melihat atau pun melirik ke arahnya. Sungguh, perubahan yang sangat amat drastis.

"Kamu sakit Lex?" Tanya Rinjani pelan.

"Apa?"

"Ah, gak apa-apa. Oh iya, kamu jadikan beliin aku tiket pesawat?" Jawab Rinjani.

Alex menghentikan minumnya, lalu memandang wajah Rinjani. "Jadi."

"Kamu ikut?" Tanyanya lagi.

"Nggak." Jawab Alex melanjutkan makan siangnya.

"Loh, kenapa?"

"Gak apa-apa."

"Katanya kamu mau ketemu kak Satria, masa gak jadi. Kamu ikut ya."

Alex menarik nafasnya. "Kamu jelek rambut pendek! Jadi terlihat makin pendek! Dan satu lagi, aku bisa menemui Satria kapanpun."

"Aku bukan pendek tapi imut," ucap Rinjani tersenyum, "Lagipula aku sengaja potong rambut supaya kamu tidak menyukaiku." Sambungnya memegangi ujung rambutnya.

"Kamu bukan tipe ku! Jadi, meskipun rambut kamu panjang, kamu tetap gak menarik perhatianku!"

"Waaaah! Kamu lupa di kantin? Kamu bilang aku cantik." Rinjani menghentikan makannya dan meladeni ucapan Alex yang meledek dirinya.

Alex langsung kelagapan saat Rinjani mengucapkannya, sebab ia pikir Rinjani tidak akan mengungkit kejadian itu.

"Aku khilaf waktu itu!"

"Apa?! Khilaf?" Tanpa sengaja Rinjani membanting sendok dan garpu di atas meja, hingga Alex terkejut melihatnya.

"Badan kamu tuh kecil! Tapi emosi kamu terlalu besar!" Cibir Alex memegangi dadanya.

"Biarin! Ah, jangan-jangan tipe cewek kamu yang ada di foto dalam lemari itu kan?"

"Apa?!"

"Jangan kaget kayak gitu, setiap orang berhak punya tipe, dan setiap orang berhak mencintai siapa pun, iya kan?"

"Jangan sok tau! Dan itu ucapanku. Jadi jangan di plagiat!"

Rinjani menarik nafasnya sambil memandang Alex yang semakin lama menyebalkan baginya.

"Aku udah selesai makan." Ucap Rinjani

"Kalau begitu, aku antar pulang."

"Gak perlu, nanti naik angkot aja. Aku mau ngobrol sama kamu di sana. Boleh?" Tanya Rinjani menunjuk halaman belakang rumah Alex.

Alex hanya mengangguk dan masih dengan wajah juteknya.

Rinjani duduk di ayunan sambil mengambil pot kecil bunga mawar yang di tanam begitu banyak di rumah Alex.

"Apa yang mau kamu obrolin denganku?" Tanya Alex duduk di samping Rinjani.

"4 hari ini ke mana?"

"Di rumah."

"Kenapa gak sekolah?"

"Malas."

"Aku serius, kenapa gak sekolah?"

"Kenapa kamu cerewet?" Alex bertanya balik.

"Lex, kamu berubah jadi cowok nyebelin. Dari tadi kamu cuma nunjukin sikap dingin kamu, sikap cuek kamu, sikap yang aku benci ke kamu. Ada apa sih? Aku punya salah ya sama kamu?"

"Kamu khawatir aku gak masuk sekolah?"

"Jawab dulu pertanyaanku." Ucap Rinjani.

"Itu sikap aku yang sebenarnya."

"Tapi aku gak suka." Kata Rinjani.

"Kamu cuma adik kelasku, jadi suka atau nggak sama sikapku. Aku gak peduli!" Ujar Alex.

"Apa?"

"Kamu sengaja datang ke rumahku kenapa?" Alex mengulangi pertanyaannya.

"Gak apa-apa."

"Khawatir? Cemas?" Alex memborong semua pertanyaan dan menekankan semuanya pada Rinjani supaya dia mau bicara tentang perasaannya.

"Aku kesepian karena gak ada yang bantuin aku buat bersihin toilet." Jawab Rinjani pelan, namun membuat senyuman kecil di wajah Alex terukir.

"Aku gak suka kamu bicarakan tentang Dery padaku." Kata Alex, mengalihkan pembicaraan tentang hukuman Rinjani. Ia tahu bahwa itu hanyalah alasan bagi Rinjani supaya Alex bersimpati kepadanya.

Rinjani menoleh ke wajah Alex. "Kenapa?"

"Itu perasaan kamu! Dan aku gak mau ikut campur!" Jawabnya.

"Iya-iya. Aku gak akan cerita-cerita tentang Dery lagi. Emm, Lex!"

"Iya?" Alex mengalihkan pandangannya pada wajah cewek imut yang berada di sampingnya itu.

"Jangan-jangan. Kamu cemburu."

"Apa?!"

"Lagian aku harus cerita ke siapa dong?"

" Terserah. Tapi jangan ke aku!"

"Huft." Rinjani cemberut dengan penolakan Alex terhadapnya.

Sekitar pukul 4 sore, Rinjani pun akhirnya pamit dari rumah Alex. Walaupun kedatangannya tidak membuat raut wajah Alex berubah, ia tetap cuek kepada dirinya sama cueknya seperti di sekolah kepada cewek-cewek yang ingin mendekatinya.

"Apa aku mengkhawatirkan Alex? Aku mencemaskannya ya? Ah, sudahlah. Yang aku tau, aku tidak menyukainya. Karena ada dia yang menetap di hatiku." Ucap Rinjani di dalam hatinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!