Bab #3 - Hakikat Cinta?

"Eh, jangan ambil yang itu...!" Via yang baru saja ingin mengambil cokelat langsung di hentikan oleh Tanvir dan hal itu menarik perhatian Jibril yang saat ini sedang mencari cemilan.

Saat ini ketiga insan itu sedang belanja di mini market yang tak jauh dari rumah mereka, awalnya Jibril pergi sendiri karena ia hanya ingin membeli shampoo dan sabun. Namun Aira justru memesan cemilan alhasil dua bocah itu kembali mengekori Jibril karena mereka juga ingin belanja katanya.

"Kenapa nggak boleh, Tanvir?" tanya Jibril apalagi ia melihat Via yang tampak sedih, ini bukan pertama kalinya Tanvir melarangnya melakukan sesuatu atau memakan sesuatu.

"Ini murah, Om. Nanti lidah Via gatel, atau nanti dia sakit gigi," jawab Tanvir. "Ambilin cokelat yang itu dong, Om." Tanvir menunjuk pada satu merk cokelat yang memang lebih mahal.

"Tahu aja anak ini mana barang bagus," gumam Jibril sembari mengambil cokelat yang Tanvir mau.

Tanvir langsung memberikan cokelat itu pada Via yang seketika membuat Via tersenyum sumringah sambil mengucapkan terima kasih. "Kakak itu peduli sama Livia, jadi pokoknya harus nurut apa kata kakak, oke?"

Via mengangguk dengan patuh seperti biasa.

Setelah mendapatkan apa yang mereka mau, Jibril segera ke kasir untuk membayar belanjaannya. Namun saat di kasir ia justru di kejutkan dengan keberadaan Eliza yang sedang berada argumen dengan kasih karena uang Eliza tidak cukup untuk membayar belanjaannya.

"Aku bukannya nggak punya uang, Mbak. Aku bahkan bisa beli mini market ini, tapi dompetku ketinggalan. Ponselku mati, nggak bisa menghubungi siapa-siapa. Jadi sekarang berikan aja semua barang ini, kasih struknya juga. Nanti aku balik lagi kesini, sumpah!"

"Maaf, Mbak. Tetap tidak bisa, ini sudah ketentuan dari atasan kami," jawab si kasir yang sudah tampak sangat kesal.

"Tante...?" Tiba-tiba Tanvir menarik ujung outer yang di pakai Eliza, saat ini Eliza memakai hot pants yang memamerkan paha mulusnya, di padukan kaos tanpa lengan dan outer sepanjang lututnya.

Eliza menoleh pada Tanvir dan seketika ia tercengang karena melihat bocah itu lagi, ia pun mendongak dan mulutnya langsung menganga lebar melihat Jibril yang masih memasang wajah datarnya. "Tante minggir dulu," kata Tanvir dengan santainya yang membuat Eliza terperangah, ia di usir oleh bocah ini? Yang bener saja. Eliza sudah membuka mulut hendak memarahi Tanvir namun Tanvir kembali berkata, "Biar Om Jibril yang bayarin, Tante lama sih. Kami bosan nunggunya," ungkapnya.

"Hah?" Eliza semakin melongo, begitu juga dengan Jibril.

"Tanvir!" tegur Jibril.

"Ayo, Om. Bayarin...," pinta Tanvir. "Uang Om juga nggak akan habis, tadi Tanvir lihat dompet Om tebal. Nanti Tante Aira nungguin cemilannya lho, Om."

Jibril tak punya pilihan karena keponakannya ini cukup keras kepala. Lagi pula, tak ada salahnya ia membantu orang. Jibril pun membayar semua belanjaan Eliza sementara Eliza justru menikmati ketampanan Jibril yang terpampang begitu nyata di depannya.

"Jadi namanya Jibril? Hem, nama yang tampan setampan orangnya."

Setelah membayar semua barang belanjaan dirinya dan Eliza, Jibril segera keluar dari tempat itu dengan langkah cepat karena ia tak ingin berhadapan dengan Eliza lebih lama lagi. Namun, Eliza justru mengejarnya bahkan menghalangi Jibril yang hendak masuk ke mobil.

"Tunggu!!!"

"Tidak perlu ganti uangnya, Nona." Jibril berkata dengan nada.

"Aku akan tetap ganti, money is money. Semua orang butuh uang dan kalau nggak ada uang kita nggak bisa hidup tenang, jadi berapa pun nilainya aku tetap akan ganti," ujar Eliza.

"Kita memang butuh uang tapi ketenangan hidup itu datangnya dari hati, bukan dari uang." setelah mengucapkan kata itu, Jibril masuk ke dalam mobilnya namun Eliza mencegahnya.

"Okay, kalau begitu aku ingin mengundangmu untuk makan malam, anggap saja ini sebagai ucapan terima kasih," ujar Eliza. Dalam hati ia sangat berharap Jibril menerima undangannya. "Oh ya, namaku Eliza ... Elizabeth."

"Tidak, terima kasih." tolak Jibril dengan halus, ia kembali hendak masuk ke mobil namun lagi-lagi Eliza mencegahnya. Sementara Tanvir dan Livia yang sudah ada di dalam mobil kini hanya bisa cemberut.

"Tante itu selalu saja ganggu," gumam Tanvir kesal.

"Please?" Ia memohon. "Sebagai permintaan maaf karena waktu aku sudah menciummu," imbuhnya. Tatapannya begitu sayu, sejenak bertemu dengan tatapan Jibril namun Jibril segera menghindar.

"Baik, tapi aku akan membawa seseorang bersamaku dan aku harap kamu membawa orang lain bersamamu. Kakak, adik, mama, atau papa. Siapapun asal masih dari keluargamu." Eliza melongo mendengar permintaan Jibril yang terdengar aneh di telinganya itu.

"Ya nggak bisa, mereka sibuk. Kita berdua aja," ajak Eliza yang seketika membuat kening Jibril mengerut.

"Kamu tidak mengenalku, bagaimana bisa kamu mau pergi berdua saja denganku? Bagaimana jika aku melakukan hal di luar dugaanmu? Hanya karena seseorang mau membayar belanjaanmu, bukan berarti orang itu baik dan akan menjaga kehormatanmu. