Rumah Baru

Dinginnya malam Alex habiskan waktunya di rumah pak Budi, ia hanya numpang istirahat di teras depan rumah sambil menatap ke langit yang di penuhi oleh bintang. Alex tidak sedang ada masalah ataupun bertengkar oleh mamahnya, ia memang kadangkala bermalam di rumah pak Budi, sebab di situlah salah satu basecampnya yang tidak di ketahui oleh para teman-temannya jika ia butuh sendiri.

Alex menyandarkan tubuhnya pada dinding rumah Pak Budi lalu melihat jam di HP nya sudah pukul 23:00 malam. Ia pejamkan kedua matanya dengan tenang, namun tiba-tiba dirinya di buat terkejut oleh HP nya berdering, ia melihat nama Rinjani menelponnya, ada rasa aneh yang menyelimuti di benaknya, tapi lebih besar rasa senang yang menyeruak masuk ke dalam hatinya.

"Ada apa?" Tanya Alex jutek saat menerima telepon dari Rinjani.

"Ini Alex?"

"Iya, ada apa?" Alex mengulangi ucapannya lagi sambil menahan tawa, ia berharap Rinjani meminta dirinya untuk merubah nada bicaranya.

"Lex, kenapa ya setiap kali aku sendiri, wajah Dery ada di pikiran aku."

Tawa yang sejak tadi Alex tahan kini menghilang seketika saat Rinjani mengatakan hal yang seharusnya tidak perlu dia katakan.

Alex Memang mengira bahwa Rinjani menyukai sahabatnya, tetapi di dalam hatinya selalu mengatakan bahwa itu semua jangan sampai terjadi.

"Namanya Dery?" Tanya Alex.

"Iya."

"Nanti juga lupa sendiri." Kata Alex pelan namun terasa sakit di dalam hatinya.

"Aku udah coba buat lupain, tapi tetap gak bisa, gimana ya Lex?"

"Apa beneran gue cinta Rinjani?" Alex memegang dadanya, merasakan ada sesuatu yang salah pada dirinya setiap kali Rinjani cerita mengenai sahabat kecilnya.

"Kamu cinta Jan sama dia."

"Apa?"

"Kamu cinta sama sahabat kamu sendiri."

"Masa sih?"

"Ada cowok lain yang sempat kamu pikirin selain dia?"

"Nggak ada."

"Berarti kamu cinta Dery. Sorry Jan, aku harus lanjutin naik motornya."

"Oh, maaf ganggu."

Alex pun langsung memutuskan sambungan teleponnya dengan Rinjani tanpa ingin tahu apa yang akan Rinjani katakan lagi kepadanya. Alex kesal pada dirinya yang tidak berani buat bilang langsung pada Rinjani, ia merasa dirinya pengecut karena sudah takut kalah saing dengan Dery yang jauh lebih dulu mengenal Rinjani daripada dirinya.

Alex mengambil kunci motornya lalu segera pergi dari kediaman keluarga pak Budi tanpa pamit.

Dengan perasaan kecewa, kesal, marah pada dirinya sendiri, Alex pun mampir ke rumah Dewa hanya untuk menormalkan perasaan dan pikirannya.

Tanpa mengucapkan salam Alex langsung masuk ke dalam kamar Dewa dan tiduran di atas kasurnya sambil menatap langit-langit kamar, Gentong hanya memandang Alex bingung karena temannya itu terlihat kacau malam itu.

Dewa yang tidak tau ada Alex di atas tempat tidurnya dengan santai melempar ****** ***** dan mengenai wajah Alex, sehingga membuat wajahnya semakin kesal melihat Dewa yang cengengesan meminta maaf pada Alex.

"Makanya kalau masuk ke kamar orang tuh ucap salam Lex." Kata Gentong asik dengan PS dan snack yang ia beli di minimarket depan.

Tanpa membalas ucapan Gentong, Alex melempar ****** ***** milik Dewa ke kolam renang yang berada tepat di bawah kamarnya.

"Ah, sial lo Lex!" Umpat Dewa kesal, "Siapa yang mau ngambil nih?" gerutunya lagi.

"Pembantu lo aja wa suruh ambil." Sahut Gentong.

"Gak ada orang di rumah." Balas Dewa.

