Penyusup Kelas

Suasana di ruang kelas XI marketing A sangatlah berisik. Biasanya setelah bel masuk di bunyikan seluruh kelas akan tadarus Al-Quran, namun tidak bagi kelas Alex. Mereka memilih untuk bercanda dan berbincang-bincang satu sama lain.

Saat mereka sedang asyik dengan kesibukan mereka, tiba-tiba pintu kelas dibuka dengan keras, mereka semua langsung mengambil Al-Quran masing-masing. Ada yang mencarinya di kolong meja, ada yang berebut dengan teman sebangkunya, bahkan sampai ada yang pura-pura bahwa Al-Quran nya dipinjam oleh adik kelas mereka.

Untuk urusan Bu Hindun tidak akan ada yang berani melawannya. Begitu pun Alex beserta kedua temannya, mereka memilih untuk mengikuti aturan guru Agama tersebut ketimbang harus merelakan tangannya dipukul oleh gagang rotan yang setiap hari beliau bawa untuk mengajar.

"Kalian dengar 'kan? bel masuk!" Teriak Bu Hindun di depan murid kelas XI marketing A sambil memukul meja guru.

Kelas itu yang tadinya seperti pasar kini berubah menjadi seperti kuburan. Hening, sangaaat hening. Bagaikan kelas tanpa berpenghuni. Semua wajah menunduk, tidak ada satu murid pun yang berani menatap wajah Bu Hindun jika sedang mengeluarkan tanduknya.

"Bentar lagi ngamuk nih." Bisik Alex pada Sandra.

"Hush, diem!" Sandra menyenggol lengan Alex.

"Itu kalian, kenapa duduk berdua? Pacaran?" Bu Hindun menunjuk meja Sandra dan Alex, semua pasang mata tertuju pada mereka.

"Hah? Kita Bu?" Tanya Sandra.

"Iya kamu, pagi-pagi pacaran?!" Kemarahan Bu Hindun sudah tidak bisa terbendung lagi.

"Sandra nih Bu, deketin saya." Alex berdiri dari tempat duduk Sandra, sambil menunjuk sahabatnya itu, lalu berjalan kembali ke tempat duduknya bersama Satria.

"Enak aja lo!" Sahut Sandra.

"Lah emang bener si." Kata Satria membela Alex.

"Heh, lo diem aja ya!" Bentak Sandra.

"Kalau suka bilang dong san, jangan suruh Alex ke tempat duduk lo." kata dewa membela kedua sahabatnya.

"Diaaaaammmm!" Teriak Bu Hindun hingga membuat keheningan kelas berkali-kali lipat. Bahkan untuk melirik saja rasanya susah sekali, karena pandangan Bu Hindun yang begitu tajam.

"Kalian tuh udah bukan anak TK lagi yang harus disuruh! Setiap hari peraturannya kalau bel bunyi, yah, tadarusan. Ini malah pada ngobrol, pacaran, makan!" Kata Bu Hindun lagi dengan suara cemprengnya.

"Gak ada yang makan kok Bu." Sahut Dewa.

"Kamu kenapa balikin terus si setiap guru bicara!" Kata Bu Hindun.

"Yah abis ibu marah-marahnya gak sesuai fakta sih." Timpal Alex santai.

"Kalian..."

"Assalamu'alaikum."

Semua murid pun menghembuskan nafas lega setelah melihat Pak Ilham atau di singkat dengan "Paham" masuk ke kelasnya untuk memberikan mata pelajarannya.

"Wa'alaikumsalam." Jawab seluruh murid XI marketing A dengan semangat.

"Ada masalah lagi bu Sama anak-anak?" Tanya Paham.

"Biasa, mereka tidak tadarus Al-Quran lagi pak." Jawab Bu Hindun.

"Oh, tenang saja Bu. Nanti saya yang urus mereka." Kata Paham.

"Terimakasih pak, kalau begitu saya permisi dulu."

"Iya."

Bu Hindun pun keluar dari kelas mereka, sehingga membuat mereka bernafas normal. Dan kini sudah tidak ada lagi ketegangan seperti tadi.

