KUPU-KUPU MALAM
Sulastri masih berusaha mendiamkan anaknya yang terus saja menangis. Kedua anaknya yang lain, si sulung Fahmi, sepuluh tahun dan Farida anak keduanya umur delapan tahun, dari tadi menunggu meminta makan. Ia belum bisa meninggalkan bayinya yang baru berumur sepuluh bulan dalam keadaan menangis seperti itu. Ia takut tetangga sebelah meneriakinya seperti kemarin karna terganggu tangisan anaknya. Dia sudah tidak punya uang untuk menyuruh anaknya membeli sesuatu untuk mengganjal perut mereka sementara waktu. Dia memang punya sedikit uang di dalam celengan plastik. Isinya hanya dua ratus ribu saja. Ia sudah berusaha agar tak mengingatnya. Tapi melihat binar-binar memelas dari mata anak-anaknya, ia hampir-hampir mengambilnya. Tapi pun jika ia terpaksa harus mengeluarkannya, maka ia tidak punya cadangan lagi untuk hari-hari berikutnya. Anak-anaknya akan kelaparan. Terlebih lagi jika mereka sakit.
Dia sudah tidak punya harapan lagi pada mantan suaminya. Sejak bercerai dengannya, ia sama sekali tak pernah menyambangi anak-anaknya. Walaupun ia melarang anak-anaknya menyebut nama ayah mereka, Mengingat perlakuannya kepada mereka, tapi ia selalu mengingatkan anaknya agar tetap menghormatinya sebagai seorang ayah, apapun keadaannya. Toh juga, selama menikah dengannya, ia harus pontang-panting sendiri mencari tetangga yang ingin dicucikan pakaiannya. Dia hanya dapat uang jika mantan suaminya sedang senang-senangnya karna menang judi. Ia tahu uang yang diberikan suaminya adalah uang haram yang tak boleh masuk ke perut anak-anaknya. Tapi ia tidak bisa berbuat banyak ketika kebutuhan sehari-harinya menuntut untuk memakainya.
Ia sadar, inilah resiko hidup yang harus dijalaninya. Ia telah memilih Bagas sebagai suaminya karna hanya melihat penampakan zahirnya saja.
Kreteria yang ia tetapkan untuk calon suaminya dulu ketika ia masih lajang, telah menjebaknya pada jurang kehancurannya kini. Bahkan ia terpaksa harus memutuskan hubungannya dengan laki-laki sekampung yang tulus mencintainya, hanya karna alasan, satu kreteria yang ditetapkannya tak dipenuhi olehnya. Dia hanya seorang pengangguran yang tak punya pekerjaan tetap. Dia takut nanti ia hidup melarat dan penuh kesusahan. Dia sudah lelah hidup menderita . Belakangan ia dapat informasi, mantan pacarnya itu kini sudah jadi pengusaha ayam yang sukses. Itulah hidup. Hari esok penuh misteri. Hanya Tuhan yang Maha Tahu. Menilai seseorang dari zahirnya seringkali menjerumuskan kepada prasangka buruk.
Akhirnya ia memilih Bagas, seorang kontraktor yang saat itu sedang mengerjakan proyek jembatan. Tiap hari, jika ia rehat dari pekerjaannya, ia selalu mampir dan ngopi di rumahnya. Tak lupa sebelum pergi, ia selalu meninggalkannya sejumlah uang, paling sedikit lima ratus ribu, dan paling banyaknya satu juta rupiah. Bahkan ia selalu mendapat jatah lima juta rupiah untuk setiap proyek yang dikerjakannya berakhir. Dalam hati ia berpikir, Bagas punya semua kreteria yang ditetapkannya. Bagas bisa memberikannya kehidupan yang layak dan mengeluarkannya dari kehidupannya yang sengsara.
Namun nasib malang menimpa ketika usia pernikahannya berjalan tiga tahun. Suaminya dipecat dari pekerjaannya karna korupsi dana proyek. Beberapa proyeknya juga di hancurkan karna tidak sesuai anggaran yang telah ditetapkan. Selain itu, ia juga harus mengganti kerugian proyek yang jumlahnya milyaran rupiah. Karir suaminya hancur begitu saja. Tak ada lagi orang yang mempercayainya.
Sejak itu sikap suaminya mulai berubah. Ia mulai jarang pulang ke rumah. Sikapnya berubah kasar. Setiap pulang selalu dalam keadaan mabuk. Setiap pulang, ia tak pernah lupa untuk memukulnya dengan kesalahan yang tak ia mengerti. Hingga pada akhirnya, ketika ia merasa rumah tangganya tidak bisa dipertahankan lagi, ia memutuskan untuk meminta berpisah.
Anak sulungnya Fahmi sekarang telah duduk di bangku SD kelas 4, sedangkan Farida baru duduk di kelas 2. Ia merasa tak kuat lagi membiayai sekolah anak-anaknya. Sudah tak ada lagi tempat untuk berhutang. Untuk makan pun, jika tetangga tidak mengantar cucian mereka, mereka harus puas dengan makan satu hari saja. Selebihnya jika malam telah tiba, ia akan keluar rumah untuk mengais sisa makanan di rumah makan, yang letaknya kira-kira seratus meter dari rumahnya. Sisa-sisa makanan itu akan ia bersihkan kembali agar layak dimakan anak-anaknya. Sebisa mungkin ia menahan anak-anaknya untuk tidak keluar lebih dua meter dari halaman rumah. Ia kasihan melihat wajah mereka menyaksikan anak-anak tetangga bermain riang dengan mainan-mainan mereka.