Alex bangun dari tidurnya lalu pamit pulang pada kedua temannya.

"Sinting tuh anak!" Maki Dewa setelah Alex pergi dari kamarnya.

Kali ini Alex datang ke rumah Sandra tengah malam. Di depan rumah Sandra ia melihat ada motor Bobby, kekasih Sandra, kelas XII Akuntansi. Kedatangan Alex membuat Sandra terkejut terutama Bobby, sebab Alex datang di waktu yang tidak tepat.

"Lo berdua pacaran aja, gue gak ganggu kok." Kata Alex duduk di teras rumah Sandra menjauh dari sahabatnya dan Bobby.

Sandra menghampirinya dengan wajah kesal. "Tumben ke sini tengah malam, ada apa sih?"

"Pengen ke sini aja." Alex nyengir memperlihatkan gigi-giginya yang rapih.

Saking kesalnya dengan jawaban Alex, Sandra pun menjitak kepala Alex lalu menyuruh kekasihnya pulang.

"Kenapa lo suruh pulang, kan gak apa-apa ada gue juga." Celetuk Alex saat Bobby sudah menghilang dari depan rumah Sandra.

"Udah malam makanya gue suruh pulang. Ada apaan sih?" Ketus Sandra pada sahabatnya yang tengah merebahkan tubuhnya di lantai.

"Gak ada apa-apa, gue cuma pengen ke sini aja."

"Galau lo ya?" Sandra menebak apa yang sedang Alex alami.

"Galau kenapa? Nggak."

"Ah, bohong. buktinya muka lo pucat gitu, gue bilang galau." Jahilnya Sandra pun keluar untuk memancing Alex dengan pertanyaan yang menjurus langsung ke asmaranya.

"Masa?" Tanya Alex pura-pura kaget.

Sandra mengangguk mantap. Dan mulai penasaran, sebenarnya ada apa sampai sahabatnya harus berkunjung ke rumahnya tengah malam, itu tidak seperti biasa.

"Tante Maria marah-marah lagi sama lo?" Tanya Sandra dengan nada suara yang terdengar serius.

"Nggak." Jawab Alex dengan malas.

"Om Adriansyah?" Maksudnya apa karena papahnya Alex, sehingga ia keluyuran tengah malam seperti kelelawar.

"Bukan."

"Masalah cewek?"

Kali ini Alex hanya diam tidak menjawab pertanyaan Sandra, ia sendiri bingung apa karena cewek dirinya menjadi seperti ini.

"Siapa ceweknya?" Tanya Sandra.

"Nanya mulu lo kaya detektif, udah ah gue cabut." Jawab Alex berdiri dari tidurannya.

"Ya udah kalau gak mau cerita, sana deh lo pulang ganggu aja! hehehehe."

"Bilang ke Bobby, kalau masih mau pacaran sama lo, putusin dulu tante-tante yang pernah jalan sama dia."

"Apa? Apaan lo bilang?!" Sandra kaget dengan balasan dari perkataannya itu.

"Jangan tanyain ke gue lagi, mending lo tanya cowok lo aja. Gue gak mau lo nangis lagi gara-gara cowok kayak dia." Ujar Alex.

"Huft, oke. Tapi sekarang lo mau ke mana?"

"Pulanglah."

"Pulang ke mana?"

"Ini nih yang bikin lama, ke rumah!" Sahut Alex kesal.

"lo yakin Lex mau pulang?"

"Kasur gue udah kangen sama pemiliknya yang cuma pulang seminggu sekali doang."

"Ya udah lo hati-hati."

"Oke."

Sesampainya di rumah, pandangan dari para asisten rumah tangganya mengikuti langkah kaki Alex dan itu sudah menjadi makanannya sehari-hari, karena mereka jarang sekali melihat anak majikannya pulang ke rumah. Bahkan mereka heran di mana selama ini tuan mudanya tidur dan merapihkan dirinya.

"Ini masih rumah gue kan?" Tanya Alex jutek pada salah seorang pembantu yang masih muda.

Dengan gemetar pembantu itu menjawabnya. "I, iya den."

"Bilangin ke semuanya, kalau gue pulang jangan kaget gitu!" teriak Alex, "kayak ngeliat setan aja!" Sambungnya.

