His Purpose
...🍁🍁🍁...
"Maaf, aku tidak bisa menikahimu," tulis seorang pria yang kini berdiri di sebuah atap bangunan. Menunduk, lantas mendongak, melihat tepat ke seberang jalan. Pada hotel yang menjadi tempat digelarnya acara.
Seharusnya saat ini ia tengah bersiap, perhelatan sebentar lagi dimulai. Namun, ia sudah memutuskan, ia tidak akan menikah.
Ada satu alasan yang tidak bisa ia kemukakan. Kenyataan yang ingin ia simpan sampai akhir masa kehidupan. Akan tetapi, hal itu jelas tidak mungkin. Sekecil apa pun rahasia pasti akan terbongkar.
Tapi untuk sekarang, izinkan ia menghindar. Terdengar seperti pecundang. Benar. Namun akan lebih baik ketimbang menyaksikan seorang wanita hancur di hari bahagianya. Meski pada akhirnya keputusan yang ia ambil tetap menyakiti wanita itu.
Ia tidak punya pilihan.
"Aku menyayangimu. Aku juga mencintaimu. Tapi, kurasa kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama."
"Aku betul-betul minta maaf. Kuharap kamu bahagia selalu, Maria ...," bisiknya pada angin yang berhembus. Menerbangkan asa dan harapan yang telah kandas. Ia melangkah meninggalkan atap, membawa segenap iktikad yang mungkin suatu hari berujung penyesalan.
Bersamaan dengan retaknya sebuah hati yang berhamburan. Di sudut lain ruang, seorang wanita menunduk menatap ponselnya dengan tangan gemetar. Matanya kosong seolah tak ada harapan.
Memang benar, harapannya baru saja direnggut paksa melalui sebuah pesan. Bunyi denting yang cukup keras terdengar saat tiara kecil itu meluncur dari atas kepalanya. Jatuh menghempas menghantam lantai.
Permatanya yang bersinar tak lagi menyilaukan. Pesonanya hilang dan terkalahkan oleh kelabu di atas awan. Seakan alam dapat merasakan apa yang Maria rasakan. Guntur bergemuruh memecah cakrawala. Kilatnya bersinar seolah menembus jendela.
Hari masih pagi, namun langit sudah berperang menurunkan pasukan hujan. Mengguyur ibu kota dan seluruh aktivitas penghuninya. Mereka berhamburan mencari atap tuk berteduh. Akan tetapi, Maria kehilangan tempat untuk bertumpu.
Kakinya meluruh. Gaunnya mengembang seiring lututnya bersentuhan dengan marmer. Nafasnya tersendat. Gumpalan ludah serasa sulit untuk ditelan. Ia meremas butiran Swarovski yang memberati tubuhnya. Rancangan desainer ternama yang kini kehilangan arti dan guna.
Samar-samar ia mendengar suara dari luar. Perdebatan yang keras dan alot cukup memekakan. Namun tak dapat menarik Maria sepenuhnya dari lamunan.
Ia menggeleng. Ini pasti hanya candaan. Gabriel tak mungkin menyakitinya. Pria itu sangat mencintainya. Dia tidak mungkin menghancurkan pernikahan yang sudah satu tahun dirancang.
Tangannya yang gemetar mengangkat ponsel. Mencari nomor sang kekasih yang mendadak sulit untuk ditemukan. Butuh perjuangan bagi Maria agar tak salah tekan. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah nama yang dicari. Gegas ia melakukan panggilan dan menempelkan benda pipih itu ke telinga.
"Kanapa tidak diangkat ...?"
"Ayo ... angkat telponnya. Katakan kamu hanya bercanda. Ini semua tidak lucu ..." ucapnya gemetar.
Kurang lebih tiga kali Maria mencoba, tak ada satu pun panggilan yang diterima. Selebihnya nomor itu tidak aktif dan berada di luar jangkauan.
"Apa yang terjadi? Kenapa kamu tega melakukan ini?" Maria menunduk berpegangan pada lantai. Bahunya meluruh seiring isak tangis yang terdengar.
Gemuruh hujan tak mampu menghalangi kepiluan. Maria Pradita Tjandra. Guntur dalam hatinya lebih menggema ketimbang kilat yang menyambar pusat kota.
***
Di luar kamar.
"Kamu pikir apa yang akan kulakukan? Tentu aku akan memarik putriku untuk pulang. Mereka sudah mencoreng wajahku seenak ludah!"
"Tapi, Tuan. Kegagalan pernikahan ini akan menggiring opini publik terhadap Anda. Pada dasarnya hubungan mereka memang cenderung menguatkan kedua belah pihak. Perusahaan Anda maupun Wiranata sama-sama mendapat keuntungan. Meski pernikahan ini terjalin karena cinta dan atas kesadaran diri masing-masing, tapi yang sebenarnya terlihat adalah dua keluarga besar yang menyatukan kekuasaan."
