Hukuman

Cuaca pagi sedang tidak bersahabat karena sejak semalam hujan tak kunjung berhenti, sehingga membuat Rinjani harus memakai sandal agar sepatunya tidak basah kena genangan air yang berada di pinggir jalan. Di depan gerbang Rinjani berpapasan dengan motor Alex yang baru datang bersama Luna, mereka menggunakan jas hujan dan berlari ke koridor sekolah untuk membuka jas hujan tersebut.

Seluruh siswa-siswi menatap Rinjani dengan alasan merasa kasihan telah menjadi korban Alex untuk kesekian kalinya, dan entah menjadi cewek keberapa yang di sakiti oleh Alex.

"Kenapa aku yang di liatin sih?! hari ini kan Alex datang bareng Luna, terus hubungannya sama aku apa coba." Gerutu Rinjani di dalam hatinya.

"Kasian ya, gue pikir dia gak bakal jadi korban si Alex, eh malah di sakiti juga." Bisik para siswi di sekitar Rinjani yang berpapasan dengannya maupun yang sedang duduk di koridor dan di depan kelas masing-masing.

"ish! emangnya aku nenek-nenek di kasihani. Alex, awas ya!" Ancam Rinjani kepada Alex yang tidak tahu berada di mana dia sekarang.

Meskipun sudah tidak mempunyai teman di sekolah tetapi sekarang Rinjani lebih berani kepada orang-orang yang selalu menyangkut pautkan dirinya dengan Alex, karena ia merasa sudah terlalu sabar untuk berdiam diri menghadapi orang-orang yang mempunyai keisengan sendiri terhadap hidupnya.

Di depan kelas Rinjani berdiri sambil memandang langit yang nampak gelap, hujan semakin deras hingga membuat para murid malas untuk belajar, mereka lebih memilih melanjutkan tidurnya yang sempat terhenti sejenak, atau hanya sekedar membahas sinetron favorit mereka yang baru tayang semalam.

Tangan Rinjani menyentuh air hujan yang jatuh melalui atap sekolahnya, ia senang dengan hujan hingga membuat senyuman di wajahnya terukir jelas.

"Aduh! kasihan ya, udah di pegang-pegang sama Alex, eh malah di tinggalin! kaya permen karet, habis manis sepah dibuang!" Cibir Luna.

"Makanya jadi cewek tuh harus punya harga diri dong!" Timpal Rere.

"Jan, gue punya ide! lo kan udah miskin, dan biaya sekolah mahal banget. Mending lo gebet si Dewa atau Satria. Dia sama-sama ganteng kok kayak Alex, tajir pula, gimana?" Ujar Mona merangkul Rinjani dengan suara sok akrab.

Rinjani langsung melepaskan rangkulan Mona dan menatap ketiga temannya itu.

"Bisa gak sih kalian jangan ngurusin hidup orang! Kalian mau jalan sama Alex atau siapa pun gue gak peduli! gue sekolah cuma buat belajar bukan buat gaya-gayaan doang! Jadi mulai sekarang lo bertiga jangan usik gue! karena gue gak pernah ngusik siapa lo semua!" Teriak Rinjani dengan kesal.

"Jani." Panggil Yahya.

"Iya." Rinjani pun menghampirinya dan meninggalkan ketiga cewek itu.

"lo di panggil Paham tuh di kelas XI marketing A." Ujarnya.

"Emang udah bel ya?" Tanya Rinjani dengan polos.

"Udah Jan, liat jam tuh." Jawab Yahya.

"Hehehe sorry, ya udah gue ke sana deh."

"Eh, tunggu sebentar. Kelas XI Marketing A? Itu kan kelas Alex. Arrgh, kenapa harus ada di sana sih." Gumam Rinjani pada dirinya sendiri.

Rinjani menarik nafas panjang lalu mengetuk pintu dan segera masuk ke dalam kelas XI Marketing A. Namun yang terjadi adalah Rinjani malah menjadi pusat perhatian kakak kelasnya karena tidak ada siapa pun di dalam ruangan kelas itu. Ia baru sadar bahwa dirinya telah dikerjai oleh Yahya.

"Maaf." Kata Rinjani lalu membalikkan badannya untuk keluar kelas.

"Tunggu!" Alex menghampiri Rinjani.

"Berani juga masuk ke kandang serigala." Ucap Alex.

Lalu Rinjani menoleh ke arahnya sebentar lalu mengalihkan wajahnya ke air hujan yang masih turun dengan derasnya.

Rinjani menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Itu karena, aku di kerjain lagi."

"Lagi? Kayaknya kamu jadi bahan ejekan teman-teman di kelas kamu ya?"

"Iya, itu karena kamu! Semua bermula dari video yang kamu unggah ke Instagram. Udahlah aku ke kelas, lama-lama ngobrol di depan umum berdua sama kamu akan menjadi bumerang buat diriku sendiri." Rinjani pun berlalu pergi meninggalkan Alex yang masih bingung dengan ocehan cewek itu.

"Depan umum?" Gumam Alex sambil melihat ke sekelilingnya yang tidak ada siapa-siapa, karena semua murid sudah berada di dalam kelasnya masing-masing.

"Gue lagi? Sial! Kenapa hidup gue nyusahin orang mulu sih!" Kata Alex di dalam hatinya dengan kedua mata yang masih terjaga memandang punggung Rinjani.

"lo ngerjain gue ya!" Kata Rinjani mendatangi meja Yahya.

"Nggak, tadi gue ketemu Paham di kantor." Sahut Yahya.

"Tapi di kelas gak ada siapa-siapa." Balas Rinjani kesal.

"Ke toilet kali. gue sih udah bilangin ya, terserah lo itu mah mau nyamperin Paham atau nggak."

Ucapan Yahya membuat Rinjani menjadi serba salah. Apa ia sebodoh itu tidak melihat buku yang berada di atas meja guru, apa gara-gara melihat Alex pikirannya jadi kacau dan membuat konsentrasinya hilang.

"Sana lo samperin lagi!" Suruh Yudi.

Dengan malas Rinjani pun balik ke kelas XI Marketing A, lalu dilihatnya ada Dewa dan Satria yang sedang berdiri entah sedang menunggu siapa.

"Ada Paham di dalam?" Tanya Rinjani.

Satria dan Dewa saling pandang dan tidak menjawab pertanyaan dari Rinjani. Sebab mereka tidak tahu pada siapa pertanyaan itu di ajukan.

"Kak, ada Paham di dalam?" Rinjani mengulanginya lagi.

"Nanya siapa sih lo!" Kata Dewa ketus

"Selain pimpinannya yang songong, jutek, dan aneh. Ternyata teman-temannya juga!" Umpat Rinjani di dalam hatinya sambil melihat kedua kakak kelasnya itu.

"Emang ada lagi orang selain lo berdua!" Sahut Rinjani.

Dewa dan Satria terkejut mendengar balasan dari adik kelasnya itu, yang mereka tahu bahwa cewek yang ada di depannya itu mempunyai nama gunung, dan dia adalah cewek yang selalu dibela oleh Alex. Mereka kira sikapnya manis, ternyata tidaklah semanis cewek-cewek yang mengantri untuk menjadi pacarnya.

"Nggak ada." Jawab Dewa jutek.

"Ganteng sih, tapi sayang juteknya kebangetan!!!"

Rinjani pun berjalan pelan menuju kelasnya.

"Mau balik ke kelas lagi?"

Langkah kaki Rinjani terhenti, dan kali ini ia tidak membalikkan tubuhnya, meskipun ia tahu itu adalah suara Alex.

Alex berdiri di depan Rinjani lalu menatap wajahnya. "Udah berani tatap balik wajahku?"

"Berani! selamanya akan aku tatap wajah kamu!" Jawab Rinjani kesal, dan tidak tahu apa yang baru saja ia katakan sehingga membuat Alex tersenyum bahkan ia mendengar suara cekikikan Dewa dan Satria di belakangnya.

"Deal!" Alex menyalami tangan Rinjani dan memegang kedua pipinya yang terlihat bingung, lalu pergi masuk ke dalam kelasnya.