"Baik den."

Di ruang tamu Alex melihat mamahnya bersama laki-laki lain, dan entah sudah ada di daftar nomor berapa laki-laki itu menjadi korban mamahnya. Kemarin lusa terakhir kali Alex lihat mamahnya sedang bermesraan dengan laki-laki yang usianya sekitar 50 tahun. Bukan hanya sekali Alex memergoki Maria sedang menerima tamu laki-laki yang Alex tidak kenal, lebih dari 3 atau bahkan tidak terhitung, sampai-sampai ia sudah muak melihatnya dan tidak peduli dengan mamahnya sendiri.

"Baru pulang Lex?" Tanya Maria, melihat jam dinding sudah pukul 2 malam.

Kedua mata cokelat Alex memandang laki-laki yang berada di samping Maria dengan penuh kebencian, tanpa mengeluarkan sepatah kata, Alex segera berlenggang pergi ke lantai atas untuk merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Terlintas di benak Alex tentang perkataan Sandra beberapa hari lalu di kelas, ia mengingat dengan jelas bahwa Sandra bilang padanya. "Suatu saat lo bakal ngerasain sakit di hati lo, karena cewek yang lo cintai justru mencintai orang lain." Bahkan Satria juga pernah bilang sebelum ia pindah ke Jogja. "Berani mencintai harus berani untuk patah hati."

Semua kalimat yang diucapkan oleh teman-temannya memenuhi isi kepala Alex, apalagi ia memang belum pernah merasakan sakit di hatinya hanya karena seorang cewek. Tapi lain halnya setelah ia mengenal Rinjani, cerita demi cerita yang biasa dia bicarakan dengan Alex, sedikit demi sedikit membuat hati Alex sakit seperti di tusuk, membuat dirinya marah tanpa alasan.

"Kalau memang benar gue mencintai lo, berarti lo harus nyata buat hidup gue, bukan hanya sekedar khayalan atau ilusi di pikiran gue doang!"

Semua lamunan Alex tentang Rinjani buyar semuanya seketika pintu kamarnya di ketuk oleh mbok Narti, pembantu yang sudah puluhan tahun mengabdi di rumahnya.

Alex membuka pintunya sedikit sehingga hanya kepalanya saja yang terlihat oleh mbok Narti dari luar.

"Ada apa mbok?" Tanya Alex dengan nada malas.

Dengan rasa segan lagi takut, mbok Narti terlihat sangat gugup beradu pandang dengan anak majikannya itu. Karena setelah keluarga Alex berantakan, mbok Narti tidak pernah melihat senyuman di wajah Alex, justru hanya pandangan sinis dan raut wajah jutek lagi dingin kepada siapa pun yang memandangnya.

"Emm, itu den.. emm..."

"Apa mbok? Kalau gak penting jangan ganggu! Saya mau istirahat, capek!" Alex langsung memotong ucapan mbok Narti, sehingga pembantunya itu bertambah ketakutannya.

"Eh, ma, maksud mbok, itu den, emm.. den Alex dipanggil Nyonya di bawah."

Mendengar apa yang dikatakan oleh mbok Narti akhirnya Alex membuka lebar pintu kamarnya, kini seluruh tubuhnya terlihat dari balik pintu kamar tidak hanya kepalanya saja yang menyembul keluar.

Dengan berat hati Alex berjalan santai menemui mamahnya di ruang tamu yang sedang berciuman, dan tidak sadar ada Alex di depan mereka.

"Kayak binatang!" gumam Alex menolehkan wajahnya karena muak melihat adegan Maria dengan laki-laki tersebut.

"Ada apa?!" Kata Alex keras, sehingga membuat kaget mereka berdua.

"Eh, Alex." Kata laki-laki itu yang sok mencari perhatian dari anak kekasihnya itu.

"Duduk dulu Lex, Mamah mau bicara serius sama kamu." Kata Maria santai sambil merapihkan rambutnya yang panjang bergelombang.

"Udah cepetan mau ngomong apa! Saya mau istirahat!" Dengan wajah jutek dan pandangan tajam ia perlihatkan pada laki-laki di samping Maria.

"Kenalkan ini Om Hendry." Ucap Maria.

