Hari Baru

Sekitar pukul setengah 7 pagi Rinjani sudah sampai di sekolah, ia melihat di depan gerbang sudah tidak ada lagi kakak kelas yang berdiri untuk menegur para peserta MOS hanya karena nametag yang mereka gunakan terbalik.

Pagi ini hanya terlihat murid-murid berseragam putih abu-abu dengan sangat rapih. Tidak akan ada yang bisa membedakan mana kelas X, XI, dan XII, karena mereka membaur menjadi satu. Mereka semua menyatu dalam satu impian. Impian setiap anak remaja yang akan memulai kehidupan barunya, yang siap untuk memulai ke jenjang berikutnya. Mereka semua akan berusaha sekeras mungkin untuk menggapai semua mimpi yang mereka taruh disetiap kepala mereka masing-masing. Semuanya berjuang hanya untuk mendapatkan satu kata "SUKSES".

Dengan tas ransel berwarna Biru muda, Rinjani terus berjalan menyusuri koridor sekolah sambil membaca setiap depan pintu yang terdapat tulisan kelas dan jurusannya. Rinjani melanjutkan naik kelantai 2 karena di lantai dasar hanya ada kantor, tata usaha (TU), koperasi dan dua kelas XII Administrasi Perkantoran (AP). Di lantai dua Rinjani juga belum menemukan ruang kelasnya, di sana hanya terdapat ruang komputer, perpustakaan, kelas XII Akuntansi bersama kelas XII Pemasaran dan XI Administrasi Perkantoran. Karena di kedua lantai yang sudah Rinjani jelajahi tidak ada kelas X akhirnya Rinjani mempercepat langkahnya untuk menuju lantai 3. Sesampainya di lantai tersebut Rinjani segera mencari ruang kelas yang sesuai dengan pilihannya, kedua mata Rinjani melihat kakak kelas yang ia tidak ketahui namanya sampai sekarang. Cowok itu sedang berdiri di depan kelas X Akuntansi.

Rinjani memalingkan wajahnya saat berpapasan dengan cowok itu. Ia juga melihat ada sebuah saung di belakang sekolah dan ia pun tertarik untuk mendatanginya nanti.

"Kamu X Marketing?" Tanya salah seorang guru dengan rambut botak dan kacamatanya yang menempel di atas jidat.

"Iya pak." Jawab Rinjani.

"Silahkan masuk dan cari tempat duduk yang kosong." Ucapnya.

Di dalam kelas sudah sangat penuh bahkan Rinjani melihat sudah tidak ada bangku yang kosong. Kalau saja ia tidak mengenal Indah, mungkin Rinjani tidak akan mendapat tempat duduk. Rinjani duduk pada barisan depan, dekat pintu dan jendela berdua dengan Indah yang sudah lebih dulu duduk di sana.

Setiap kelas memiliki batas maximum. Jadi bagi murid yang tidak mendapatkan tempat duduk, langsung diperintahkan meninggalkan kelas dan silahkan masuk ke jurusan AK atau AP.

Pertama kali SMK PERMATA buka jurusan Marketing, jarang sekali ada peminatnya. Namun beberapa tahun belakangan ini justru Marketing yang menduduki puncak jurusan yang di sukai oleh para murid baru. Selain guru-gurunya yang menyenangkan, pelajaran kejuruannya pun terbilang cukup mudah.

Hari pertama sekolah belum terbilang aktif, para guru hanya memperkenalkan diri masing-masing terutama ketua guru jurusannya. Guru tersebut bernama pak Ilham, dia selain menjadi ketua jurusan, dia juga mengajar salah satu pelajaran kejuruan di Marketing. Salah satu guru yang terkenal dengan gaya humorisnya dalam mengajar, dan sangat supel kepada semua murid, terutama murid yang berada dibawah jurusannya. Pak Ilham bertubuh gempal dengan kacamata bulat, dan tidak memiliki rambut alias botak. Jangan buat dirinya marah, karena jika itu terjadi, tidak akan ada harapan untuk mendapat sapaan darinya.

Kebanyakan murid Marketing memanggil pak Ilham dengan panggilan "Paham" mereka begitu suka menyingkat nama para guru, terutama guru yang menjadi pentolan di SMK PERMATA. Awalnya hanya murid Pemasaran saja yang berani memanggilnya paham, namun berjalannya waktu semua murid di sekolah ikut memanggilnya, bahkan sampai para guru pun ikutan menyingkat nama guru pak Ilham.

Lalu ada Bu Leni selaku wali kelas X Marketing. Memiliki tubuh kurus dan kecil, bahkan ia juga sangat detail dalam menjelaskan mata pelajarannya sehingga jarang sekali ada murid yang tidak mengerti dalam pembahasannya. Bu Leni juga ada panggilan lainnya yaitu "si mungil".