Ia malu jika harus pulang ke kampung halamannya, walaupun ia begitu rindu pada keluarganya di kampung. Merekapun sudah tidak tahu tempat tinggalnya kini. Komunikasi mereka terputus sejak pindah ke kontrakan baru. Tapi ia selalu berjanji ketika ingat kedua orang tuanya, ia akan pulang jika sudah berhasil merubah hidupnya. Ia hanya tak punya banyak waktu mencari pekerjaan karna harus merawat anak-anaknya.
"Fahmi, sini jaga adikmu, jangan sampai ia terbangun. Ibu mau masak dulu. Nanti kalau sudah siap, ibu akan panggil kalian makan,"kata Sulastri sambil mengusap kepala Fahmi. Wajah Farida yang dari tadi memelas lapar diciumnya sebelum meninggalkannya ke dapur.
Hanya tersisa satu butir telur dan tiga bungkus mie gelas di lemari dapur. Sulastri terdiam sejenak membuat sebuah pilihan. Memasakkan mereka telur rebus dan nanti dibagi dua atau satu bungkus mie gelas. Dia harus beririt untuk makan siang dan malam nanti. Dia berharap pelanggan rumah makan dekat rumah, juga menyisakan banyak makanan di piring mereka.
Malam ini udara berhembus dingin. Suara deru kendaraan yang lalu lalang selepas maghrib mengisi suasana di tepi-tepi jalan. Beberapa lapak dan lesehan di trotoar jalan dan di depan-depan toko, sudah terlihat kebanjiran pembeli. Aroma berbagai makanan yang tersaji menembus hidung-hidung pejalan kaki yang lewat. Menarik selera mereka untuk membeli, atau sekedar menelan ludah.
Sulastri berdiri di sisi sebuah gang. Matanya melirik kesana kemari. Kini pandangannya lebih tertuju pada lesehan tak jauh di dekatnya. Salah satu perempuan yang sibuk mendengarkan pesanan pembeli menarik hati Sulastri. Ia mendekat dan berdiri menunggu perempuan itu selesai menerima pesanan. Suara riuh mulut-mulut serta bising suara kenalpot dan bel kendaraan bersatu menyibukkan malam. Sulastri lebih mendekat. Perempuan itu menyapanya dengan senyum.
"Bu, boleh saya bantu cuci piring. Ibu bayar saya dengan sisa nasi dan ikan dari pelanggan. Nanti saya kumpulkan ketika mencuci piring,"kata Sulastri diantara ramainya malam. Ia tetap mengatur suaranya agar tidak terdengar orang.
Perempuan itu terdiam. Sejenak memandang Sulastri. Dia mungkin saja tidak percaya dengan penampilan dan wajah cantik Sulastri. Tapi akhirnya ia mengangguk dan menyuruh Sulastri masuk dan langsung menuju tempat pencucian piring.
Sulastri hanya mengumpulkan sisa-sisa ayam yang masih baik. Sisa-sisa daging ayam di tulang, ia pisahkan dan dikumpulkan di plastik khusus. Dia harus bisa mengumpulkan makanan yang bisa bertahan untuk kebutuhan makannya sehari semalam. Dan apa yang telah ia kumpulkan sudah cukup.
"Bu, saya harus pulang, anak-anak saya tidak ada yang jagain di rumah. Terimakasih Bu."Sulastri menghampiri perempuan itu. Dua bungkus nasi di sodorkan perempuan itu pada Sulastri tanpa bicara, Sulastri tersenyum. Ketika Sulastri mengucapkan terimakasih, ia hanya mengangguk saja. Ditatapnya tubuh Sulastri yang berjalan masuk menuju gang.
Sesampainya di rumah ia langsung masuk ke dapur. Fahmi yang belum tidur karna menjaga adik-adiknya terlihat senang melihat ibunya pulang dengan membawa kresek warna hitam. Seperti kucing yang kelaparan, Fahmi berlari mengejar ibunya.
Sulastri memegang kepala Fahmi dan menciumnya.
"Nak, kamu tunggu dulu di kamarmu. Nanti, kalau ikan dan ayam yang ibu bawa ini sudah masak, ibu akan panggil kamu. Sekarang sabar dan tunggu ibu ya?" Kembali Sulastri mencium kening Fahmi. Ia pun dengan langkah gontai berjalan ke tempat kedua adiknya tertidur.
Sulastri mulai memilah beberapa sisa ikan dan ayam dalam tas kresek. Ia bersyukur kali ini ia mendapatkan sisa makanan yang banyak. Beberapa ikan goreng masih terlihat utuh dan layak di konsumsi anak-anaknya. Begitupun dengan daging ayam. Ada tiga potong daging ayam yang bisa dibawanya. Daging-daging ayam itu selanjutnya dipisahkannya dari tulangnya dan mengumpulkannya dalam piring. Sedangkan ikan-ikan itu akan ia goreng lagi sekering mungkin agar bisa disimpan lebih lama. Setidak-tidaknya ada cadangan makanan anak-anaknya esok hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
Enih Rustini
baru nampur langsung sedih banget
2024-09-07
0
Indra Wati
baru baca .. udah langsung nangis ..aku nya 😭😭😭
2023-03-09
0
Santy Aquarius
ak mlah nngis membaca .nya
2023-01-30
2