"Apa? Kenapa kau menangis?" Camila mundur dengan risih, menatap Arianna yang sedang berlutut.
"Maafkan aku, maaf ..." Gadis itu terus sesenggukan.
Camila menghela nafas panjang dan turut duduk diatas rumput, menghadap Arianna. Bahkan tidak repot-repot menyingkirkan tubuh tiga anak laki-laki yang pingsan disana, sekalipun salah satu dari mereka adalah tunangannya.
"Aku sudah melihatnya, bukan salahmu" ujar Camila.
"Tapi aku-"
"Frost yang lebih dulu mendatangimu, aku tau" Camila memotong perkataannya.
Arianna sontak berhenti terisak, tapi dia masih merasa sangat tidak enak dan ketakutan
"Tapi ... Dia tetap berusaha mendekatiku meskipun aku tidak mau, aku ... Aku takut ..."
"Kalau begitu jangan berada dalam satu ruangan yang sama dengan dia."
"Tapi ... Kami satu kelas" cicitnya.
"..... Ah."
Dia bahkan hampir melupakan ini.
"Untuk sekarang kurasa lebih baik kau langsung pergi saja dari kelas begitu pergantian pelajaran dan jam istirahat. Kita baru kelas satu, jadi guru-guru tidak akan terlalu memperhatikan."
Arianna mengangguk mengerti, tapi dia terus merasa bersalah karena nyaris merebut tunangan anak perempuan sebaik ini. Dia menundukkan kepala, lalu kembali meneteskan air mata.
Camila menghela nafas jengah dan menarik dagu pihak lain agar menatapnya
"Kenapa kau menangis lagi?"
"Maaf, aku benar-benar minta maaf ..." Bisiknya.
"Bukan salahmu, Arianna. Sudahlah, jangan cengeng."
Sekalipun gadis itu mengangguk dan mengusap air matanya dengan kasar, air matanya tak kunjung berhenti. Camila tak bisa melihat anak berwajah cantik ini terus melukai kelopak matanya lebih jauh, jadi dia menahan kedua tangan Arianna.
"Jangan mengusapnya dengan sembarangan, nanti iritasi" sengitnya.
Arianna tersentak karena kedua tangannya digenggam tiba-tiba, tapi mendengar perkataan pihak lain, dia hanya mengangguk kaku. Camila meletakkan kedua tangan Arianna ke bawah dan mengambil sesuatu dari saku almamater putihnya sendiri, sebuah sapu tangan bersih berwarna lavender lembut.
"Sini" titahnya, masih dengan nada angkuh.
Arianna mendekatkan wajahnya sebagai respon, masih berusaha mencerna situasi ini. Camila meraih dagu pihak lain dengan lembut dan membersihkan air mata yang mengotori wajah protagonis ini, dengan tak kalah lembutnya.
Arianna merasa nyaman dan aman dengan tindakan ini.
Sapu tangan Camila benar-benar lembut dan memiliki wangi vanilla yang samar, menenangkannya dari rasa bersalah dan penghinaan barusan.
"Sudah. Bisa bangun?" Camila melipat sapu tangannya dan memasukkan benda itu kembali kedalam saku, lantas berdiri sambil menepuk-nepuk rok putihnya
Arianna tersentak dan bangun dengan tiba-tiba, tapi kakinya mendadak lemas dam dia jatuh ke depan. Camila yang tidak mengantisipasi hal ini, tentu saja dengan refleks menangkap tubuhnya.
"Kakimu sakit?" Tanyanya.
Pihak lain malu karena hal ini dan meremas lembut lengan Camila
"Maaf ..."
"Sudah kubilang berhenti minta maaf, kau bodoh ya?" Cibirnya sambil menepuk-nepuk kepala Arianna.
Saat inilah terdengar suara langkah kaki tergesa-gesa dan nafas terengah seorang laki-laki, lalu teriakan
"Camila Blazemoche! Sudah kuduga kau pasti ..."
Teriakan lelaki itu terputus di tengah-tengah.
Di hadapannya saat ini adalah Camila yang sedang memeluk sahabatnya, dan Arianna sendiri juga sedang memeluk kedua lengan pihak lain dengan wajah merah, ada tiga anak laki-laki asing yang tergeletak di dekat mereka. Dilihat dari manapun juga bisa ditebak bahwa Camila pasti sudah menyelamatkan sahabatnya.
"Pasti apa?" Tanya Camila dengan nada ketus, kedua lengannya melepaskan Arianna.
Arianna yang akhirnya bisa berdiri tegak juga menatap laki-laki itu, cemberut dengan suara menegur
"Gabriel! Sudah kukatakan bahwa Camila adalah orang baik!"
"Aku tidak" seloroh Camila, dia berbalik untuk menghadapi second lead yang tampak lembut dan cantik ini dan tersenyum simpul.
"Kau sudah disini 'kan, Gabriel Wundervei? Kalau begitu jaga dia, aku pergi" lanjutnya.
Gabriel masih terkejut bahkan saat rambut coklat muda itu berkibar melewatinya, membawa wangi manis vanila dan dingin dari mint pergi dari sana. Dia tersadar saat Camila sudah berjalan pergi, memanggil
"Tunggu, Ca-"
"Camila, tunggu!!" Arianna memotong panggilan Gabriel barusan dan berlari mendekati gadis lain disana.
Yang dipanggil tentu saja berhenti dan menoleh sembari mengangkat sebelah alisnya, Arianna tampak gugup saat dia berlari kembali ke tempat anak laki-laki tadi pingsan untuk mengambil sebuah kotak makan siang dan membuka isinya.
Itu adalah sepasang kue kelinci kecil berwarna hitam dan putih, dengan isian dark chocholate dan selai stroberi.
"Terimakasih sudah menyadarkanku dan menyelamatkanku! Aku tidak bisa memberikan apa-apa sebagai bentuk terimakasih, tapi kuharap kau mau menerima roti buatanku" ujar Arianna sambil menyodorkan kotak makan siangnya.
Mata ungu gelap Camila segera berbinar, dengan wajah yang masih tampak datar. Keterampilan memasak protagonis novel sampah seperti ini, selalu menjadi yang terbaik. Karena itu adalah satu-satunya upaya yang bisa mereka lakukan untuk mencari pacar kaya.
Camila tidak merasa sungkan dan mengambil salah satu kue kelinci yang berwarna hitam, dia memberi Arianna sebuah senyum tulus
"Terimakasih."
Lalu dia pergi begitu saja.
Meninggalkan Arianna yang termotivasi untuk menjadi lebih baik dan membalas kebaikan Camila, juga si second lead yang terlupakan eksistensinya.
Pikiran Gabriel penuh dengan konspirasi demi konspirasi akan apa yang barusan terjadi antara Camila dan sahabatnya, Arianna. Seorang nona muda yang kuat dan jahat, juga rakyat jelata yang baik dan mudah ditindas.
Wajahnya memucat karena shock akan kesimpulan yang didapatnya dan memutuskan ...
Dia tidak mau melihat pelangi seperti ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Aisyah Sitv
goblok sia mah 🤣🤣🤣
2025-01-25
0
Bun Ice
Syuka 😂
2023-12-18
0
Jeon Aeri
Omo😭😭
2023-01-02
1