Harvey William
Perusahaan berjalan seperti biasanya, para karyawan sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Theala duduk di ruangannya sembari merapikan rambut dan pakaiannya. Menatap layar monitor yang dijadikannya kaca, ia mengerutkan pipinya berulang-ulang, melatihnya untuk tersenyum ketika bertemu dengan Tuan Muda nanti. Apapun yang terjadi yang dapat ia lakukan adalah tetap tersenyum dan seolah tidak terjadi apa-apa hari kemarin. Pikirnya ingin melupakan apa yang sudah terjadi di antara mereka berdua kemarin dan berharap bisa bersikap normal layaknya atasan dan karyawan.
Dering telpon di mejanya berbunyi dan terus berbunyi semakin keras berulang kali mengisyaratkan bahwa ada orang yang tidak sabaran sedang menunggu mengangkat telponnya. Bunyi dering telpon yang entah ke berapa itu pun menyadarkan lamunannya.
"Heh, dari mana saja kau?!"
Terdengar ada seseorang yang sedang berteriak kencang dari seberang telpon sana ketika Theala mengangkat ganggang telpon itu. Bahkan, belum sempat menanyakan ada perlu apa atau pun menjawab pertanyaan dari seseorang tersebut, telpon sudah ditutup dari seberang.
Bruaaak
Kencangnya bunyi pintu di banting, di tengah-tengah pintu itu sudah berdiri seorang pria berperawakan tinggi, badan yang proporsional dan berparas tampan dengan raut muka yang sangat marah.
"Kau cari mati ya?!"
Theala melalakan kedua matanya kaget dan tidak tahu apa maksud dari ucapan tersebut.
"Maaf Tuan, ada perlu apa mencari saya?"
Seperti perasaan canggung, bingung dan takut bercampur menjadi satu.
"Kenapa lama sekali mengangkat telponnya?! Habis keluyuran dari mana saja kau?!"
Theala tersadar bahwa sedari tadi ia sedang melamun dan sibuk dengan pikirannya sampai-sampai sekarang pun baru sadar bahwa Tuan Muda sedang berada di hadapannya.
"Maaf Tuan, saya lalai karena kurang fokus hari ini."
Theala mengepalkan tangannya ia sadar telah melakukan kesalahan fatal saat sedang bekerja, pasti ia akan mendapat hukuman yang mengerikan dari Tuan Muda pikirnya.
"Apa kau sakit?"
Harvey yang tanpa sadar meluluhkan emosinya, melontarkan kalimat yang tidak pernah terpikirkan olehnya telah terucap begitu saja kepada sekretarisnya.
"Ah lupakan! Bekerjalah dengan benar jika tidak ingin di pecat!"
Sudah gila! Kenapa aku mengatakan hal yang memalukan. Apakah aku mengkhawatirkannya? Ini benar-benar suatu kesalahan. Aku yang seorang Harvey tidak mungkin merasakan hal aneh hanya karena sudah pernah memainkannya sekali. Tidak mungkin juga aku merasa bersalah karena memaksanya kemarin, karena itu adalah hukuman untuknya sudah berani menampar ku. Begitulah Tuan Muda berpikir dalam benaknya.
"Baik Tuan, apakah Tuan perlu sesuatu?"
Theala yang kaget tidak menduga Tuan Muda bisa menanyakan keadaannya pun tersenyum tulus tanpa dibuat-buat padahal sedari tadi pagi tiba di kantor ia sudah berulang kali melatih bibirnya untuk dapat tersenyun indah seperti ia biasanya.
"Jangan banyak berpikir! Kenapa kamu senyam-senyum? Sudahlah!"
Tuan Muda pun pergi kembali ke kantornya meninggalkan Theala di ruangannya.
...•••HATE•••...
Bulan dan bintang bersinar begitu terang, angin menghembuskan udara dingin. Di sebuah kedai bar duduklah dua orang pria yang berperawakan sama tingginya tidak jauh berbeda, badan proporsional dan wajah yang tampan.
"Siapa sangka malam Sabtu begini, aku akan minum-minum dengan orang yang dingin sepertimu? Dunia ini memang aneh."
Harvey yang tiba-tiba menelpon Hansen mengajaknya pergi keluar untuk minum-minum di akhir minggu.
"Berisik!"
Seharian saat berada di rumah Harvey seperti orang yang sedang kebingungan, seperti bukan menjadi dirinya sendiri.