Deal? Deal Buat apa? Ah, pasti karena omongan aku nih, huft.

Rinjani menyesali apa yang dikatakannya pada Alex sehingga kedua teman Alex yang akan menjadi saksi atas ucapannya.

Dengan wajah masam Rinjani duduk di kursi dan tidak mempedulikan panggilan dari Yahya yang menanyakan keberadaan Paham padanya.

Tiba-tiba saja Pak Umar datang dan mengatakan bahwa dompet Luna telah hilang, semua teman-teman sekelasnya terkejut dan langsung panik untuk memeriksa ke dalam tas mereka masing-masing, mereka takut kalau malingnya juga mengambil dompet mereka. Rinjani tidak percaya dengan perkataan Luna, ia hanya berpikir bahwa dompetnya jatuh di suatu tempat.

Seluruh tas berada di atas meja dan saatnya untuk Pak Umar menggeledah tas murid-muridnya itu, sedangkan Luna menangis di tempat duduknya.

"Ini dompet siapa Jani?"

Rinjani sontak kaget mendapati dompet bukan miliknya berada di dalam tasnya.

Dengan gugup Rinjani mengatakan bahwa ia tidak tahu karena itu bukanlah miliknya.

"Itu dompet saya pak." Kata Luna berjalan menghampiri Rinjani.

"Kok, kamu tega sih Jan sama aku?" Tanya Luna dengan lirih pada Rinjani, di depan Pak Umar.

"Ta.. tapi bukan saya pak yang ngambil." Ucap Rinjani.

"Apa kamu bisa jelaskan bagaimana dompet itu bisa masuk ke dalam tas kamu dengan sendirinya?" Tanya pak Umar.

"Saya juga gak tau. Tapi saya gak ngambil dompet Luna, tadi saya.."

"Stop Jani! Nanti sepulang sekolah kamu bersihkan seluruh toilet di sekolah ini sampai bersih baru kamu boleh pulang!" Potong Pak Umar, sambil berlalu meninggalkan segala penjelasan Rinjani yang menurutnya itu hanyalah sebuah alasan atas kesalahan yang Rinjani lakukan tanpa mau di hukum olehnya.

"Bukannya udah gue bilangin, jangan deketin Alex! kalau lo gak mau menderita!" Luna menghapus air matanya dan mengganti dengan sunggingan senyum kepada Rinjani.

"Masih untung lo cuma disuruh bersihin toilet, coba kalau sampai lo di keluarin, bisa-bisa bunda kesayangan lo mati!" Timpal Rere.

"Udah tau bundanya gila, masih aja sok kecantikan!" Sahut Mona.

Ketiga temannya itu memang sangat membenci Rinjani, karena Alex selalu perhatian kepada Rinjani sedangkan mereka capek-capek berusaha untuk mendapatkan sedikit perhatian dari Alex namun hasilnya nihil.

...******...

"Bu, tumben gorengannya masih anget, udah gak meriang lagi?" Tanya Alex mencomot gorengan dari nampan merah.

"Itu punya orang, nitip di sini." Jawabnya.

"Oh."

Kedua mata Alex celingukan mencari-cari Rinjani, ia melihat ada beberapa temannya yang sedang makan di kantin namun hanya Rinjani lah yang tidak terlihat.

"Ke mana sih tuh anak." Gerutu Alex sambil berkacak pinggang.

"Nyariin siapa lo?" Tanya Sandra.

"Nggak nyariin siapa-siapa." Jawab Alex kembali duduk bersama teman-temannya.

"gue kira si cewek gunung itu lembut, manis gitu, eh gak taunya jutek banget." Kata Dewa entah kepada siapa.

Alex langsung menatapnya tajam, "Namanya Rinjani." Sahut Alex.

"Iya Lex, gue juga tau. Tadi gue cuma bercanda doang." Balas Dewa.

Pasti ada yang gak beres! Pikir Alex.

"Bercanda lo gak lucu." Ujar Sandra pada Dewa.

