Perasaan

Baru satu bulan Dery berada di kampung halamannya, Jogja. Tetapi, ia merasa ada yang aneh di dalam dirinya, ia merasa menjauh dari Rinjani membuat dirinya semakin tersiksa, apalagi jika ia berada di dekat Julia kekasih hatinya ia merasa ada rasa bersalah menyelimutinya.

Ada yang ingin Dery ceritakan kepada Julia mengenai Rinjani, namun lagi-lagi ia mengurungkan niatnya hanya karena ia tidak mau membuat Julia sakit hati dengan perkataannya. Dery juga tidak mau menceritakan apapun tentang Julia kepada Rinjani sebab waktunya belum tepat.

Julia hanya tahu bahwa Dery pergi ke kota untuk menemui salah satu sahabat kecilnya. Dery tidak mengatakan bahwa sahabatnya itu adalah seorang perempuan bernama Rinjani.

Julia termasuk perempuan yang sangat sabar, pengertian dan perhatian kepada Dery. Sehingga Dery pun tidak mau membuat kecewa Julia karena sikapnya.

"Hai, sayang." Sapa Julia masuk ke dalam ruang kerja Dery.

"Hai." Balasnya.

"Maaf baru bisa menemui kamu, kemarin-kemarin aku ada kerjaan yang gak bisa aku tinggalkan." Ucap Julia mencium pipi kanan Dery.

"Iya gak apa-apa."

"Oh iya, Kamu udah ketemu sahabat kamu?" Tanya Julia antusias.

"Emm, udah." Jawab Dery.

"Terus?"

Dery memandang kekasihnya. "Terus apa?"

Julia jalan ke jendela kantor untuk melihat suasana luar dari lantai 15 itu, "Asik gak? Ceritain dong, aku kan mau tau." Ucapnya.

"Nanti aja deh di ceritainnya, aku lagi malas buat bicara banyak."

"Oke, tapi kamu janji akan ngenalin aku dengannya?"

"Iya, aku janji."

Tok.. tok.. tok..

"Masuk!" Seru Dery pada orang yang mengetuk pintu ruangannya.

"Maaf pak. Saya mau kasih berkas-berkas kerjasama dengan perusahaan Pak Andre." Ucap seorang perempuan sambil membawa beberapa dokumen.

"Kamu taruh aja di meja saya. Oh, iya Vi, meeting saya dengan pak Toni kamu cancel ya." Kata Dery kepada asistennya.

"Tapi pak..."

"Saya mau makan malam." Potong Dery melirik Julia yang sedang memandangnya.

"Baik pak, nanti akan saya urus. Permisi." Asisten Dery yang bernama Vivi tersebut keluar dari ruangannya.

"Aku pulang ya, kayaknya kalau aku di sini, gak tau harus menunggumu sampai jam berapa. Sebab, kamu terlalu sibuk hari ini." Ucap Julia membenarkan dasi kekasihnya.

Dery tersenyum. "Kamu hati-hati ya bawa mobilnya."

"Iya." Julia pun pergi meninggalkan Dery sendirian.

Sudah 2 tahun mereka menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih, dan tidak pernah satu kali pun Julia berburuk sangka pada Dery. Ia perempuan yang selalu berpikir positif kepada pasangannya, sehingga Dery merasa bersalah karena telah berbohong kepada Julia mengenai Rinjani.

Setiap kali Dery sendiri, yang ada di ingatannya hanyalah wajah polos seorang anak SMK, senyum dan tawanya masih terus bersemayam di benaknya. Wajah, serta ketulusan hati saat Rinjani bicara sungguh menggambarkan bahwa dia seorang yang kritis, beda dari anak seusianya, mungkin karena masalah yang sedang di hadapinya? Entahlah. Yang pasti bagi Dery, sosok Rinjani tersimpan rapat di sudut hatinya.

Kedua orangtua Dery sudah tahu keadaan keluarga Rinjani, dan itu tidak membuat mereka menyesal telah mengizinkan anak sulungnya menemui Rinjani beberapa Minggu lalu, justru mereka sangat antusias menanyakan bagaimana rupa Rinjani, sebab yang mereka tahu aura kecantikannya sudah terpancar sejak kecil.

..."Kenapa dengan hati gue? Kenapa setiap kali gue ingat Rinjani, ada rasa bahagia di diri gue? Dan setiap kali ada Julia, gue merasa bersalah karena udah bohongi dia. Gue cinta Rinjani? Ah, yang benar! Itu gak masuk akal, mana mungkin gue tega mencintai dua cewek sekaligus! Tuhan, ada apa ini?"...

Berbagai pikiran yang terus menyarang di kepala Dery membuatnya tidak nyaman. Sebab, ia harus memilih di antara dua pilihan yang terbaik, itu pun kalau memang benar bahwa ia sungguh-sungguh mencintai Rinjani. Dery tidak tega jika harus mengatakan hal yang sebenarnya kepada kedua perempuan yang sedang berada di hatinya, ia bingung, ia tidak tahu harus menceritakan ini semua kepada siapa.

Malamnya Dery segera menuju salah satu restoran favorit Julia untuk makan malam bersama dan ada sesuatu yang ingin Julia katakan padanya.

"Maaf telat, ada kecelakaan di jalan." Kata Dery langsung mencium kening Julia yang telah datang lebih awal.

"Iya gak apa-apa. Kita pesan makanan dulu aja gimana?"

"Oke."

"Jadi apa yang mau kamu obrolin?" Tanya Dery.

"Aku punya rencana, aku mau kita undur tunangan kita." Jawab Julia senyum-senyum.

"Apa!" Dery terkejut mendengarnya.

"Tenang dulu. Aku mau ajak sahabat kamu ke sini, biar dia yang jadi saksi kita. Kamu setuju 'kan?"

Hati Dery kembali dilanda dilema, menurut Dery inilah waktu yang pas untuk bilang ke Julia siapa sahabatnya yang sebenarnya.

"Aku setuju." Ujar Dery.

"Kalau gitu kamu telepon dia." Suruh Julia.

"Makasih ya mas." Ucapnya lagi kepada pelayan restoran yang mengantarkan makanan ke mejanya.

"Ada sesuatu yang mau aku bicarain sama kamu." Ucap Dery.

"Apa?" Wajah Julia berubah menjadi serius, ia takut hal-hal buruk menimpanya.

"Sahabat aku namanya Rinjani, dia seorang perempuan. Maaf Jul, aku gak bilang sama kamu siapa sahabat aku yang selama ini aku rindukan." Kata Dery menatap Julia.

Tiba-tiba Julia tersenyum lebar sehingga tidak membuat ketegangan di antara mereka.

"Bagaimana sosok Rinjani?" Tanya Julia sambil memotong steak daging yang ia pesan.

"Kamu kalau bertemu dengannya, pasti kamu menyukainya. Dia anak remaja, tapi pola pikir dia terlalu dewasa jika dibandingkan dengan anak seusianya. Rinjani memiliki wajah yang imut, sepadan dengan tubuhnya yang kecil, dia memiliki rambut panjang. Kalau dia tersenyum dan tertawa, seolah dia menarik dunia ke dalam dirinya." Dery menghentikan cerita tentang sosok Rinjani di depan Julia yang sedang menatapnya.

"Rinjani adalah sahabat kecilku." Sambung Dery menyudahi ceritanya.

"Hei, aku cemburu." Ucap Julia memegang tangan Dery,

"Aku cemburu, karena kamu begitu mengenal Rinjani. Apa kamu juga mengenalku sedekat itu?" Tanya Julia tersenyum, "Der, aku sangat menyayangimu, kalau dia sahabat kecil kamu, aku gak akan cemburu sama sekali melihat kedekatan kalian di depan mataku."

"Makasih ya, kamu sangat pengertian padaku." Balas Dery.

Tatapan Dery masih terpaku pada wajah cantik Julia. Ada rasa lega dan tersiksa pada hatinya malam itu. Lega karena ia sudah menceritakan siapa sahabatnya, dan tersiksa karena perasaannya pada Julia dan Rinjani.

"Sama-sama, sekarang kita makan ya." Ucap Julia, membuyarkan tatapan Dery pada dirinya.

Selepas makan malam Dery kembali ke rumahnya yang kosong karena kedua orangtuanya sedang berada di luar kota untuk urusan bisnis. Ia melemparkan tubuh tingginya ke atas kasur yang empuk sambil mencari-cari HP nya. Sebuah pesan dari Rinjani membuat senyuman Dery mengembang, dengan cepat Dery membalasnya dan dengan berat hati ia menelepon Rinjani untuk memberitahukan rencana tunangannya dengan Julia.

"Halo." Suara Rinjani terdengar semangat saat Dery menelponnya.

"Apa kabar Jan?" Tanya Dery masih bingung harus memulainya dari mana.

"Baik, kamu?"

"Baik juga."

Lalu hening sesaat..

"Jani" panggil Dery pelan.

"Iya."

"Liburan sekolah nanti, mau gak ke Jogja? Aku ada acara."

"Acara? Acara apa?"

"Aku.. aku.. aku mau tunangan, dan aku sekeluarga berharap kamu datang. Kamu mau kan?"

"Tunangan?"

"Iya, kamu mau datang? Tapi kalau kamu udah punya rencana lain juga gak apa-apa."

"Nggak ada. Emm, nanti aku datang sama bunda. Dery, udah dulu ya, aku mau belajar."

Tuuuuuuuuttttt...

Sambungan telpon pun terputus, Dery merasa bahwa Rinjani sangat terkejut mendengar ucapannya. Tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa meskipun hatinya merasakan sakit, dan ada rasa sesal telah memberitahukan Rinjani mengenai rencananya bersama Julia. Dery melempar HP nya sebab telah berbicara seperti itu pada sahabat kecilnya.

...*****...

Hati Rinjani terasa seperti ada bom yang telah menghancurkan perasaannya hingga berkeping-keping. Mungkin jika itu terlihat olehnya, ia tidak segan-segan untuk menyatukan kepingan demi kepingan hatinya. Air matanya mengalir saat mendengar Dery akan tunangan, padahal ia merasa bahwa nyamannya ia bersama Dery hanyalah sebatas sahabat. Tetapi jika itu sudah terjadi, sepertinya semua bukan karena persahabatan. Rinjani bingung untuk mengatakan apa yang sebenarnya. Ia tidak tahu apa yang sedang ia rasakan, ia hanya merasa sedih dan menangis setelah Dery menyuruhnya ke Jogja untuk melihat pertunangannya bersama cewek lain.

...Tuhan, kenapa dengan diriku? Kenapa aku tidak bahagia mendengar sahabatku sendiri ingin segera tunangan? Kenapa justru air mataku yang mengalir? Aneh rasanya jika mendapati diriku dalam keadaan seperti ini. Tuhan, aku butuh seseorang yang bisa membantuku untuk melupakan Dery dan menyadariku bahwa Dery hanyalah sahabat tidak lebih dari itu....

Itu adalah jeritan hati Rinjani yang akhirnya ia tulis ke dalam buku diary, setelah sekian lama ia tidak menulis di dalam buku diary kini ia akan memulainya. Memulai semua tentang kehidupan yang ia lalui.

Ponsel Rinjani bergetar dan tampak di layar ponselnya nomor baru yang entah dari siapa, sehingga ia tidak mengangkatnya dan membiarkan ponselnya bergetar beberapa kali.

"Ini Alex, angkat!"

Sebuah pesan yang terselip dari nomor yang tak di kenal itu.

"Halo." Rinjani menghapus air matanya dan mengangkat teleponnya setelah tahu bahwa yang nelepon adalah Alex.

"Habis nangis?" Tanya suara cowok dari sambungan telepon.

"Ng.. Nggak. Oh ya, ada apa?"

"Ada apa? Mungkin lebih tepatnya kenapa aku tau nomor kamu."

Rinjani tidak menjawabnya, ia hanya menghela nafas panjang.

"Kayaknya kamu lagi ada masalah. Jadi gak penting juga aku nelepon. Maaf udah ganggu, dan maaf juga udah minta nomor kamu diam-diam dari cowok yang pernah antar kamu ke sekolah." Kata Alex menutup teleponnya.

Rinjani tidak percaya kalau Dery yang memberikan nomor teleponnya ke Alex, sebab Dery tidak pernah menceritakan apapun mengenai teman sekolah Rinjani. Dan perkataan Alex diabaikan begitu saja oleh Rinjani, ia merasa kalau cowok itu sedang berbohong kepadanya.

"Aku tau kamu gak percaya, tapi kamu boleh tanya ke cowok itu siapa nama temanmu yang minta nomor kamu ke dia, atau lebih tepatnya apa yang teman sekolah kamu bilang ke cowok itu mengenai diri kamu."

Sebuah pesan teks dari Alex tertera di HP Rinjani, dan lagi-lagi ia tidak mau mengkonfirmasi apapun mengenai Alex dan Dery beserta apa yang dikatakan olehnya.

"Temui aku besok di saung!" Balas Rinjani.

"Okeh."

Setelah membalas SMS dari Alex, Rinjani menonaktifkan ponselnya supaya tidak ada lagi yang menghubunginya, karena ia harus istirahat agar semua pikiran tentang Dery ia lupakan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!