"Oh, ada lagi?" Hanya 3 kata yang Alex katakan pada Maria, dan tentu saja ia tidak peduli siapa nama laki-laki itu.

Maria berdehem. "Mamah mau minta izin sama kamu, kalau mamah dan Om Hendry mau melangsungkan pernikahan. Jadi mamah harap kamu mengizinkan dan setuju atas keputusan yang mamah ambil."

Alex terkejut dan tidak menyangka akan mendengar perkataan seperti itu dari mamahnya sendiri.

"Kenapa kalian minta izin sama saya?! Harusnya kalian minta izin sama Adriansyah, papah saya!" Kini emosi Alex memuncak dan siap menyemburkan kepada mamahnya yang selama ini ia pendam.

"Gak mungkin Lex." Ujar Maria.

"Kenapa gak mungkin?! Tinggal minta cerai sama papah saya. Dan kalian bisa menikah dengan tenang! Iya kan?!" Senyum licik Alex sunggingkan di wajah tampannya.

"Nggak bisa!" Bentak Maria di depan Alex.

"Oh, saya tau. kamu takut miskin kan? Karena ini semua milik papah saya, kamu itu cuma wanita sebatang kara yang di nikahi pria kaya!"

Plak...

Tamparan dari Maria mendarat dengan mulus di pipi kanan Alex. Ia memegang pipinya sambil menatap mamahnya dengan marah.

"Mamah bisa bebas sekarang! Terserah mau ngapain, mau main gila dengan pria mana pun aku udah gak peduli!"

Tanpa komando Alex langsung pergi meninggalkan Maria yang berteriak memanggil-manggil namanya. Namun Alex tidak menghiraukannya, ia terus berjalan ke kamarnya untuk mengambil tas beserta kunci rumah yang papahnya berikan untuknya dan adiknya.

Maria minta maaf atas tamparan itu, tapi Alex terus berjalan ke motornya dan segera menancap gas untuk pergi dari rumah mewah yang sudah ia tempati selama 17 tahun.

Malam itu udara begitu dingin, namun Alex merasakan panas pada dirinya terutama pada hatinya. Sebab ia membenci dirinya yang tidak bisa menghentikan perbuatan mamahnya yang melampaui batas. Ia meminggirkan motornya ke depan rumah mewah yang berada di ujung komplek rumahnya. Lalu Alex mengambil ponsel yang berada di saku celana jeans-nya.

"Gue di depan rumah lo." Ucap Alex pada seseorang melalui sambungan telepon.

Dan sekitar 30 menit datanglah seorang cowok yang mempunyai perawakan gempal dan pendek. Ia membuka helmnya dan menyuruh Alex untuk masuk ke dalam rumahnya.

Alex melihat ke sekeliling rumah Gentong yang tampak sepi, hanya ada para asisten rumah tangga saja yang siap melayani majikannya.

"Kusut amat lo?" Tanya Gentong, melihat Alex langsung melempar tas ransel ke atas kasurnya.

"Dari dulu juga gue kusut tong." Jawab Alex dengan malas.

"Berantem lagi?" Tanya Gentong. Ia tahu Alex, ia tahu kehidupan Alex bersama keluarganya, tapi dia tutup rapat pada seluruh siswa-siswi di sekolahnya supaya nama baik Alex tidak tercoreng hanya karena keluarga yang berantakan.

"Nggak. Oh iya, besok gue gak masuk. Bilang aja sakit, lo suruh Sandra bikinin surat sakitnya ya! Nih, amplopnya udah gue siapin." Alex melempar amplop putih ke arah Gentong yang baru ganti baju.

"Buset! Niat amat."

"Harus. gue numpang cuci muka ya."

"Sejak kapan lo izin di rumah gue."

Alex hanya menyunggingkan senyumannya lalu masuk ke dalam kamar mandi Gentong.

Sudah 5 kali ponsel Alex berdering, dan itu membuat Gentong penasaran, karena jam sudah pukul 3 pagi, lalu siapa cewek yang rela memberikan perhatian pada Alex di waktu seperti itu.

Mata Gentong terbelalak saat nama "Rinjani" terpampang jelas di layar ponsel sahabatnya itu. Dia tidak menyangka kalau Rinjani menjadi korban berikutnya.

"HP lo ganggu Lex." Kata Gentong pura-pura tidak tahu apa-apa.

"Ada yang nelepon?" Tanya Alex mengeringkan wajahnya dengan handuk kecil.

"Gak tau, bunyi mulu dari tadi." Jawab Gentong.

Alex pun meraih HP nya lalu membuka panggilan tak terjawab. Dan dengan cepat ia lemparkan ke atas kasur tanpa peduli siapa pun yang menelepon dirinya.

"Siapa Lex?" Tanya Gentong.

"Bukan siapa-siapa," jawabnya, "tidur ah, ngantuk mata gue." Lanjutnya menggeser tubuh gendut sahabatnya itu.

...******...

Alex bangun tidur sudah tidak ada Gentong di sampingnya, saat ia lihat jam ternyata sudah pukul 9 pagi. Ia segera bergegas pergi dari kamar Gentong dan pamit kepada para asisten rumah tangga Gentong yang sudah menyiapkan sarapan untuk dirinya. Di mana pun Alex berada semua pembantu teman-temannya sangat peduli pada dirinya, atau memang itu adalah standar pelayanan di rumah mereka.

Sejenak Alex memikirkan wajah Kia, tiba-tiba saja ada keinginan untuk melihat keadaannya. Akhirnya Alex melajukan motornya menuju panti asuhan tempat Kia dirawat.

Di depan gerbang panti, Alex hanya memandang dari kejauhan, ia berharap bisa mengingat atau sekedar mengenal wajah Kia yang sudah lebih dari 5 tahun tidak ia lihat. Namun sayang sudah hampir 2 jam ia berada di atas motornya tetapi tidak ada anak perempuan dengan wajah yang Alex kenali. Dengan perasaan berat Alex pun meninggalkan panti dan menuju rumah yang diberikan oleh papahnya.

Rumah megah yang di desain sangat modern terlihat jelas di depan mata Alex, rasanya tidak akan nyaman jika harus di tempati seorang diri, ia akan merasa kesepian.

Alex memperkenalkan dirinya kepada para asisten rumah tangga dan beberapa pekerja kebun, serta sopir pribadi yang telah disiapkan oleh Adriansyah, papahnya.

Seluruh para pekerja rumah menyambut kedatangan Alex begitu gembira, sebab sudah beberapa tahun mereka bekerja tanpa ada majikan di rumah tersebut. Namun, lagi-lagi Alex tidak membalas sambutan mereka, sikap Alex dingin, sedingin es. Wajah Alex jutek tanpa ada senyuman sedikit pun.

Semua pekerja yang tadinya bahagia melihat tuan mudanya datang, kini berubah menjadi bingung akan sikapnya. Bahkan mereka juga serasa terhipnotis akan kebingungan untuk melakukan pekerjaan apa. Semua mata hanya memandang pada sikap Alex yang sedang berjalan ke kolam renang dan menyeburkan dirinya ke sana.

Alex memandang layar ponselnya yang tertulis nama Rinjani. Biasanya ia akan tersenyum senang melihat nama cewek itu menelepon dirinya, tapi untuk saat ini Alex tidak mau berbicara pada siapa pun, ia hanya ingin sendiri tanpa ada yang tahu kenapa dirinya menjadi sangat dingin, bahkan lebih dingin dari sebelumnya.

"Den Alex mau makan?" Tanya Sinta. Salah satu asisten rumah tangga yang paling muda di bandingkan yang lainnya, usianya sekitar 30 tahun.

Alex mengusap wajahnya dengan telapak tangannya dan menatap dingin ke pembantunya tersebut.

"Biasanya kerjaan lo ngapain? Siapin saya makan 'kan? Ya udah, jangan banyak tanya!" Jawab Alex dengan ketus lalu melanjutkan renang lagi.

"Baik den." Sinta masuk ke dalam rumah dan menyiapkan makanan untuk majikan mudanya.

"Udah siapin saya makan?" Tanya Alex kepada seluruh pembantu yang ada di dalam dapur.

"Udah ada di meja makan den." Jawab Sinta.

Alex menarik nafas lalu pergi menuju ruang makan.