"gue cabut duluan ya." Alex pergi dari kantin menuju kelas Rinjani.

Tubuhnya yang tinggi dengan gampangnya mengintip dari jendela kelas untuk memastikan sedang apa Rinjani di dalam sana. Alex langsung berlari dan menghampiri Rinjani yang sedang merebahkan kepalanya di atas meja.

"Tukang tidur tapi pintar!" Gumam Alex membuatnya tersenyum sendiri.

"Nih." Alex menaruh botol minuman di depan wajah Rinjani beserta mie ayam pak Udin kesukaannya.

Kedua mata Rinjani terlihat merah seperti orang yang baru saja menangis. Alex tahu bahwa ada sesuatu, tapi anehnya keberadaan Alex di hadapan Rinjani justru membuat senyuman itu kembali hadir di wajah imutnya, jantung Alex serasa berdegup kencang tidak seperti biasanya, ia tidak mengerti dengan keadaannya seperti ini.

"Jantung gue kenapa nih? wah, jangan-jangan gue punya penyakit jantung!" Ujar Alex pada dirinya sendiri.

"Lex! Ini buat aku?!" Tanya Rinjani dengan suara agak teriak, sebab Alex sejak tadi hanya melamun melihatnya.

"Apa?"

"ish! kamu tuh ngelamunin apa sih, ini buat aku?" Tanya Rinjani lagi.

"Oh, tadinya buat Sandra tapi dia udah kenyang, makanya aku kasih kamu." kata Alex mencoba untuk menormalkan detak jantungnya.

Rinjani memicingkan kedua matanya memandang Alex. "Kamu tuh kenapa sih selalu ngasih aku barang bekas?" Tanyanya.

"Bekas? Coba aku lihat," Alex membuka plastik hitam dan melihat mie ayam tersebut, "Ah, jangan bodoh deh, itu masih baru." Tunjuknya.

"Apa? Aku bodoh?! Heh, dengerin ya, aku tuh ranking 1 di kelas waktu semester kemarin." Kata Rinjani kesal.

"Iya-iya aku tau, sekarang makan! aku tungguin biar gak tumpah lagi." Alex mengganjal dagunya dengan telapak tangannya sambil menatap ke sekeliling kelas Rinjani.

"Tapi kamu selalu ngasih makanan bekas." Ucap Rinjani membuka plastik mie ayamnya dan menuangkan ke sterofom.

"Itu lagi-itu lagi, ini kan baru, kalau bekas itu, nih mie ayam tinggal setengah." Alex kesal dengan perkataan Rinjani yang terus di ulang-ulang.

"Maksudku bukan itu."

"Terus apa?"

Rinjani menghela nafasnya. "Aku bukan orang yang kamu maksud setiap kali kamu mau kasih sesuatu. Contohnya, kayak bunga Anggrek, itu kan tadinya buat orang lain, dan sekarang mie ayam, awalnya kamu mau kasih ke kak Sandra bukan ke aku."

Alex menatap Rinjani serius. "Besok-besok aku kasih khusus buat kamu."

Rinjani hanya tersenyum membalas ucapan Alex lalu melahap makanan yang diberikan untuknya.

"Minggu depan pemilihan OSIS ya?" Tanya Rinjani.

Alex mengangguk. "Iya, mau mencalonkan jadi anggotanya?"

"Nggak ada waktu." Jawab Rinjani.

"Sok sibuk." Cibir Alex.

"Emang benar, aku tiap hari sibuk."

"Oke, aku percaya."

"Mau jelasin yang semalam, kenapa bad mood waktu aku nelepon kamu?" Tanya Alex.

"Emm, itu.. itu karena seseorang." Jawab Rinjani.

"Seseorang?" Tanya Alex penasaran.

"Dia tetanggaku waktu aku tinggal di Jogja, dia juga sahabat baikku, semalam dia bilang mau tunangan. Liburan sekolah nanti aku akan datang ke sana."

"Melihat acara tunangannya?" Tanya Alex memotong penjelasan Rinjani.

"Iya."

"Aku ikut."

"Apa?"

"Niatku baik. Kamu mau Dateng ke tunangan sahabat kamu yang kamu cintai kan? Dan aku gak mau aja kamu nangis-nangis sendirian, di pojok meja, itu menyedihkan Jani." Kata Alex.

"Kamu kira aku anak kecil!" Ucap Rinjani menyudahi makannya.

"Hahahaha, kamu masih kecil Jani, tinggi kamu aja cuma seketiakku." Alex tertawa.

"Itu karena kamu yang ketinggian." Balas Rinjani tak mau kalah dari Alex.

"Jadi gimana, boleh aku ikut?"

Rinjani berfikir sejenak.

"Tiket aku yang beli." Ucap Alex lagi.

"Setuju!" Rinjani langsung menyalami tangan Alex sambil cengengesan.

Cewek macam apa dia, yang tersenyum cuma karena mie ayam dan sebuah tiket pesawat.

"Satu lagi, kamu bilang aku cinta sama sahabatku?" Tanya Rinjani.

Alex mengangguk.

"Aku gak tau."

"Gak tau gimana? Udah jelas-jelas kamu cinta sama dia." Kata Alex.

"Masa? Sok tau ah."

"Kamu nangis karena dengar sahabat kamu itu mau tunangan kan?" Tanya Alex.

"Emang gimana rasanya jatuh cinta Lex?" Tanya Rinjani.

"Kenapa malah tanya balik sih!" Jawab Alex.

"Udah deh jawab aja."

"Rasanya tuh. Emm.. pokoknya enaklah." Jawab Alex ngasal karena dia sendiri pun tidak tahu rasanya seperti apa.

"Enak? Enaknya gimana?"

"Haduuuh, kamu belum cukup umur, nanti akan aku ceritakan kalau sudah memenuhi persyaratannya ya."

"Huft, aku udah gede tau."

Sampai bel istirahat selesai, Alex masih ngobrol dengan Rinjani, walaupun ia tahu sudah banyak teman-teman Rinjani yang memperhatikannya, ia tetap tidak peduli, begitupun dengan Rinjani yang dengan sengaja begitu terlihat peduli kepada Alex.

"Nanti pulang sekolah aku disuruh bersihin toilet." Bisik Rinjani di telinga Alex, membuat Luna semakin membencinya.

"Kenapa?" Tanya Alex kaget.

"Gara-gara deket sama kamu. Tenang aja, aku gak peduli kok, deket atau nggak nya aku sama kamu, tetap aja aku di kerjain sama mereka dan akan tetap dapat hukuman." Jawab Rinjani senyum.

"Masih bisa senyum?"

"Terus aku harus nangis?"

"Jangan! Aku gak suka."

"Lex, mau kan bantuin aku?"

"Bantu apa?"

"Bersihin toilet."

"Iya, aku akan bantu kamu nanti, sekarang aku ke kelas ya."

"Iya."

...******...

Rinjani memberitahu bundanya kalau ia pulang telat karena ada tugas kelompok, sehingga ia bisa mengerjakan hukumannya dengan santai. Setelah bersih-bersih nanti ia juga akan mengambil uang hasil jualan bundanya di kantin. Sudah jam 2 siang tapi Alex tidak juga datang, padahal dia bilang mau membantu membersihkan toilet, dengan berat hati Rinjani pun membersihkannya sendirian.

Kedekatannya dengan Alex tidak membuat rasa sakit hati yang ia rasakan pada Dery berkurang, tetapi perasaan itu hilang sejenak apabila Rinjani sedang berdua dengan Alex.

"Nih." Tiba-tiba Alex datang lalu memberikan uang kepada Rinjani.

"Ini apa?"

"Uang."

"Aku tau, maksudnya ini uang apa?"

"Bu Nini yang minta tolong buat kasih uang itu ke kamu, emangnya uang apa sih?"

"Oh, ini punya bunda."

Alex diam.

"Lex."

"Iya." Alex bersandar pada dinding toilet sambil melihat Rinjani yang sedang membersihkannya.

"Kamu gak bantuin aku?"

