"Eh, jangan ambil yang itu...!" Via yang baru saja ingin mengambil cokelat langsung di hentikan oleh Tanvir dan hal itu menarik perhatian Jibril yang saat ini sedang mencari cemilan.
Saat ini ketiga insan itu sedang belanja di mini market yang tak jauh dari rumah mereka, awalnya Jibril pergi sendiri karena ia hanya ingin membeli shampoo dan sabun. Namun Aira justru memesan cemilan alhasil dua bocah itu kembali mengekori Jibril karena mereka juga ingin belanja katanya.
"Kenapa nggak boleh, Tanvir?" tanya Jibril apalagi ia melihat Via yang tampak sedih, ini bukan pertama kalinya Tanvir melarangnya melakukan sesuatu atau memakan sesuatu.
"Ini murah, Om. Nanti lidah Via gatel, atau nanti dia sakit gigi," jawab Tanvir. "Ambilin cokelat yang itu dong, Om." Tanvir menunjuk pada satu merk cokelat yang memang lebih mahal.
"Tahu aja anak ini mana barang bagus," gumam Jibril sembari mengambil cokelat yang Tanvir mau.
Tanvir langsung memberikan cokelat itu pada Via yang seketika membuat Via tersenyum sumringah sambil mengucapkan terima kasih. "Kakak itu peduli sama Livia, jadi pokoknya harus nurut apa kata kakak, oke?"
Via mengangguk dengan patuh seperti biasa.
Setelah mendapatkan apa yang mereka mau, Jibril segera ke kasir untuk membayar belanjaannya. Namun saat di kasir ia justru di kejutkan dengan keberadaan Eliza yang sedang berada argumen dengan kasih karena uang Eliza tidak cukup untuk membayar belanjaannya.
"Aku bukannya nggak punya uang, Mbak. Aku bahkan bisa beli mini market ini, tapi dompetku ketinggalan. Ponselku mati, nggak bisa menghubungi siapa-siapa. Jadi sekarang berikan aja semua barang ini, kasih struknya juga. Nanti aku balik lagi kesini, sumpah!"
"Maaf, Mbak. Tetap tidak bisa, ini sudah ketentuan dari atasan kami," jawab si kasir yang sudah tampak sangat kesal.
"Tante...?" Tiba-tiba Tanvir menarik ujung outer yang di pakai Eliza, saat ini Eliza memakai hot pants yang memamerkan paha mulusnya, di padukan kaos tanpa lengan dan outer sepanjang lututnya.
Eliza menoleh pada Tanvir dan seketika ia tercengang karena melihat bocah itu lagi, ia pun mendongak dan mulutnya langsung menganga lebar melihat Jibril yang masih memasang wajah datarnya. "Tante minggir dulu," kata Tanvir dengan santainya yang membuat Eliza terperangah, ia di usir oleh bocah ini? Yang bener saja. Eliza sudah membuka mulut hendak memarahi Tanvir namun Tanvir kembali berkata, "Biar Om Jibril yang bayarin, Tante lama sih. Kami bosan nunggunya," ungkapnya.
"Hah?" Eliza semakin melongo, begitu juga dengan Jibril.
"Tanvir!" tegur Jibril.
"Ayo, Om. Bayarin...," pinta Tanvir. "Uang Om juga nggak akan habis, tadi Tanvir lihat dompet Om tebal. Nanti Tante Aira nungguin cemilannya lho, Om."
Jibril tak punya pilihan karena keponakannya ini cukup keras kepala. Lagi pula, tak ada salahnya ia membantu orang. Jibril pun membayar semua belanjaan Eliza sementara Eliza justru menikmati ketampanan Jibril yang terpampang begitu nyata di depannya.
"Jadi namanya Jibril? Hem, nama yang tampan setampan orangnya."
Setelah membayar semua barang belanjaan dirinya dan Eliza, Jibril segera keluar dari tempat itu dengan langkah cepat karena ia tak ingin berhadapan dengan Eliza lebih lama lagi. Namun, Eliza justru mengejarnya bahkan menghalangi Jibril yang hendak masuk ke mobil.
"Tunggu!!!"
"Tidak perlu ganti uangnya, Nona." Jibril berkata dengan nada.
"Aku akan tetap ganti, money is money. Semua orang butuh uang dan kalau nggak ada uang kita nggak bisa hidup tenang, jadi berapa pun nilainya aku tetap akan ganti," ujar Eliza.
"Kita memang butuh uang tapi ketenangan hidup itu datangnya dari hati, bukan dari uang." setelah mengucapkan kata itu, Jibril masuk ke dalam mobilnya namun Eliza mencegahnya.
"Okay, kalau begitu aku ingin mengundangmu untuk makan malam, anggap saja ini sebagai ucapan terima kasih," ujar Eliza. Dalam hati ia sangat berharap Jibril menerima undangannya. "Oh ya, namaku Eliza ... Elizabeth."
"Tidak, terima kasih." tolak Jibril dengan halus, ia kembali hendak masuk ke mobil namun lagi-lagi Eliza mencegahnya. Sementara Tanvir dan Livia yang sudah ada di dalam mobil kini hanya bisa cemberut.
"Tante itu selalu saja ganggu," gumam Tanvir kesal.
"Please?" Ia memohon. "Sebagai permintaan maaf karena waktu aku sudah menciummu," imbuhnya. Tatapannya begitu sayu, sejenak bertemu dengan tatapan Jibril namun Jibril segera menghindar.
