#02

Seorang laki-laki berbadan tambun terlihat asik menghempaskan asap rokok di mulutnya ke arah bagas yang duduk di depannya. Bagas hanya tertunduk. Asap-asap rokok yang mengepul di depan wajahnya membuatnya tak bisa bernafas. Lelaki itu tampak tersenyum. Rokok di tangannya dilemparkannya ke lantai. Sebatang rokok dikeluarkannya dari dalam bungkus, lalu menyulutnya kembali.

Bagas melirik. Setengah batang rokok yang masih menyala di lantai membuatnya menelan ludah. Dari tadi ia belum juga ditawarkan rokok oleh laki-laki di depannya.

Bagas, Bagas." Menghisap rokoknya dalam dan menyemburkan asapnya kembali ke wajah Bagas.

"Kamu sudah hitung berapa jumlah hutangmu saat ini?" Tanya laki-laki itu tanpa menoleh ke arah Bagas. Ia sibuk memperhatikan asap yang keluar dari mulutnya. Bagas tak menjawab. Ia hanya diam.

"Sudah seratus juta Bagas," kembali menghisap rokoknya. "Ingat, kita sudah sepakat, kamu akan melunasi hutangmu yang seratus juta plus bunganya lima puluh juta, baru kamu bisa berhutang lagi sama saya." Bagas masih terdiam menunduk. Ia sempat terkejut ketika laki-laki itu menyebut angka lebih di luar pinjamannya. Tapi ia harus tetap diam dan tak ada gunanya protes. Ia butuh laki-laki itu memberikannya pinjaman lagi agar terhindar dari kejaran orang-orang.

Laki-laki itu menuangkan botol minuman ke dalam gelas di depannya.

Glek!

Bagas menelan ludahnya. Tenggorokannya terasa kering. Suara minuman yang diteguk laki-laki itu membuatnya haus.

"Kamu tahu minuman yang aku minum ini Bagas. Ini bukan minuman cap orang tua yang sering kamu minum. Ini Macallan the Enigma, harganya lima juta perbotolnya,"kata laki-laki itu memperlihatkan botol minuman dengan merk warna putih di tangannya. Dia mengambil kembali gelasnya dan kembali menuangkannya. Satu kali teguk, minuman di gelas sudah dihabiskannya. Bagas menatap sejenak lalu kembali tertunduk.

Laki-laki itu memperbaiki posisi duduknya. Bagas belum juga menanggapi kata-katanya.

"Apa jaminanmu jika aku memberikanmu pinjaman lagi Bagas," kata laki-laki itu setelah agak lama memandang wajah Bagas. Bagas tahu, laki-laki itu akan menanyakan masalah itu kepadanya. Sebelum menemuinya, Bagas sudah mengotak-atik pikirannya jika nanti laki-laki itu bertanya soal jaminan.

Bagas mengeluarkan sebuah dompet hitam dari saku belakang celana levisnya. Dari dalam dompet, ia keluarkan sebuah photo ukuran 3x4. Laki-laki itu dengan seksama memperhatikan. Ia terlihat penasaran.

Bagas bangkit dan melangkah ke arah laki-laki itu. Dengan setengah membungkuk, ia menyodorkan photo itu kepada laki-laki itu. Bagas kembali duduk ke tempatnya.

Laki-laki itu memandang dengan seksama photo perempuan berjilbab di depannya. Ia menoleh ke belakang.

"Tutup pintu Bagas," perintahnya pada Bagas untuk menutup pintu belakang menuju ruang utama rumahnya yang masih terbuka.

"Dari mana kamu pungutkan aku photo ini Bagas. Apa kamu mencoba menipuku,"katanya setelah Bagas duduk kembali di kursinya.

"Ah, mana berani aku menipu Bapak,"kata Bagas sambil tersenyum. Kembali laki-laki itu memperhatikan photo di tangannya.

"Lumayan cantik, siapa perempuan ini Bagas," menatap ke arah Bagas. Melihat laki-laki itu menampakkan ketertarikannya, Bagas tersenyum sumringah.

"Ia istriku,"kata Bagas tersenyum malu. Laki-laki itu menatapnya dengan dahi dikernyitkan.

"Bangsat kamu Bagas! Istrimu kamu jadikan jaminan hutang judimu, keterlaluan."Laki-laki itu menggeleng dan meletakkan photo itu di atas meja. Sejenak ia terdiam, matanya terus menatap ke arah photo. Ia merasakan ada getaran yang mulai muncul di area selangkangannya. Posisi duduknya mulai tak nyaman.

"Kapan kamu bisa mengajak istrimu menemuiku",katanya menatap Bagas.

"Kapan pun Bapak mau, tinggal Bapak menentukan lokasinya."