"Bantuin," Jawab Alex, "Toilet lantai 1 dan 2 udah aku bersihin, tinggal lantai 3 yang belum."

"Makasih ya. Emm, tulisan yang di papan tulis itu benar kecuali bunda."

Alex mengingat tentang papan tulis yang di maksud oleh Rinjani.

"Bundaku gak gila, dia cuma gak bisa terima dengan sikap ayahku yang diam-diam seperti itu. Dan sekarang aku udah gak punya apa-apa, makanya bunda taruh gorengan di warung Bu Nini, tapi untung ada tabungan sampai aku lulus sekolah, jadi gak terlalu berat." Rinjani menjelaskan keadaannya pada Alex.

"Biaya sekolah?" Tanya Alex.

"Dari uang tabungan bunda," jawab Rinjani tersenyum, "kamu tunggu di saung aja nanti aku ke sana." Pinta Rinjani.

Rinjani berbohong mengenai tabungan yang di miliki oleh bundanya, sebab ia tidak mau Alex mengasihaninya. Sengaja ia berbohong agar Alex tidak membantu dirinya dalam biaya sekolah.

Selesai mengerjakan hukumannya Rinjani langsung menuju saung untuk menemui Alex yang ia suruh untuk menunggunya di sana. Namun di dalam saung hanya ada bunga mawar entah milik siapa, ia pun duduk sambil mencium aroma bunga mawar tersebut.

"Suka?" Tanya Alex yang datang secara tiba-tiba.

"Kamu tuh kaya hantu datengnya ngagetin!" Jawab Rinjani.

Alex pun ikut duduk di saung, "Suka bunganya?" Tanyanya lagi.

"Suka. yang ini lebih bagus, makasih ya."

"Eh, emangnya buat kamu?"

"Terus buat siapa?"

"Rinjani." Jawab Alex.

"Itu namaku." Sahut Rinjani. tersenyum manis.

Rinjani melihat ada kesedihan dari sorot mata Alex, sejak tadi cowok itu hanya memandang lurus dengan tatapan kosong, bahkan ia lebih pendiam jika di bandingkan beberapa jam lalu.

"Ada apa?" Tanya Rinjani.

"Nanti malam perpisahanku dengan Satria." Jawab Alex pelan.

"Satria? Oh, yang mirip artis Korea itu?"

Alex menoleh dan memandang Rinjani. serius, "Kamu tau?" Tanya Alex.

"Aku tau dari Indah. Waktu kak Satria pinjam Al-Qur'an. Dia bilang kalau kak Satria itu mirip sama aktor Korea." Jawab Rinjani.

"Oh, aku temenan sejak SMP. Saat aku butuh teman, dia dan Dewa hadir untuk memberikan tawa, walaupun kadang menjadi anak nakal. Dan sekarang Satria pindah sekolah karena orangtuanya akan bekerja di luar kota."

"Berapa lama?"

"Selamanya. Dia gak akan di sini lagi, dia di Jogja."

"Apa? Jogja."

Alex mengangguk mantap. "Makanya aku mau ikut ke Jogja sama kamu."

"Oh."

Hening...

"Kamu cinta ya sama sahabat kamu?"

Pertanyaan Alex memecahkan keheningan yang sempat terjadi di antara mereka. Sebagai jawaban Rinjani hanya menggeleng pelan tanpa mau menatap wajah Alex, ia memilih memandang bunga mawar yang sejak tadi ia pegang.

"Itu hati kamu, dan kamu berhak buat cinta sama siapa pun." Kata Alex lagi.

Alex berdiri. "Aku balik ya, udah di tunggu sama teman-temanku."

Rinjani mengangguk pelan dan memandang Alex yang berjalan menjauh darinya.

Itu hati kamu, dan kamu berhak buat mencintai siapa pun.

Ucapan Alex terus terngiang-ngiang di telinga Rinjani. Ada sesuatu dibalik kalimat itu, ada sesuatu yang tersimpan rapat dari kalimat yang Alex katakan setiap kali ia berbicara serius dengan Rinjani, dan itu butuh waktu untuk mengungkapkan setiap kalimat yang Alex katakan padanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!