Part 3

2 Bulan Kemudian

Pagi yang cerah cukup kontras dengan perasaan Cindy yang akan pergi ke sekolah baru nya. Hari ini adalah hari pertamanya bersekolah setelah sekian lama ia libur karena masalah kejiwaannya.

Setelah semua sudah beres ia pun kembali untuk melakukan rutinitas seperti yang biasa ia lakukan. Namun sekarang sedikit berbeda karena sekolah Cindy bukan lagi di Jakarta tapi di Jawa Barat Bogor di SMA Negeri 1 Bogor.

Cindy begitu semangat untuk menghirup kembali udara segar sekolah. Rasanya sudah lama ia tidak menginjak tempat yang bernama sekolah itu. Rasa rindu untuk belajar membuat Cindy nyaris tidak sabaran agar lekas sampai ke sekolah barunya.

Dertt

Cindy membuka tas ransenya lalu mengambil handphone nya dan senyumnya merekah melihat siapa yang menghubunginya pagi-pagi seperti ini.

"Halo Kak?"

"Halo Adek kakak yang paling cantik sedunia! Gimana kabar kamu di sana? Sudah sampai belum ke sekolah?"

"Ini Cindy lagi di mobil naik taksi ke sekolah. Doain ya Kak, adek mu ini mendapatkan sahabat yang baik-baik di sini! Jadi deg-degan mau ke sekolah."

"Ha ha ha. BTW nanti kalau sudah sampai di sekolah jangan lupa pura-pura nabrak cogan biar kayak di novel-novel gitu lho Dek."

"Ishhh.... Apaan sih Kak? Adek mu ini bukan perempuan yang haus perhatian."

"Eleh sok gaya lu Dek. Kamu aja tidur masih suka dibacain dongeng terus minta diusap rambutnya sama Kakak. Ayo ngaku kamu!!"

Wajah Cindy memerah mengingat yang diucapkan kakaknya itu. Apa yang diucapkan Rey memang benar dan ia pun tidak ingin menyangkalnya.

"Sudah ah teleponnya, Kakak nggak seru. Terus juga suka buka aib adek sendiri. Dah! Assalamualaikum!"

Tutt

Sambungan diputuskan sepihak oleh Cindy. Ia memasukkan kembali teleponnya ke tempat asal lalu menarik napas. Perempuan itu melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Jauh nggak lagi Pak sekolahnya?"

"Bentar lagi sampai Neng."

Cindy hanya mengangguk dan menikmati pemandangan di samping jalan. Tatapan matanya terfokus pada trotoar yang terlihat banyaknya para siswa yang pergi ke sekolah menggunakan jalan kaki maupun bersepeda.

Akibat larut dengan pemandangan yang indah tersebut tak sengaja mata Cindy menatap keributan di trotoar dan telah dipenuhi dengan kerumunan orang-orang.

"Eh bentar-bentar deh Pak. Itu kenapa ribut-ribut di trotoar?" tanya Cindy begitu serius menatap ke arah sana.

Sang supir taksi pun menghentikan mobil dan menatap seksama pada kerumunan banyak orang itu.

"Sepertinya ada keributan Neng," ujar sang supir membuat Cindy berpikir sejenak sebelum memutuskan sesuatu.

"Lagian juga ini sudah dekat dengan sekolah mending saya turun di sini saja Pak."

"Aduh Neng nggak apa-apa bapak antar kamu sampai ke sekolah."

"Cindy turun di sini aja."

Cindy membuka pintu mobil dan turun dari mobil tersebut. Sebelum pergi ia menyerahkan uang ongkos perjalanan kepada supir taksi itu.

"Terima kasih Neng."

"Iya Pak sama-sama."

Cindy berjalan menuju kerumunan tersebut dan betapa terkejutnya ia melihat seorang anak yang berseragam sama dengannya tengah dipukuli oleh anak yang juga memakai seragam sekolah sama dengannya.

Melihat betapa lemahnya laki-laki yang tengah dipukuli itu lantas membuat hati Cindy terketuk untuk memberhentikan perkelahian tersebut.

"Berhenti kalian semua!!!"

Lantas yang tukang pukul pun berhenti dan menatap ke arah Cindy. Ia seakan tidak suka dengan cara Cindy memberhentikan orang itu memukuli cowok yang sedang babak belur tersebut.

"Eh lo cewek lo siapa berani-beraninya berhentiin kita hah?" katanya membuat Cindy berkacak pinggang dan mengamati pria yang baru saja menantangnya itu.

"Yah gue manusia lah emang gue siapa lagi kalau bukan manusia? Hewan? Jin?" Cindy mengeluarkan handphone nya lalu kembali lagi memandang cowok yang berkata kepadanya tadi, "Lo berhenti mukulin dia atau gue akan telepon bokap gue? Oh iya asal Lo tau kebetulan bokap gue itu polisi dan tugas di daerah sini," ancam Cindy yang padahal apa dikatakannya adalah bohong.

Tampak laki-laki yang memukuli orang tersebut langsung panik dan menatap ke arah teman-temannya.

"Woy cabut, cabut lo semua!!"

Mereka pergi dan Cindy tersenyum penuh kemenangan kepada mereka. Orang-orang yang semula berkerumun pun kini telah bubar bersamaan dengan bubarnya para siswa nakal tersebut.