"Jadi, saat pernikahan ini akhirnya dibatalkan, mereka akan menganggap kekuatan kalian tak lagi besar. Ini akan menjadi celah bagi orang-orang yang mengincar Anda maupun Tuan Wiranata."
"Sederhananya, jika pernikahan Nona dan Tuan Muda dibatalkan, bukan hanya berdampak pada saham perusahaan, musuh-musuh Anda juga akan bergerak lebih gencar karena menganggap hal ini adalah celah yang tepat untuk membidik kelengahan Anda."
"Liem. Apa saat ini kamu sedang membicarakan keuntungan?"
Pria yang disebut Liem itu menunduk. "Maaf, Tuan. Saya hanya khawatir pada Nona. Karena setiap Anda bermasalah dengan seseorang, Nona lah yang mereka incar."
"Aku tidak peduli. Aku bisa memperkuat perlindungan. Yang aku pikirkan sekarang adalah keadaan hati dan mentalnya. Apa yang akan terjadi jika dia tahu telah dicampakkan. Aku sama sekali tidak peduli jika mereka ingin menyerang. Aku tidak peduli mereka menarik seluruh sahamnya dari perusahaan."
"Asal kamu tahu, Liem. Aset dan harta tidak ada apa-apanya jika putriku menderita."
"Tuan ...." Liem tak bisa berkata-kata lagi.
Tak ada satu pun yang bisa menentang jika seorang Rayan Adibrata Tjandra sudah memutuskan. Terlebih hal yang menyangkut Maria, putri satu-satunya yang dititipkan mendiang Nyonya Tjandra yang telah lama berpulang.
"Bagaimana dengan tawarannya?"
Rayan mendengus. "Kamu pikir apa? Tentu saja aku menolaknya. Bisa-bisanya mereka mempermainkan pernikahan. Mengganti calon mempelai? Ini sama saja meludahi hidungku di muka umum! Meski yang Wiranata lemparkan adalah putra sulungnya, bahkan kabarnya dia sangat hebat dan mendapat julukan Cheetah Asia. Tetap saja, yang aku pikirkan adalah perasaan Maria. Aku tidak ingin memperlakukan putriku seperti barang yang dapat ditawar. Ini tak ubahnya sebuah penghinaan."
Liem mengangguk. Namun sesaat kemudian ia dibuat tersentak oleh sesuatu. Matanya membelalak dan bergerak mengulang bacaan.
"Tuan ...."
Liem mendongak. "Arsena Group, penyuplai terbesar perusahaan kita mendadak ingin memutus kerja sama," ucapnya sambil menatap Rayan dengan wajah dipenuhi kengerian.
"Apa?"
Liem segera menunjukkan tablet yang dipegangnya. Rayan mematung membaca email resmi yang masuk tepat satu menit yang lalu.
"Apa ini? Para tamu undangan bahkan belum mengendus masalah ini."
"Benar. Seperti aliran listrik yang merambat, hal ini bisa saja meledak dalam beberapa waktu ke depan."
Rayan terdiam.
"Tuan?"
Pria itu menarik nafas sebelum menghembuskannya dengan berat. "Aku sudah menduga cepat atau lambat mereka akan menekan. Sejak mengetahui aku akan berbesanan dengan Wiranata, pihak mereka memang tak tanggung-tanggung menawarkan kerja sama dengan keuntungan besar."
"Tapi, seperti yang sudah kubilang, aku tidak mungkin-"
Klek.
"Papa ...."
Suara Maria melantun seiring terbukanya pintu. Terkejut, dua orang itu menoleh bersamaan.
"Astaga, Nona!" Tanpa sadar Liem berseru ketika melihat riasan mata pada wanita itu.
Maria tak menghiraukan. Ia mendongak menatap sang ayah yang terdiam mematung meneliti penampilannya.
Sejenak ia terdiam. Keraguan muncul saat ia akan membuka mulut. Apa keputusannya sudah benar?
"Kamu ... sudah tahu?" lirih Rayan, datar.
Maria mengangguk. Ia mencoba meneguhkan hati yang berperang dalam kegaduhan. Hujan masih belum reda. Alih-alih berhenti, gemuruhnya semakin kencang dengan angin lebat menggoyangkan pepohonan.
Maria menelan ludah. "Papa. Putra sulung Wiranata ..." Ia mendongak. "Aku bersedia menikah dengannya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Tita
dah lama enteku mati suri paling cuma intip2 novelnya jus k.gara2 pak carik kesini lagi deh ternyata banyak karyanya neng cantik disini.sok hayu gass poll lah......
2024-04-30
0
Queen Azzura
setelah sekian lama NT terbengkalai..akhirnya ak buka juga gara² hbs baca d platform sebelah yg judulnya menaklukkan hati pak carik 😁..langsung follow ig nya..buka2 postingannya akhirnya trdampar d sini..
2024-03-29
11
Anonymous
part awal aja udah bikin langsung jatuh hati ❤️
2024-02-17
2