"Huh, emang cuma si botak doang penyelamat kita." Bisik Alex pada Satria. Hingga kepalanya kena toyor oleh teman sebangkunya itu karena Satria tidak mau sampai Paham tahu mengenai ucapan Alex.

Mereka semua diam dan mendengarkan apa yang dijelaskan oleh Paham. Antara benar-benar mendengar dan memahami apa yang disampaikan, atau hanya ikut-ikutan diam. Tetapi, di otak mereka hanya ada bayangan tentang jam istirahat, makan, dan ngerokok, atau bahkan membayangkan perempuan, itu semua sama tidak ada perbedaannya.

Paham menyuruh seluruh murid XI Marketing untuk memberitahukan orangtua mereka, karena pada hari Sabtu akan ada rapat orangtua untuk membicarakan tentang PRAKERIN (Praktek Kerja Industri). Alex langsung benar-benar diam dan tidak tahu apa yang akan dia lakukan. Maksudnya, dia tidak tahu siapa yang akan mewakilinya. Papah? Alex tidak mungkin kasih tahu kepada papahnya, karena ia belum mau bertemu papahnya setelah kabur dari masalah. Sedangkan Mamah? Justru Alex malu jika harus mamahnya yang datang ke sekolah, ia hanya takut akan ada korban dari ayah seorang murid yang menjadi sasaran empuk bagi Maria untuk menguras semua uangnya. Alex bosan harus berkelahi demi nama baiknya yang di akibatkan oleh mamahnya sendiri.

Bel istirahat sudah berbunyi, Alex bersama kedua sahabatnya langsung menuju kantin untuk nongkrong bersama teman yang lainnya. Namun, kali ini pandangan Alex tertuju pada perempuan yang sedang menguncir rambut panjangnya.

"Woy, bengong. Ayo, ke situ udah ada si gentong tuh." Dewa menepuk pundak Alex yang tiba-tiba terdiam di depannya, sambil menunjuk cowok gendut yang sedang melahap batagor sepiring penuh.

"lo berdua duluan deh! gue mau beli es dulu." Sahut Alex.

Lalu ia berjalan menghampiri Rinjani.

"Hai." Sapa Alex.

"Hai." Balas Rinjani, menghentikan menguncir rambutnya. Alhasil rambut panjangnya terurai di depan mata Alex.

"Aku turut berduka cita ya." Alex pun ikut duduk bersama Rinjani dan Indah.

"Makasih." Rinjani baru sadar kalau rambutnya terurai, ia pun segera menguncirnya kembali.

"Kamu cantik rambut panjang. Apalagi terurai begitu." Ucap Alex sambil tersenyum.

Indah hanya senyum-senyum melihat temannya di goda oleh cowok seperti Alex. Sedangkan kedua pipi Rinjani merah merona karena mendengar ucapan Alex padanya, walaupun pelan namun itu memiliki arti berbeda bagi Rinjani.

"Aku balik ke kelas duluan ya." Ucap Rinjani pergi meninggalkan Alex dan juga Indah yang di tinggal begitu saja.

"Eh, Jani tunggu gue." Teriak Indah. Lalu permisi pergi dari hadapan Alex.

Kedua mata Alex mengantar kepergian Rinjani yang diam-diam jika melihat perempuan itu ia merasa bahagia. Diam-diam memandang Rinjani, ia melupakan semua tentang pahitnya hidup yang ia rasakan beberapa tahun ini. Dan perasaan itu mengalir tanpa ia sadari apa maksudnya, sebab Alex membiarkan kesenangan bersemayam di hatinya jika bertatap wajah dengan Rinjani.

Mungkin senyuman Alex itu yang pertama kalinya semenjak kehancuran keluarganya. Sampai-sampai ia sendiri tidak sadar bahwa pak Budi selaku teman curhatnya sejak kecil yang kini menjadi pedagang es buah di kantin sekolahnya sudah duduk di hadapannya sambil menaruh es.

"Alex." Panggil pak Budi.

"Apa? Eh, ada pak Budi. Udah dari kapan pak di depan saya?" Tanya Alex salah tingkah karena ke pergok sedang memperhatikan Rinjani dari kejauhan.

Pak Budi menoleh ke belakang dan melihat Rinjani sedang tertawa bersama Indah saat berjalan masuk ke sekolahnya.

"Neng Jani?" Kata pak Budi.

"Hah?"

"Kamu lagi ngeliatin Neng Jani?" Tanya Pak Budi lagi.

"Ini buat saya kan pak, gratis?"

Pak Budi mengangguk.

"Makasih pak." Alex langsung menyantap es buah yang sudah berada di atas mejanya, untuk mengalihkan pembicaraan pak Budi.

"Rinjani itu tidak seperti cewek pada umumnya. Kadang dia tertawa, kadang dia menangis, kadang dia marah. Tapi, asal kamu tau, semua yang dia rasakan itu tidak pernah dibagi oleh orang lain. Dia hanya ingin membagi kebahagiaannya saja." Ujar pak Budi.

Tatapan Alex tertuju pada pak Budi, tangannya pun menghentikan untuk menyendok es buah lagi. Kini Alex tertarik untuk membicarakan hal-hal tentang Rinjani. Jarang sekali ia merasa penasaran dengan seorang perempuan, karena biasanya merekalah yang begitu mencari tahu tentang dirinya.

"Kenapa berhenti?" Tanya pak Budi menggoda Alex yang begitu terang-terangan meminta pak Budi untuk mengatakan apa pun tentang Rinjani.

"Emm, udah kenyang pak." Jawab Alex bohong dan menggeser mangkuk es buahnya menjauh dari hadapannya.

"Kamu menyukainya?" Tanya Pak Budi.

"Siapa?" Alex bertanya balik.

"Kamu suka neng Jani?"

"Saya? Yah, nggaklah pak. Cewek di sekolah ini bukan tipe saya. Apalagi tadi bapak bilang apa? Jani sering nangis? Ah, cengeng. Saya gak suka." Jawab Alex menjawab pertanyaan pak Budi panjang lebar.

"Kamu suka dia Lex." Kata Pak Budi.

"Nggak pak. sumpah deh! Kalau saya suka, kasian cewek-cewek yang udah capek-capek bikin makanan buat saya, gak saya makan jadinya." Ucap Alex bersikeras dengan perkataannya.

"Kalau emang kamu tidak suka. Jawab aja pertanyaan bapak "nggak" gitu. Tidak perlu panjang lebar dan semakin tidak nyambung, itu menandakan bahwa kamu suka padanya, tapi sedang berbohong." Sahut pak Budi tak mau kalah beradu pendapat dengan Alex.

"Udahlah saya ke kelas aja." Kata Alex berdiri.

"Loh, tunggu sebentar. Ada yang mau bapak tanyakan."

"Apa?" Alex pun kembali duduk dan mengambil gorengan yang sudah dingin, entah sudah dari jam berapa gorengan itu berada di nampan.

"Bu Tini, ini bakwan meriang ya?" Tanya Alex setelah menggigit bakwannya.

"Meriang?" Bu Tini tidak tahu apa maksud dari ucapan Alex itu.

"Dingin banget Bu bakwannya, saya kira meriang kali, hehehe." Alex cengengesan setelah membuat Bu Tini agak kesal dengannya.

"Maafin dia Bu." Sahut pak Budi, Bu Tini hanya mengangguk.

"Oh iya, tadi mau tanya apa pak?" Tanya Alex.

"Gimana kabar Kia?" Tanya pak Budi.

Mendengar perkataan pak Budi, Alex langsung menaruh bakwannya ke dalam mangkuk es buah.

"Gak tau pak. Terakhir lihat waktu SMP." Jawabnya dengan malas.

"Kenapa gak di jenguk lagi?"

"Orangtua dia aja udah gak peduli, kenapa harus saya lagi yang disuruh mempedulikannya!" Wajah Alex berubah drastis apabila harus bercerita atau hanya sekedar mengingat tentang keluarganya dan Kia.

"Kalau orangtua kamu udah gak peduli, harusnya kamu yang lebih peduli, karena kamu bisa jadi ayah baginya dan juga kakak. Lex, kasihan Kia sendiri. Bapak sih cuma kasih nasihat, kamu terima syukur, nggak, yah gak apa-apa." Kata pak Budi.

"Iya pak makasih, tapi maaf, saya harus balik ke kelas, soalnya udah bel masuk."