"Dasar banci!! Gue sebut nama polisi aja mereka pada kabur!! Gini nih anak-anak zaman sekarang. Kalau begini terus Indonesia bakalan hancur. Apa sih di otak mereka itu? Kelahi mulu."

Cindy menarik napas dan menatap pada laki-laki yang sedang tersenyum padanya. Tampak terdapat begitu banyak luka lebam di tubuh cowok itu. Ia meringis saat mendengar laki-laki itu merintih.

"Kenapa? sakit ya?"

"Tidak kok, cuman sakit dikit. Terima kasih ya kamu sudah mau bantuin aku!"

"Iya sama-sama. Tapi kamu kenapa bisa sampai dipukulin sama dia?"

Cindy dapat memastikan jikalau luka lebam itu tak terdapat di wajah pria itu ia yakin 100% jika cowok tersebut sangatlah rupawan dan tampan.

Melihat pria itu tersenyum kepadanya saja dan menampakkan deretan gigi putihnya sudah membuat hati Cindy luluh bak lilin yang mencair.

"Aku tadi tidak sengaja nabrak salah satu di antara mereka," katanya yang masih tersenyum. Cindy merasa heran, apa laki-laki tersebut tidak lelah tersenyum terus menerus seperti saat ini? Cindy menatap pada sepeda pria itu yang tentunya sudah pasti dalam kondisi tidak baik-baik saja.

"Lagian kamu juga kenapa tidak hati-hati bawa sepedanya? Kamu tidak buta kan?

Cindy merasa aneh saat ia menyebut kata BUTA cowok itu terlihat menundukkan kepala dengan raut sedih. Karena merasa bingung, Cindy lantas menggaruk kepalanya.

"Kalau gitu aku duluan ya." Pria itu hendak mengambil sepedanya, tapi Cindy langsung mencegah.

"Eh jangan. Kamu sekolah di mana?"

"SMA Negeri 1 Bogor."

"Berarti sama dong arahnya sama aku." Pria itu kembali tersenyum polos membuat Cindy jadi salah tingkah melihat senyuman itu. "Gimana kalau aku aja yang bawa sepedanya. Kamu aku boncengin, kasihan kamu. Kamu sepertinya nggak bisa naik sepeda dalam kondisi seperti ini. Tapi kalau boleh tau nama kamu siapa?"

Laki-laki itu mengulurkan tangannya. Cindy menatap tangan tersebut dengan ragu-ragu. Namun ia berusaha membuang pikiran negatifnya.

"Nama aku Rendi Saputra. Panggil aja Rendi."

"Nama aku Cindy."

Keduanya melepaskan jabatan tangan masing-masing. Rasanya ada yang aneh dengan anak ini sebab Cindy bisa merasakan jika pria yang di depannya ini bukanlah laki-laki seperti biasanya. 

Ia terlihat ramah dan selalu tersenyum.

Cindy mengambil sepeda Rendi lalu membenarkannya. Tidak ada kerusakan yang parah dari sepeda Rendi tersebut.

Ia naik ke atas tempat duduk sepeda ontel itu dan sementara Rendi ia suruh untuk berdiri di belakangnya.

"Pegangan ya!"

"Iya."

Cindy mengayuh pedal sepeda itu dan Rendi berpegangan di pundaknya. Cindy sudah lama tidak bersepeda dan ia begitu bahagia ketika menaiki sepeda kembali dan langsung membonceng pria sekaligus.

"Enak banget sumpah. Kamu pegangan yang kuat Ren! Takutnya nanti aku jatuh!"

"Iya Cindy."

"Aku ngebut ya!!"

Cindy mengayuh pedal sepedanya di atas rata-rata. Ia begitu senang dan tertawa bersama Rendi menuju sekolah. Cindy tidak menyadari sesuatu jika Rendi sebenarnya sedang menangis. Tidak tau apa yang membuat laki-laki itu menangis.

Tidak menyangka Cindy sudah sampai di depan halaman sekolah tersebut. Ia memasuki gerbang masih dengan menanjak pedal sepeda dan Rendi masih berada di belakangnya sedang ia goncang.

"Terimakasih kamu sudah biarin aku main sepeda kamu. Lain waktu kita ketemu lagi. Aku siswa baru tau."

"Iya."

Cindy tersenyum dan dibalas juga senyuman oleh Rendi. Ia memperbaiki tali tas ranselnya lalu berjalan di koridor sekolah.

"Eh siapa tuh cewek cantik banget anjir."

"Lah woy kita ke sana minta nomor hp tuh cewek, sumpah anj cantik banget dah."

"Eh lo liat nggak dia tadi datang sama si buta itu. Menang banyak tu buta bisa sepedaan sama tuh cewek."

"Benar banget anjay. Gue aja yang ganteng nggak pernah dapat cewek cantik, mulus begitu."

"Enak banget si buta dapat rezeki nomplok pagi-pagi."

Mendengar kicauan para siswa di sini pun membuat Cindy menyadari sesuatu. Ia berbalik dan menatap ke arah parkiran. Mulutnya menganga tidak percaya melihat Rendi yang berjalan dibantu dengan tongkat sebagai matanya.

"Jadi dia buta? Tapi kenapa dia bisa main sepeda? Terus aku tadi kan ada bilangin dia buta? Ya Allah gini amat punya mulut yang kagak bisa kalem kek peran Y/N menyebalkan!" Cindy menepuk jidatnya, lalu korban tepukan selanjutnya adalah mulut wanita itu sendiri.

________

Tbc

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!