"Baik, tapi aku akan membawa seseorang bersamaku dan aku harap kamu membawa orang lain bersamamu. Kakak, adik, mama, atau papa. Siapapun asal masih dari keluargamu." Eliza melongo mendengar permintaan Jibril yang terdengar aneh di telinganya itu.
"Ya nggak bisa, mereka sibuk. Kita berdua aja," ajak Eliza yang seketika membuat kening Jibril mengerut.
"Kamu tidak mengenalku, bagaimana bisa kamu mau pergi berdua saja denganku? Bagaimana jika aku melakukan hal di luar dugaanmu? Hanya karena seseorang mau membayar belanjaanmu, bukan berarti orang itu baik dan akan menjaga kehormatanmu. Sebagai wanita, kau seharusnya menjaga diri sebaik mungkin."
Eliza tertegun mendengar kata-kata Jibril yang tak pernah ia duga, seorang pria asing yang mengingatkan untuk menjaga kehormatannya dan tak mudah percaya pada orang. Kenapa kata-kata ini terdengar begitu menyentuh padahal sudah banyak yang sering mengatakan hal serupa?
"Maaf, aku tidak bisa memenuhi undanganmu." setelah mengucapkan hal itu, Jibril langsung masuk ke mobil
...🦋...
Eliza masih terus terngiang-ngiang dengan suara Jibril yang begitu khas, bayangan wajahnya pun selalu tergambar jelas dalam benaknya.
Saat ada pria yang melihatnya memakai bikini, mata mereka semakin terbuka lebar dan mereka akan memandang Eliza dengan lapar. Tapi Jibril? Dia langsung membungkus tubuh Eliza dan tak menatapnya sedikitpun kecuali tanpa sengaja.
Saat seorang wanita cantik mengajak seorang pria pergi berdua, tentu para pria itu akan kegirangan. Namun, Jibril justru menolaknya dengan halus serta memperingatkan Eliza dengan tulus.
Eliza dan Ruby selalu mencoba mencari tahu tentang Jibril setiap hari, namun ia tak menemukan petunjuk apapun. Eliza bahkan setiap hari datang ke mini market tempat ia bertemu dengan Jibril, namun Jibril tak pernah lagi muncul. Ia juga datang ke hotel, mencari tahu tamu atas nama Jibril namun pihak hotel tak bisa memberikan informasi itu.
Hingga tiba anniversary kedua orang tua Eliza yang di adakan di hotel Jibril.
Eliza sangat berharap bisa kembali dengan Jibril, karena ia sudah jatuh cinta pada pria itu. Ruby yang melihat sahabatnya uring-uringan karena kehilangan pangerannya menjadi tidak tega, namun sayangnya ia tak bisa melakukan apapun selain menghibur Eliza dan meyakinkan bahwa jodoh itu takkan kemana.
"Mau kemana, Sayang?" Tanya Nyonya Jill karena Eliza hendak keluar dari ballroom hotel.
"Mau keluar sebentar, Mom," jawab Eliza lesu. Nyonya Jill pun mengizinkan, ia dan suamimya juga bisa melihat perubahan sikap Eliza selama satu bulan ini. Namun sampai sekarang Eliza tak mau memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Eliza memakai gaun tanpa lengan dengan panjang menjuntai ke lantai, rambut yang tadinya di sanggul rapi kini ia buka hingga rambut panjangnya itu terurai. Eliza pergi ke kolam, dimana ia bertemu Jibril untuk yang ke sekian kalinya.
"Kok bisa sih aku jatuh cinta sama orang asing? Padahal cuma beberapa kali bertemu," gumam Eliza antara kesal dan tak percaya. "Padahal aku tuh sumpahin kamu supaya jatuh cinta sama aku, Tuan es batu. Tapi kenapa yang terjadi justru sebaliknya? Malah aku yang jatuh cinta sejatuh-jatuhnya sama kamu." Eliza membuang napas kasar.
Eliza jalan-jalan di tepi kolam sambil menatap air kolam yang jernih dan tenang. "Gila, aku benar-benar sudah gila," gumam Eliza hingga tiba-tiba ia menginjak gaunnya sendiri. Eliza memekik dan hampir jatuh ke kolam namun tiba-tiba ada sebuah tangan yang menariknya, seketika kedua mata Eliza terbuka lebar saat menyadari siapa yang menolongnya.
"Jibril," gumamnya tak percaya.
Jibril menarik tangan Eliza hingga menjauh dari tepi kolam. "Kamu nggak apa-apa?" tanya Jibril yang tampak cemas.
"Kamu dari mana aja?" tanya Eliza tanpa menghiraukan pertanyaan Jibril. "Aku cari kamu selama sebulan ini seperti orang gila, kamu orang mana sih?" gerutunya yang membuat Jibril terlihat sedikit bingung.
"Maksudnya?" Jibril balik bertanya.
"Aku jatuh cinta sama kamu," ujar Eliza tanpa ragu sedikitpun yang membuat Jibril seketika tercengang. "Aku tahu ini terdengar gila dan nggak masuk akal, tapi itu hakikat cinta, 'kan? Gila dan nggak masuk akal." Jibril masih terdiam, hingga akhirnya Eliza menarik tangannya dan berkata. "Aku sungguh mencintaimu."
Sontak Jibril langsung menarik tangannya dan berkata, "Aku sudah punya calon istri."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
duo Hil
waduh cah wadon wani tenan
tapi jodoh nya kyanya nih
2023-02-15
1
Surati
maen nembak z sih jadinya langsung ditolak kan
2023-01-19
0
Surati
wow 😱😱😱 Elizaaaa..... sabar woi jgn langsung nembak.l, pdekate dulu. ihhhh
2023-01-19
0