Ada yang aneh dari pemandangan meja makan di rumah barunya itu. Ruang makan yang begitu besar dan meja makan yang panjang, harus Alex nikmati sendirian. Sungguh sepi dirinya saat ini. Semua telah tersedia, Alex tinggal bilang kepada mereka dan dengan segera akan mereka wujudkan.

Sebelum perasaan benci kepada Maria hilang, Alex tidak akan menyuruh Kia memasuki rumahnya. Lagipula Alex juga sudah tidak ingat bagaimana wajah adiknya yang kadangkala hanya terbersit sekilas dalam ingatannya.

Semua asisten rumah tangga berdiri tidak jauh dari meja makan sambil memperhatikan anak majikannya yang hendak menyantap hidangan yang telah mereka siapkan.

"Kalian udah makan?" Tanya Alex melirik ke semua pembantunya.

"Belum den." Jawab Pak Jono, yang bekerja sebagai tukang kebun di rumah Alex.

"Kalian makan deh!" Kata Alex.

Pak Jono dan para asisten rumah tangga lainnya saling pandang.

"Makan! Gak usah pada kaget gitu."

"Ta, tapi den..."

"Kalian mau makan di sini atau saya suruh Papah buat pecat kalian!" Ancam Alex.

"Ba, baik den." Kata pak Jono.

Akhirnya semua kursi yang tadi Alex lihat kosong, kini sudah terisi semua oleh asisten rumah tangganya. Melihat kegugupan mereka, Alex tersenyum kecil. Tetapi itu membuat Mbok Wasih lega, sebab ia pikir Alex akan benar-benar tidak peduli kepada orang lain, meskipun sikap cueknya belum juga hilang, itu sudah cukup buat Mbok Wasih dan beberapa asisten rumah tangga lainnya senang.

"Kalian gak pulang 'kan?" Tanya Alex memandang mereka satu persatu.

"Kemarin-kemarin sih kita tinggal di sini den, karena belum ada yang nempati." Jawab Pak Olen.

"Terus karena ada saya, jadi kalian pada pulang semua?"

Mereka semua diam. Tidak ada yang berani bicara.

"Pokoknya kalian gak boleh pulang! Kalian semua tinggal di sini!" Suruh Alex tanpa mengalihkan pandangannya kepada mereka.

"Maaf den Alex, kalau saya gak bisa, karena istri dan anak saya ada di sini bukan di kampung. Jadi, saya harus pulang." Ucap Pak Jono dengan suara yang gemetar karena takut pada majikannya itu.

"Oh, ya udah. Yang lain bisa kan?"

"Bisa den." Jawab Mbok Reti mewakili suara teman-temannya.

"Good! Kalau gitu kalian habiskan makanannya, saya mau istirahat." Alex pergi meninggalkan meja makan dan berjalan menuju kamarnya.

...*****...

Malam harinya Alex membuka jendela kamarnya dan menatap ke langit yang begitu indah dengan banyaknya bintang yang bersinar. Kedua mata Alex melihat ponselnya yang sejak tadi pagi sengaja ia tidak aktifkan. Ia melihat sudah begitu banyak panggilan tak terjawab dari Gentong, Sandra, dan Dewa. Bahkan ada SMS dari Rinjani dan Papahnya. Dengan tangan gemetar Alex membuka isi pesan dari Papahnya.

Papah : Jaga dan rawat rumah kamu ya nak. Papah selalu do'ain yang terbaik buat kamu.

Alex merasakan ketulusan Papahnya kepada dirinya dan Kia. Masih ada perasaan kesal namun Alex berusaha untuk memaafkan Adriansyah.

Tak lupa Alex pun membuka isi pesan dari Rinjani.

Rinjani : Kata kak Sandra kamu sakit. Kamu sakit apa?

Alex terbelalak mendapati SMS dari Rinjani yang terlihat seperti ada kecemasan karena ia tidak masuk ke sekolah. Namun lagi-lagi Alex teringat bahwa Rinjani mencintai Dery dan sepertinya tidak ada kesempatan untuk dirinya, sehingga Alex tidak membalas SMS dari Rinjani dan tidak pula mengangkat telepon darinya.

Butuh waktu bagi Alex untuk memahami semua perasaan yang ada di hatinya kepada Rinjani. Karena ia tidak pernah jatuh cinta, makanya Alex tidak tahu apa yang sedang ia rasakan saat ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!