Waktunya untuk memilih ketua kelas, sudah ada nama 4 orang kandidat yang akan mencalonkan dirinya, ada Iyan, Yahya, Rere, dan Lisa. Sebenarnya keempat calon itu tidak ada yang tahu siapa yang pantas menjadi ketua kelas untuk pertama kalinya, sebab diantara mereka belum ada yang mengenal para kandidat. Gulungan yang sudah berada di meja akhirnya dibuka satu persatu untuk penghitungan suara yang dilakukan oleh Bu Leni. Sehingga terpilihlah Yahya sebagai ketua kelas, sedangkan Ian sebagai wakilnya, Lisa sekretaris, dan Rere sebagai bendahara.

Saat istirahat Rinjani baru sadar kalau ia satu kelas bersama cewek yang begitu tidak menyukai dirinya. Ternyata cewek itu bernama Luna, bahkan ia adalah salah satu cewek paling cantik di angkatan Rinjani dan label anak pemilik sekolah tidak lepas dari dirinya.

"Kantin yuk." Ajak indah.

"Pasti rame." Ucap Rinjani, sambil nulis sesuatu dikertas. Lalu memasukkannya ke dalam amplop.

"Huh, namanya juga kantin. Ya, rame lah! kuburan aja rame banyak orang disiksa."

Rinjani bergidik mendengar ucapan indah. "Yuk, ke kantin daripada harus ngomongin siksa kubur." Ujarnya.

"Hahaha, gitu dong, yuk."

Namun saat Rinjani keluar kelas dan melihat ke bawah banyak kakak kelasnya yang sedang bermain basket, ia pun terhenti sejenak dan memperhatikan setiap cowok yang bermain.

Indah pun ikut melihat ke bawah memastikan temannya sedang melihat siapa. "Ngeliatin siapa sih?" Tanyanya.

"Hah? bukan siapa-siapa, yuk!" Rinjani menarik tangan indah dan berjalan menuruni anak tangga.

Sesampainya di kantin Rinjani melongo karena begitu banyak para murid yang datang untuk istirahat sehingga membuatnya tidak tahu harus duduk di mana. Dan tidak ada satu pun yang ia kenal, sehingga membuat dirinya pusing melihat kerumunan banyak orang.

"Mereka mau makan, apa mau demo sih!" Kata indah memandang semua pedagang yang penuh dengan siswa-siswi.

"Makanlah." sahut Rinjani.

"Rinjani." panggil Sandra melambaikan tangannya yang sedang duduk bersama teman-temannya di tukang bakso.

"Sini." panggilnya lagi.

"Eh, itu kan kak Sandra, lo kenal Jan?" Tanya indah.

Rinjani hanya mengangguk, lalu berjalan pelan menghampiri Sandra.

"Pindah lo!" suruh Sandra pada Bimo dan Rudi yang tengah asik makan bakso.

Kini mata Rinjani menangkap cowok yang ia tidak kenal namanya sudah selesai makan semangkuk bakso. Selesai makan, cowok itu mengambil sedotan dan menaruhnya di dalam mulutnya sambil menatap Rinjani dan menyunggingkan senyumnya.

"Kenapa kita lagi sih yang disuruh pindah!" gerutu Rudi membawa mangkuk beserta air minumnya ke meja sebelah.

"Eh, gak usah pindah kak, kita juga gak jadi duduk di sini kok." cegah Rinjani pada mereka.

"Bene..."

"Mau makan apa?" Tanya cowok itu berdiri menghadap ke Rinjani lalu membuang sedotannya.

Sehingga membuat Rudi kesal akan sikapnya, dan berlalu ke meja sebelahnya, itu pun mereka harus mengusir adik kelasnya dulu baru mendapatkan tempat duduk.

"Emm, air putih." jawab Rinjani keceplosan.

Sebenarnya ia mau makan mie ayam tapi malah air putih yang tiba-tiba keluar dari mulutnya, dan itu membuat dirinya malu lalu menundukkan wajahnya. Ia tidak berani harus memandang apalagi menatap wajah kakak kelasnya itu.

"Temannya mau apa?" Pandangan cowok itu belum berpaling dari Rinjani, meskipun pertanyaannya untuk Indah.

"Batagor aja kak." jawab Indah dengan suara yang terdengar kikuk. Bagaimana tidak? Cowok paling populer dan tampan di sekolah kini berdiri sangat dekat dengannya.

"Baiklah. kalian duduk, aku ambilkan pesanan kalian." Katanya. Lalu pergi memesan batagor.

"lo ke kantin cuma minum air putih doang? Jani, kalau emang iya, ngapain pake ke sini, gue bawa noh di tas." bisik Indah menahan tawanya.

Rinjani menoleh dan memberikan kode agar Indah diam tidak banyak bicara lagi, apalagi meledek dirinya di tempat umum, sungguh bukan situasi yang tepat.