"Bagaimana pekerjaanmu? Sekretaris barumu oke nggak?"
Terkejut dengan pertanyaan yang menyebutkan kata sekretaris.
"Pertanyaanmu sangat berisik!"
Hansen yang kebingungan dengan jawaban sepupunya itu pun menggoda.
"Bukankah Ketua bilang kau harus memberi pernyataan resmi, apakah kau menyukainya atau tidak?"
"Hah, apa maksudmu aku menyukai sekretarisku?" jawab Harvey spontan.
"Hei, maksudku menyukai pekerjaanmu di perusahaan."
Tersirat kembali ide untuk menggoda sepupunya.
"Merasa tidak cukup dengan mainan-mainanmu di luar sana lalu di kantor juga, jangan macam-macam untuk urusan perusahaan atau kau akan mencoreng nama perusahaanmu."
Harvey yang sudah sangat pusing dengan pikirannya yang mulai tidak menentu membuatnya ingin minum-minum agar menyadarkan kepalanya kembali. Sama sekali tidak menggubris ocehan sepupunya yang sedari tadi menggodanya.
"Hei, jangan berlagak mencari-cari cara untuk kabur lagi dan ambilah jalan pasti bekerja dengan baik di perusahaan ayahmu!"
Hansen pun mulai berjalan pergi meninggalkan Harvey yang masih diam terduduk di bar dengan minumannya.
"Aaah... Ku peringatkan lagi, berhentilah bermain-main atau kau akan kena getahnya suatu saat nanti! Aku duluan."
Tiba-tiba Hansen menghentikan langkah kakinya dan berbalik meneriaki peringatan kepada sepupunya itu lalu melanjutkan jalannya sambil melambai-lambaikan tangan kanannya mengisyaratkan selamat tinggal. Harvey pun mulai lelah dan memutuskan untuk kembali pulang kerumahnya, setelah mendengarkan begitu banyak ocehan dari Hansen sepanjang di bar.
**
Harvey melewati sebuah minimarket dan melihat ada sosok seseorang yang ia kenal duduk sedang meminum sebotol bir di rest area depan mini market tersebut. Ia pun menghentikan mobilnya dan lagi, tanpa sadar ia menghampiri gadis itu.
"Apa yang sedang kau lakukan di tengah malam duduk dan minum bir sendirian disini?"
Akhirnya ia tidak dapat menahan rasa ingin menghampiri dan menyapa gadis tersebut.
"S-selamat m-malam T-tuan."
Dengan senyum polosnya kalimat itu terlontar dari bibi mungilnya dengan terbata-bata.
"Apa kau mabuk?"
Tiba-tiba tubuh gadis itu pun terhuyung ke belakang, Tuan Muda dengan sigap menangkap tubuhnya agar tidak jatuh terjungkal ke belakang. Tuan Muda langsung membopongnya masuk ke dalam mobil miliknya lalu membawanya pulang ke rumah bersamanya. Di baringkannyalah tubuh gadis itu di ranjang kamar miliknya. Melepaskan segala yang menempel pada tubuh gadis itu, mengusapnya dengan handuk basah air hangat ke sekujur tubuhnya lalu memakaikan salah satu kemejanya yang di ambilnya dari lemarinya.
Setelah semua yang ia kerjakan selesai, ia pun bergegas pergi ke kamar mandi untuk gantian membersihkan tubuhnya. Di atas ranjangnya ia terus menatap wajah gadis itu, semenjak ia selesai mandi hingga terlelap tidur di sampingnya dengan memeluk tubuh gadis itu.
Matahari terbit begitu cepat menyinari salah satu kamar di rumah tersebut. Sorotan terik matahari menerobos di satu sisi jendela menandakan hari sudah tidak pagi lagi, membangunkan seorang gadis yang sedang tertidur nyenyak di dalam pelukan dada bidang yang sangat hangat dan nyaman baginya.
"Aaah.. Sakit sekali kepalaku. Aku sedang berada di kamar siapa ini?"
Gadis itu membuka matanya perlahan sembari mengusap-usap kedua matanya yang masih mengantuk dengan kedua tangannya. Hingga ia benar-benar sudah terbangun dari tidurnya dan kesadarannya kembali. Ia merasakan rasa yang sangat nyaman seperti sedang ada yang memeluknya dari belakang tubuhnya. Ia pun membalikan tubuhnya dan kaget dengan apa yang ada di depan matanya.
...•••HATE•••...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments