Mobil sedan warna hitam itu melaju cepat mendahului mobil-mobil di depannya. Setelah untuk beberapa jam tadi meluncur deras di jalan besar, kini mobil sedan itu berbelok di sebuah jalan kecil yang belum diaspal. Di sepanjang jalan kecil itu penuh ditumbuhi semak-semak dan beberapa pohon asam yang rimbun, sehingga menutupi rumah besar bercat biru bergaya eropa, tempat mobil itu berhenti.
Sebuah rumah bertingkat dua berukuran besar dengan tembok setinggi dua meter yang mengelilingi rumah. Di halaman rumah, nampak berjejer dengan rapi pohon-pohon tabebuya. Bunga dan dedaunan keringnya yang berguguran nampak memenuhi halaman rumah. Sesekali diterbangkan kesana kemari oleh angin yang sesekali menghempas. Suasana nampak sunyi dan hening.
Di dalam mobil, Yulian Wibowo dan Sulastri masih sama-sama terdiam. Setelah tadi pertanyaan demi pertanyaan Yulian Wibowo tak pernah ditanggapi Sulastri, Yulian Wibowo memilih diam.
Seorang laki-laki dengan badan setengah membungkuk, berbaju putih terlihat menyorotkan senternya ke arah mobil. Yulian Wibowo memalingkan wajahnya saat senter menyilaukan matanya. Ketika seseorang itu sudah berada di dekat mobil, Yulian Wibowo menurunkan kaca mobilnya. Begitu melihat orang di dalam mobil, laki-laki itu segera membuka gerbang rumah.
"Pak Amat, ini buat beli rokok ya," kata Yulian Wibowo sambil memberikan selembar uang kepada laki-laki yang dipanggil pak Amat itu dari dalam mobil. Pak Amat mengangguk sambil tersenyum. Ia lalu bergegas menutup gerbang dan pergi.
Yulian Wibowo lebih dulu turun dari mobilnya. Ia langsung bergegas menuju pintu mobil di sisi kiri dan membukakannya untuk Sulastri. Keluar dari mobil, tatapan Sulastri awas melihat ke sekeliling bangunan. Tersembunyi namun begitu megah. Begitupun dengan halamannya yang luas dengan berbagai bunga hias di setiap sisinya.
Yulian Wibowo membuka pintu dan mempersilahkan Sulastri masuk. Sulastri masih tercengang melihat bagian dalam rumah yang menakjubkan. Batu marmer yang menghias dinding-dinding rumah serta lampu-lampu hias yang bergelantungan seperti untaian mutiara di langit-langit rumah.
menengok ke ruang tamu, nampak berjejer sofa warna biru yang terlihat elegan dengan latar belakang kelambu berwarna emas. Meja, asbak dan guci yang bersandar di dekat meja semuanya terbuat dari batu pualam. Di dinding ruang terdapat lukisan besar, yang semakin menambah megah dan berwibawanya ruangan itu.
Yulian Wibowo hanya tersenyum. Dia memegang tangan Sulastri, namun Sulastri menepisnya.
Kini Sulastri sudah berada di dalam sebuah ruangan yang luas dengan ranjang besar di tengah-tengahnya. Di salah satu sudut ruang, terdapat lemari kaca bersusun dua. Di rak pertama, berjejer gelas-gelas indah dengan berbagai bentuk. Sedangkan pada rak kedua, berbagai merk minuman anggur seperti barang keramat yang dibungkus kain emas. Mirip mini bar.
Yulian Wibowo baru saja keluar dari kamar mandi di sudut lain ruangan itu. Ia menoleh ke arah Sulastri yang terlihat masih kagum dengan barang-barang di rumah itu. Ia mulai menuangkan sebotol minuman ke dalam seloki.
"Tolong matikan lampunya, aku tidak mau menyaksikan sesuatu yang sama sekali tidak aku inginkan. Dan cepatlah, anak-anakku menunggu di rumah," kata Sulastri pasrah sambil mulai melepas pakaiannya.
"Satu lagi, aku tidak suka bau minuman keras, jadi tolong, jangan buat aku muntah di kasurmu," sambung Sulastri.
Yulian Wibowo tersenyum. Ia menatap gelas kecil yang baru saja ia tuangkan minuman. Ia lalu melangkah ke arah Sulastri.
Ia menyangka wanita yang kini ada di depannya akan berontak dan melakukan perlawanan, tapi kenyataannya ia mendapati sebaliknya. Yulian Wibowo merasa Sulastri , walaupun sudah beranak tiga, memiliki aura istimewa, yang membuatnya tak sabar segera merengkuhnya.
Clek!
Suara stop kontak menggema dalam ruangan, menambah debar dalam dada Sulastri. Suasana benar-benar gelap. Sulastri sudah membaringkan tubuhnya dalam posisi terlentang pasrah. Dia masih menunggu bayangan Yulian Wibowo dalam kegelapan menindih tubuhnya. Dan ketika tubuh berat Yulian Wibowo sudah berada di atas tubuhnya, sumpah serapah untuk Bagas menggema dalam hatinya. Air mata Sulastri mengalir. Air mata yang tak ia harapkan keluar lagi, nyatanya tak mampu ia bendung lagi. Satu persatu pakaian yang dikenakannya dilucuti dengan bebas oleh lelaki yang sama sekali tak dikenalnya. Menjilatnya dari ujung kaki sampai ujung rambut. Tak ada yang tersisa. Laki-laki itu benar-benar menikmati setiap liukan dan lekuk dari tubuhnya. Semakin Sulastri mengerang, semakin deru nafasnya terdengar seperti memburu. Membolak-balikkan tubuhnya seperti mayat yang tak berdaya. Hingga satu jam berlalu, Yulian Wibowo mendesah dan sejurus kemudian, ia terbaring lemah di samping Sulastri bersama erangan panjangnya.
Sulastri masih terbaring terlentang di atas ranjang. Matanya menerawang dalam kegelapan. Sesak hatinya semakin menjadi-jadi mendengar deru nafas penuh kepuasan dari laki-laki yang terbaring lemas di sampingnya.
Sulastri menoleh, menyadari Yulian Wibowo hanya diam di sampingnya, Sulastri bangun dan segera memasang kembali pakaiannya.
"Kau sudah janji mengantarku pulang setelah ini selesai. Tolong, antar aku pulang. Aku takut bayiku menangis,"
Yulian Wibowo terbatuk. Ia terdengar sedang menghembuskan nafasnya pelan.
"Cuci mukamu dulu sana, kita akan pulang setelah aku mengganti pakaianku," kata Yulian Wibowo sambil bangun dari berbaringnya. Sulastri pun bangkit dan menuju ke kamar mandi.
Sulastri melihat tumpukan uang kertas di dekat tasnya. Ia menoleh ke arah Yulian Wibowo, laki-laki terlihat asik menikmati sebotol minumannya di atas kursi.
"Ambil dan masukkan ke dalam tasmu", kata Yulian Wibowo. ia kembali menuangkan minumannya ke dalam gelas. Sekali teguk.
"Kenapa, kenapa kamu memberiku uang. Bukankah ini tubuhku adalah pembayaran hutang mantan suamiku?"
Yulian Wibowo mengangguk. Tanpa menoleh ke arah Sulastri. Ia bangkit. Menaruh botol ke dalam lemari dan mendekat ke arah lastri. Ia lalu mengambil tumpukan uang itu dan memasukkannya ke dalam tas Sulastri. Tas hitam itu ia berikan pada Sulastri.
"Ayo, aku antar pulang. Anak-anakmu membutuhkanmu", kata Yulian Wibowo mempersilahkan Sulastri keluar. Sulastri melihat ke arah Yulian Wibowo. Tak seperti yang ia bayangkan. Kasar dan tak berprikemanusiaan seperti wajah sangarnya. Tapi kenyataannya ia lembut dan ramah. Benar-benar di luar dugaannya.
Sulastri segera keluar dan naik ke dalam mobil. Yulian Wibowo menekan bel mobilnya tiga kali. Seorang laki-laki dengan badan setengah membungkuk dan berbaju putih datang lagi. Setelah menerima kunci dari Yulian Wibowo, ia pun segera menutup gerbang rumah.
Mobil sedan warna hitam itu kembali melaju menembus gelap malam di jalanan yang sepi. Hingga di sebuah kecil, mobil itu berhenti. Yulian Wibowo turun dan membukakan Sulastri pintu.
"Tunggu," kata Yulian Wibowo saat Sulastri hendak pergi. Ia menoleh.
"Maaf atas apa yang terjadi malam ini. Jika nanti ada yang bisa saya bantu, katakan saja." Yulian Wibowo menyodorkannya kartu pengenal. Sejenak Sulastri terdiam sambil terus memperhatikan Yulian Wibowo. Yulian Wibowo menganggukkan kepalanya meminta Sulastri untuk mengambilnya.
Suara langkah kaki Sulastri menghentak hening malam. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan memperhatikan suasana sekitar. Langkahnya semakin cepat dan ketika telah sampai di depan pintu rumahnya, ia mengetuk dengan pelan. Bagas yang masih terjaga, segera membukakannya pintu.
Sulastri menatap Bagas.
"Keluarlah, waktumu sudah habis. Aku tidak mau kamu di sini. Keluar!" Sulastri menghardik.
Dengan kepala tertunduk, Bagas keluar dari rumah. Sulastri menutup pintu dengan keras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
Muhyati Umi
ternyata om Yulianto itu baik dan kayaknya suka ke Sulastri
2023-01-19
3
🍁K3yk3y🍁
duhhh
2023-01-02
1
Triana Mustafa
semangat kakak...aku kasih vote biar tambah semangat lagi
2022-10-09
4