"Kaget ya Jan? lihat temanku baik gitu." kata Sandra.

"Nggak kok." ucap Rinjani.

"Nih, pesanannya, gratis." cowok itu menaruh batagor beserta air putih di depan Rinjani.

"lo mau ke mana?" Tanya Sandra.

"Ada deh, gue cabut dulu ya." Jawabnya pergi begitu saja.

"Maksudnya gratis apa Jan?" Tanya Indah.

"Udah dibayar, tenang aja." Jawab Sandra

Sandra menyedot habis minumannya. "Jani, udah tau nama dia siapa?"

Rinjani menoleh melihat punggung cowok itu yang sudah menjauh dari penglihatannya, "belum."

"Mau aku kasih tau." Kata Sandra.

Rinjani langsung menggeleng.

"lo gak tau siapa dia Jan, ya ampun." ujar Indah.

"Kenapa?" Tanya Sandra penasaran, kenapa Rinjani tidak mau tahu nama temannya itu.

"Emm, Ng, nggak apa-apa kak, nanti juga tau sendiri." Jawabnya.

"Oh, dia suka naik gunung loh." Ucap Sandra.

Rinjani hanya tersenyum karena ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya lagi.

"Kamu gak suka dia?" Kali ini Sandra bertanya dengan memandang Rinjani serius.

"Suka?" Rinjani mengulang ucapan Sandra.

Dan anggukan sebagai jawabannya.

"lo gak suka dia Jan? Padahal cewek satu sekolah ngejar-ngejar dia" kata Indah nyerocos seperti burung beo.

"Nggak." kata Rinjani.

"Serius?"

"Iya."

Sandra langsung pamit ke kelasnya, membuat Rinjani dan Indah heran dengan tingkah lakunya seperti itu, dia yang mengajak mereka satu meja tapi sekarang malah di tinggal masuk ke kelas.

"lo yakin Jan gak suka sedikit pun sama dia?" Indah mengulang pertanyaannya setelah Sandra tidak bersama mereka.

"Indah, gue aja gak tau siapa dia. Terus, gimana gue bisa suka." Kata Rinjani lalu berdiri dan mengajak indah untuk balik ke kelasnya.

"lo duluan deh ndah, gue ke toilet dulu." Ucap Rinjani berhenti di depan toilet lantai 2. Indah pun berjalan naik ke lantai 3.

Saat Rinjani keluar dari toilet tiba-tiba kedua matanya berpapasan dengan cowok itu. Kakak kelasnya yang sampai sekarang ia tidak tahu namanya, dan tidak ia cari tahu juga. Karena ia ingin tahu bagaimana cara cowok populer itu berkenalan dengan perempuan.

Di depan kelas XI marketing A ternyata banyak sekali murid cowok yang sedang berada di luar kelasnya. Mereka kerjaannya mengganggu adik kelas atau cewek-cewek yang lewat di hadapannya, dan lagi-lagi ada cowok itu di sana sedang tertawa bersama teman-temannya yang sukses membuat marah para cewek-cewek tersebut.

Namun saat Rinjani melihat, cowok itu langsung berlari menghampirinya.

"Hai." Sapanya.

Rinjani hanya meliriknya sambil berjalan tanpa membalas sapaan dari cowok itu.

"Apa yang kamu lihat belum tentu benar adanya, masuklah." Katanya lagi membuka pintu kelas Rinjani, sehingga semua mata tertuju kepada dua orang tersebut yaitu Rinjani dan kakak kelasnya.

Lalu ditutup pintu kelas X marketing dan cowok itu pun berlalu menuju kelasnya.

Suasana kelas yang hening seperti kuburan membuat Rinjani tidak nyaman. Apalagi memang sedang tidak ada guru, di tambah lagi mereka diam karena baru saja melihat dirinya bersama kakak kelas yang paling tampan dan populer di sekolah.

"Kok bisa?" Bisik indah. Maksudnya kenapa Rinjani jalan berdua dengan cowok itu.

"Kebetulan." Jawab Rinjani membuka kembali amplopnya.

"Jan, untung gak ada Luna."

"Maksudnya?"

"Luna suka sama dia, gue gak tau apa yang terjadi kalau sampe dia lihat lo jalan berdua."

"Oh."

"lo tuh kenapa sih selalu senyum kalau liat amplop yang udah lo tulis."

"Ah, gak apa-apa. Oh, iya, lagian gue sama dia kan emang gak ada hubungan apa-apa jadi mau ngapain cemburu."

Rinjani dan indah tersenyum karena sudah membahas sesuatu yang seharusnya tidak perlu mereka obrolin. Hari pertama masuk sekolah, Rinjani pulang dijemput oleh pak Didik sopir pribadi keluarganya untuk mengantar dirinya menuju panti asuhan dan bermain bersama anak-anak kecil di sana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!