"Iya, silahkan."

Semua ingatan tentang kehancuran keluarganya menari-nari di kepala Alex. Ia berjalan di antara koridor sekolah dengan sangat pelan, tanpa peduli sudah ada guru di kelasnya atau belum, karena yang terpenting baginya sekarang ini, ia bisa menormalkan pikirannya dan menghapus kenangan pahitnya.

"Lex, Alex, gawat!" Satria berlari menghampiri Alex keluar dari kelasnya.

"Ada apaan sih? Kayaknya penting banget nih?" Tanya Gentong.

Nama aslinya adalah Bimo, karena memiliki tubuh yang gendut makanya seluruh murid memberikan julukan "Gentong" pada dirinya.

"Buset, kayak setan lo tong! tiba-tiba ada di belakang gue bikin kaget aja." Alex memukul lengan Gentong. Namun Gentong hanya memberikan cengiran kudanya pada Alex.

"Ada apa sih?" Tanya Alex pada Satria.

"Ada penyusup di kelas kita." jawab Satria.

"Penyusup?" Kata Alex dan Gentong bersamaan.

"Ada ibu-ibu nyariin lo, teriak-teriak lagi, ih ngeri." Kata satria lagi, sambil bergidik.

"Hah? Ibu-ibu?" Kata Alex kaget.

"Selera lo sekarang ibu-ibu Lex?" Celetuk Gentong.

"Amit-amit." Sahut Alex, lalu melirik Gentong dan mempunyai ide untuk membereskan masalah sepele.

"lo masuk deh!" Suruh Alex pada Satria.

"Yuk tong masuk kelas." Ajak Alex.

"Wah! kita kayak kembar ya Lex kalau begini." Ucap gentong saat berjalan sejajar dengan Alex.

"Iya." sahut Alex biar cepat, hingga membuat Gentong berhenti bicara.

"Mana yang namanya Alex!" Teriak ibu-ibu di depan papan tulis. Ia berusia sekitar 40 tahun, mempunyai rambut pendek dan keriting kecil-kecil sehingga menyerupai rambut singa.

Sebenarnya Alex tahu itu adalah ibu dari Tania, cewek yang ia pacari hanya kurun waktu satu Minggu. Ternyata ancaman Tania benar bahwa dia akan melaporkan Alex kepada ibunya karena sudah memutuskan hubungan dengannya.

Saat Alex dan Gentong masuk ke kelas semua mata tertuju pada mereka berdua. Namun dengan mulut yang masih terkunci, mereka hanya ingin tahu apa yang akan Alex lakukan lagi.

"Yang ini namanya Alex Bu." Tunjuk Alex pada Gentong yang berjalan bersamanya ke tempat duduk untuk melihat ekspresi ibu-ibu tersebut.

Gentong terkejut mendapati dirinya sebagai kambinghitam oleh temannya itu.

"Benar kamu yang namanya Alex?" Kini si ibu itu hanya bertanya kepada Gentong.

"Iya. Emangnya ada apa Bu?" Tanya Gentong merapihkan rambutnya supaya terlihat mirip dengan Alex.

Gentong memang salah satu cowok yang berharap dirinya menjadi kembaran Alex. Karena baginya, Alex seorang cowok yang sempurna. Jadi ia tidak keberatan jika harus menjadi sasaran empuk ibu-ibu yang membela anaknya karena ulah Alex.

Wajah si ibu tampak tidak percaya melihat Gentong sebagai kekasih anaknya. Satu kelas cekikikan melihat reaksi Gentong yang terlihat sangat santai dijadikan kambinghitam oleh Alex.

"Kamu apakan anak saya?!" Tanya ibu-ibu itu lagi.

"Cuma saya putusin doang kok." Jawab Gentong mengancingkan baju seragamnya yang sudah minta ampun dipakai olehnya karena begitu sesak.

"Kamu tuh udah gendut belagu lagi! berani-beraninya buat anak saya nangis!" Ibu-ibu itu mulai meluapkan kekesalannya.

"Gak apa-apa Bu saya gendut, yang penting anak ibu tergila-gila sama saya, sampai gak mau diputusin gitu." Sahut Gentong membuat satu kelas tertawa melihat reaksinya.

"Idiih, amit-amit! mulai sekarang jangan pernah kamu coba deketin Tania!" Bentak si ibu lalu pergi keluar kelas.

"Siaaaap Bu." Teriak Gentong.

"Ah, parah lo Lex, gue di jadiin korban lagi." Keluh Gentong duduk di tempatnya.

"Ini yang terakhir tong, bantuin teman yang jadi korban gak apa-apa kali." Sahut Alex sambil menggambar wajah seseorang.

"lo si bukan korban tapi pelaku utamanya." Timpal Dewa.

"Hahaha, udahlah bawa santai aja. Gue teraktir besok di kantin." Kata Alex.

"Bener nih?" Tanya Gentong.

"Iya." Kata Alex.

Sandra berdiri sambil bertulak pinggang di hadapan Alex, Dewa, Satria, dan Gentong yang ikutan gabung bersama geng ketiga cowok tampan itu.

"Ini kelas udah sempit, gak perlu bergaya kayak gitu." Ucap Alex tanpa berpaling dari gambarannya.

"Bisa gak? lo ubah sikap lo itu. Udah berapa banyak cewek yang nangis cuma gara-gara di putusin? Apa lo mau tunggu di antara mereka bunuh diri cuma karena lo!" Kata Sandra.

Walaupun Sandra dan Alex sempat berpisah beberapa tahun tetapi ia tahu siapa Alex sebenarnya. Mereka sahabat sejak kecil bahkan banyak di antara para siswi yang mengatakan bahwa Alex dan Sandra pacaran.

"Kayaknya seru tuh kalau ada yang bunuh diri." Alex menutup bukunya lalu memandang sahabatnya itu.

Sandra menarik kursi untuk bisa ngobrol dengan Alex secara dekat dan serius.

"Iya itu bakalan seru, setelah lo benar-benar ada cewek yang bikin lo sayang, dan satu sisi ada cewek yang coba bunuh diri!"

"Si emak ngapa kali marah-marah mulu." Celetuk Gentong yang begitu senang jika meledek Sandra.

"Diam lo tong!" Bentak Sandra

"Iya iya, gue diem." Sahut Gentong.

"Gak ada yang bisa buat gue jatuh cinta! Terus, kenapa gue harus takut kalau disuruh milih dua perempuan dalam hidup gue? lo tau kan, perempuan itu gak penting bagi gue." Alex menatap Sandra dengan wajah sangat serius.

"Gak penting?" Tanya Sandra.

"Iya. Gak penting! bisanya cuma morotin duit cowoknya doang, ngerasa bangga punya cowok ganteng, dan gak bisa ngehargai cowoknya!" Jawab Alex.

"lo boleh berpendapat kayak apa pun. Tapi, jangan kelamaan benci sama perempuan, gue takut lo homo!" Sandra pun langsung kembali ke tempat duduknya dengan perasaan kesal kepada Alex.

"Apaan sih lo." Teriak Alex pada Sandra yang melihatnya dengan sinis.

"Gue cuma pengen lo balik ke diri lo yang dulu." Sahut Sandra.

"San, lo itu gak tau gue, jadi jangan cari musuh, oke!" Balas Alex.

"Oke!"

Satu kelas merasa ketegangan melihat kedua sahabat itu berseteru. mereka hanya tahu kalau Alex dan Sandra itu saling melengkapi satu sama lain dalam bersahabat.

"Aini datang Lex." Bisik Satria.

Dengan kepercayaan diri yang tinggi tiba-tiba Aini masuk ke dalam kelas Alex tanpa permisi atau mengucapkan salam, sehingga membuat dirinya menjadi sorotan satu kelas.

Aini adalah salah satu cewek kelas XI Akuntansi, dan ia pacarnya Alex. Dengan jutek Aini menghampiri tempat duduk Alex lalu menyuruh Dewa, Satria dan Gentong untuk pindah ke tempat lain dengan suara yang kasar. semua orang yang mendengarnya merasa kesal sikap Aini itu.

"Jangan usir orang kaya gitu! gak sopan tau, lagian ada apa sih ke sini?" Alex kesal melihat Aini memperlakukan teman-temannya seperti tikus.