Laki-laki itu membuka laci meja di depannya dan mengeluarkan bungkusan berwarna abu dari dalamnya. Ia kemudian melemparkannya ke arah Bagas.

"Itu uang dua puluh lima juta rupiah." Ia lalu menulis sesuatu di atas secarik kertas. " Antar istrimu ke alamat ini. Besok malam aku tunggu dia di sana,"kata laki-laki itu kembali melemparkan secarik kertas ke arah Bagas." Bagas mengambilnya. Setelah melihat tulisan di balik secarik kertas itu, ia kemudian memasukkannya ke dalam balik bajunya bersama bungkusan uang.

"Ingat, kalau sampai ibu tahu, kepalamu taruhannya,"kata laki-laki itu. Ia pun membukakan Bagas pintu dan Bagas keluar. Setelah berpamitan, Bagas segera pergi meninggalkan tempat itu.

......................

Malam semakin larut. Beberapa pedagang lapak di pinggir jalanan mulai membongkar tenda dan terop dagangan mereka. Jalanan mulai terlihat sepi. Hanya beberapa sepeda motor yang terlihat sesekali melintas.

Sulastri masih duduk di samping anaknya-anaknya yang sudah pulas. Tubuhnya terasa pegal setelah beberapa jam tadi berjibaku mengurus anak-anaknya. Wajahnya terlihat lelah, berkali-kali ia menguap karna kantuk mulai menggoda awas matanya. Dengan pelan ia rebahkan tubuhnya di dekat anaknya yang paling kecil.

Terdengar ketukan dari arah luar pintu. Sulastri yang baru saja mulai memejamkan matanya kaget dan terjaga. Suara ketukan itu masih terdengar. Ia jadi takut karna sudah selarut ini ada orang yang mengetuk pintu rumahnya. Sulastri melangkah pelan ke arah pintu. Balok kayu yang bersandar di dekat pintu diraihnya. Ia mencoba mengintip dari balik kelambu jendela. Seorang laki-laki berdiri di depan pintu rumahnya.

"Siapa di sana,"kata Sulastri dari balik pintu.

"Aku ini Bagus dik," kata orang di luar. Sulastri memincingkan matanya. Bagas, mantan suaminya datang menyambanginya malam-malam begini. Tumben.

"Mau apa kesini malam-malam. Kita sudah tidak punya urusan lagi. Pergi dan jangan kemari lagi,"kata Sulastri tegas dari dalam rumah.

"Aku kesini mau ketemu anak-anak. Ada sedikit rizki untuk mereka. Ku mohon bukakan aku pintu,"kata Bagas memohon. Sulastri sejenak terdiam. Tumben Bagas ingat anaknya, apalagi akan memberikannya uang. Adakah ada maksud tertentu dari Bagas? Ataukah selama berpisah dia tidak punya seseorang untuk menyalurkan hasrat seksualnya sehingga ia menjadi alternatif terakhirnya? Berbagai dugaan muncul dalam benak Sulastri. Ia ragu untuk membukakan Bagas pintu.

"Ku mohon Lastri, aku tidak punya maksud lain selain ingin bertemu anak-anakku," kata Bagas setelah agak lama menunggu jawaban dari Sulastri.

"Mereka sudah tidur, datang saja lain kali," kata Sulastri tegas.

"Ku mohon ijinkan aku masuk Lastri. Aku hanya ingin melihatnya saja setelah itu aku akan pergi,"

"Apa itu ayah Bu." Terdengar suara serak dari arah belakang. Sulastri menoleh dan dilihatnya Fahmi duduk di tempat tidurnya.

"Fahmi, kamu masih bangun Nak, ini ayah Nak. Ayo, bukakan ayah pintu" kata Bagas dari luar.

Mendengar seseorang di luar memanggil namanya, Fahmi segera berlarian menuju pintu. Ketika hendak membuka pintu,Sulastri menahannya. Fahmi menangis. Merasa tangisan Fahmi akan membangunkan anak-anaknya yang lain, Sulastri mengalah dan membiarkan Fahmi membuka pintu.

Fahmi langsung memeluk Bagas. Bagas menggendong Fahmi dan mengangkatnya ke atas. Sulastri melangkah meninggalkan mereka.

Bagas menurunkan Fahmi dari gendongannya. Satu persatu ia mendekati kedua anaknya yang masih tidur dan mencium kening mereka. Beberapa mainan yang ia beli tadi dijalan dikeluarkannya. Fahmi begitu senang melihat mainan yang dibawakan ayahnya.

"Fahmi dan Farida belum membayar SPP selama enam bulan. Aku sudah tidak punya uang untuk membayarnya. Untuk makan saja kami kesulitan. Kamu sekali tak pernah memberikan kami nafkah. Ayah seperti apa kamu." Sulastri terlihat kesal.

Bagas mengeluarkan beberapa lembar uang kertas dari tas pinggangnya. Ia lalu meletakkannya di depan Sulastri. "Itu uang satu juta lima ratus, kamu bayar dulu SPP mereka separuh, selebihnya buat makan mereka," kata Bagas. Sulastri terdiam dan sama sekali tak menatap.

"Nak, kamu tidur dulu sana, besok kamu terlambat masuk,"kata Sulastri. Fahmi menatap Bagas.

"Tapi ayah nginep di sini kan?" Kata Fahmi memelas. Bagas mendekat.

"Kalau kamu tidur, ayah akan menemanimu di sini. Tapi kalau kamu tidak mau tidur, sekarang juga ayah akan pergi meninggalkanmu,"

"Jangan pergi ayah, Fahmi janji akan segers tidur." Fahmi memeluk erat tubuh Bagas. Bagas mengacak-acak rambut Fahmi dan mencium keningnya. Fahmi meloncat ke tempat tidurnya dan mulai menutupi tubuhnya dengan selimut.

*

*

"Sekarang Fahmi sudah tidur, apa lagi yang kamu tunggu", kata Sulastri setelah memastikan Fahmi benar-benar telah tidur.

Episodes
1 #01
2 #02
3 #03
4 #04
5 #05
6 #06
7 #07
8 #08
9 #09
10 #10
11 #11
12 #12
13 #13
14 #14
15 #15
16 #16
17 #17
18 #18
19 #19
20 #20
21 #21
22 #22
23 #23
24 #24
25 #25
26 #26
27 #27
28 #28
29 #29
30 #30
31 #31
32 #32
33 #33
34 #34
35 #35
36 #36
37 #37/ Awal petaka
38 #38
39 #39
40 #40
41 #41
42 #42
43 #43
44 #44/ Rembulan bersinar lagi.
45 #45
46 #46
47 #47
48 #48
49 #49
50 #50
51 #51
52 #52
53 #53
54 #54
55 #55
56 #56/ Senyum Sulastri
57 #57
58 #58
59 #59/ Risalah buat Sulastri
60 #60
61 #61
62 #62
63 #63
64 #64
65 #65
66 #66
67 #67
68 #68
69 #69
70 #70
71 #71
72 #72
73 #73
74 #74
75 #75/ Senyum Rahima
76 #76
77 #77
78 #78
79 #79
80 #80
81 #81
82 #82
83 #83
84 #84
85 #85
86 #86/ Kembalinya Rianti.
87 #87
88 #88
89 #89
90 #90/ Vonis buat Rianti
91 #91
92 #92
93 #93
94 #94
95 #95
96 #96/ Pencarian cinta Sang Tuan Guru
97 #97
98 #98
99 #99/Bertemu dengan perempuan berkerudung biru motif batik.
100 #100
101 #101
102 #102/ Melamar Sulastri
103 #103
104 #104
105 #105
106 #106
107 #107
108 #108/ Lima Belas Tahun Kemudian
109 #109
110 #110
111 #111
112 #112
113 #113
114 #114/ Calon Istri Tuan Guru Izzul Islam
115 #115
116 #116
117 #117
118 #118
119 #119
120 #120
121 #121
122 #122
123 #123/Tangis dan Senyum perempuan berkerudung biru motif batik.
124 #124
125 #125
126 #126
127 #127
128 #128
129 #129
130 #130
131 #131
132 #132
133 #133
134 #134
135 #135/ menuju episode akhir
136 #136
137 #137
138 #138
139 #139
140 #140
141 #141
142 #142
143 #143
144 #144
145 #145
146 #146
147 #147
148 #148
149 #149
150 #150
151 #151
152 #152
153 #153
154 #154
155 155
156 #156
157 #157
158 #158
159 #159
160 #160
161 #161
162 #162
163 #163
164 #164
165 #165
166 #167/ Sedikit ujian buat Rianti.
167 #168
168 #169
169 #169
170 #170
171 #171
172 #172/ Perginya orang tercinta.
173 #173
174 #174
175 #175
176 #176
177 #177
178 #178
179 #179
180 #180/Mimpi Indah Tuan Guru Izzul Islam
181 #181
182 #182/ Tiga Bulan Kemudian.
183 #183
184 #184
185 #185
186 #186
187 #187
188 #188
189 #189
190 #190/Perginya Jamila
191 #191
192 #192
193 #193
194 #194
195 #195
196 #196
197 #197
198 #198
199 #199
200 #200
201 #201
202 #202
203 #203/ Pernikahan ketiga Tuan Guru Izzul Islam
204 #204
205 #205
206 #206
207 #207/ Tiga Bulan Kemudian...
208 #208
209 #209
210 #210
211 #211
212 #212
213 #213
214 #214
215 #215/ Sembilan bulan kemudian
216 #116
217 #117
218 #218
219 #219
220 #220
221 #221
222 #222
223 #223
224 #224
225 #225
226 #226
227 #227/Pernikahan Tuan Guru Izzul Islam.
228 #228
229 #229
230 #230
231 tambahan author
232 #232
233 #233
234 #234
235 #235
236 #236
237 #237
238 #238
239 #239
240 #240
241 #241
242 #242
243 #243
244 * ** * *
245 #244
246 #245
247 #246
248 #247
249 #248
250 #249
251 #250
252 *****
Episodes

Updated 252 Episodes

1
#01
2
#02
3
#03
4
#04
5
#05
6
#06
7
#07
8
#08
9
#09
10
#10
11
#11
12
#12
13
#13
14
#14
15
#15
16
#16
17
#17
18
#18
19
#19
20
#20
21
#21
22
#22
23
#23
24
#24
25
#25
26
#26
27
#27
28
#28
29
#29
30
#30
31
#31
32
#32
33
#33
34
#34
35
#35
36
#36
37
#37/ Awal petaka
38
#38
39
#39
40
#40
41
#41
42
#42
43
#43
44
#44/ Rembulan bersinar lagi.
45
#45
46
#46
47
#47
48
#48
49
#49
50
#50
51
#51
52
#52
53
#53
54
#54
55
#55
56
#56/ Senyum Sulastri
57
#57
58
#58
59
#59/ Risalah buat Sulastri
60
#60
61
#61
62
#62
63
#63
64
#64
65
#65
66
#66
67
#67
68
#68
69
#69
70
#70
71
#71
72
#72
73
#73
74
#74
75
#75/ Senyum Rahima
76
#76
77
#77
78
#78
79
#79
80
#80
81
#81
82
#82
83
#83
84
#84
85
#85
86
#86/ Kembalinya Rianti.
87
#87
88
#88
89
#89
90
#90/ Vonis buat Rianti
91
#91
92
#92
93
#93
94
#94
95
#95
96
#96/ Pencarian cinta Sang Tuan Guru
97
#97
98
#98
99
#99/Bertemu dengan perempuan berkerudung biru motif batik.
100
#100
101
#101
102
#102/ Melamar Sulastri
103
#103
104
#104
105
#105
106
#106
107
#107
108
#108/ Lima Belas Tahun Kemudian
109
#109
110
#110
111
#111
112
#112
113
#113
114
#114/ Calon Istri Tuan Guru Izzul Islam
115
#115
116
#116
117
#117
118
#118
119
#119
120
#120
121
#121
122
#122
123
#123/Tangis dan Senyum perempuan berkerudung biru motif batik.
124
#124
125
#125
126
#126
127
#127
128
#128
129
#129
130
#130
131
#131
132
#132
133
#133
134
#134
135
#135/ menuju episode akhir
136
#136
137
#137
138
#138
139
#139
140
#140
141
#141
142
#142
143
#143
144
#144
145
#145
146
#146
147
#147
148
#148
149
#149
150
#150
151
#151
152
#152
153
#153
154
#154
155
155
156
#156
157
#157
158
#158
159
#159
160
#160
161
#161
162
#162
163
#163
164
#164
165
#165
166
#167/ Sedikit ujian buat Rianti.
167
#168
168
#169
169
#169
170
#170
171
#171
172
#172/ Perginya orang tercinta.
173
#173
174
#174
175
#175
176
#176
177
#177
178
#178
179
#179
180
#180/Mimpi Indah Tuan Guru Izzul Islam
181
#181
182
#182/ Tiga Bulan Kemudian.
183
#183
184
#184
185
#185
186
#186
187
#187
188
#188
189
#189
190
#190/Perginya Jamila
191
#191
192
#192
193
#193
194
#194
195
#195
196
#196
197
#197
198
#198
199
#199
200
#200
201
#201
202
#202
203
#203/ Pernikahan ketiga Tuan Guru Izzul Islam
204
#204
205
#205
206
#206
207
#207/ Tiga Bulan Kemudian...
208
#208
209
#209
210
#210
211
#211
212
#212
213
#213
214
#214
215
#215/ Sembilan bulan kemudian
216
#116
217
#117
218
#218
219
#219
220
#220
221
#221
222
#222
223
#223
224
#224
225
#225
226
#226
227
#227/Pernikahan Tuan Guru Izzul Islam.
228
#228
229
#229
230
#230
231
tambahan author
232
#232
233
#233
234
#234
235
#235
236
#236
237
#237
238
#238
239
#239
240
#240
241
#241
242
#242
243
#243
244
* ** * *
245
#244
246
#245
247
#246
248
#247
249
#248
250
#249
251
#250
252
*****

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!