"Biasanya juga aku emang gitu kok, aku mau ketemu kamu." Jawabnya duduk di samping Alex sambil menggandeng lengannya.

"Emangnya mau ngapain kalau udah ketemu?" Tanya Alex melepaskan gandengan Aini dengan paksa.

"Jalan yuk." Ajak Aini.

"Sibuk."

"Gak ada gurunya juga, sebentar aja."

"Nggak bisa, ada perlu sama Bimo."

"Kamu lebih mementingkan cowok gendut itu di banding aku?" Tanya Aini mulai menunjukkan sisi manjanya.

Alex sudah jengah dengan semua cewek yang mengatakan cintanya pada dirinya, kebanyakan dari mereka begitu manja, seperti anak kecil, dan mereka hanya ingin memamerkan ketampanan Alex pada teman-temannya.

"Namanya Bimo!" Kata Alex.

"Iya terserahlah namanya siapa. Kamu harus jalan sama aku, sebentar aja, oke." Ucap Aini.

"Aini, maaf gue gak bisa! gue lebih milih sahabat-sahabat gue di banding lo. Dan satu lagi, sorry banget, kita putus!"

"Apa? Putus! Gak mau, apa-apaan sih kamu tuh, dikit-dikit ngancem putus segala." Teriak Aini.

"Gue bosan pacaran sama lo. Lagipula gue cinta sama cewek lain." Kata Alex.

"Siapa? Siapa ceweknya!" Tanya Aini tidak percaya dengan ucapan Alex.

Satu kelas menunggu jawaban Alex, mereka ingin tahu apa benar seorang Alex jatuh cinta sama perempuan, atau memang hanya akan dijadikan daftar calon korbannya. Hampir semua teman-teman sekelasnya mengambil HP dan merekam kejadian langka tersebut.

"Jani, gue cinta sama dia." Jawab Alex.

"Jani? Maksud kamu Rinjani?"

Alex mengangguk. Lalu menatap wajah Aini yang sudah menangis, karena tidak menyangka bahwa Alex akan memutuskan hubungan dengannya.

"lo jahat Lex!" Aini menampar pipi Alex dan berlari keluar kelas sambil menangis tersedu-sedu dan diikuti oleh sorakan para teman-teman satu kelas Alex.

Bimo tertawa terbahak-bahak melihat Aini sukses dimainkan hatinya oleh Alex, ia begitu benci melihat Aini karena hanya dia perempuan yang selalu menghina dirinya. Jadi ia merasa senang karena kebenciannya terlampiaskan melalui Alex tanpa harus mengotori tangannya sendiri.

Sandra mendekati sahabat kecilnya lagi dan duduk di sampingnya. Alex tidak menanggapi keberadaan Sandra karena ia lebih memilih melanjutkan menggambar wajah seseorang di belakang buku tulisnya.

"Good job bro! dari awal juga gue gak suka lihat tuh cewek, gayanya sok cantik." Ucap Gentong ikut gabung bersama Dewa dan Satria di kursi pojok paling belakang.

"Emang." Balas Alex

"Lex sorry." Kata Sandra pelan.

Alex memandang wajah Sandra dengan serius.

"Buat yang tadi. Gue emosi aja lo bilang kalau cewek itu gak penting buat hidup lo." Ucap Sandra lagi.

Senyuman Alex mengembang di wajahnya. "Ya udahlah, lupain aja."

"lo cinta sama Rinjani?" Tanya Sandra.

Pertanyaan Sandra membuat Alex menaruh buku tulis dan pensilnya ke dalam kolong meja, lalu mendengarkan apa pun yang dikatakan oleh Sandra tentang Rinjani.

"Nggak." Jawabnya.

"Apa? Terus lo tadi..."

"Biar Aini mau gue putusin, bosen gue sama dia." Alex memotong ucapan Sandra dengan santai.

"Gila lo! Gue yakin besok bakalan heboh karena omongan lo itu."

"Yah, gak apa-apa."

"lo gak apa-apa. Rinjani?"

"Gue yang mulai san, jadi gue juga yang bakalan selesaikan masalahnya."

"Awas lo! Kalau sampe lepas tangan!" Ancam Sandra menunjuk wajah Alex.

"Iya."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!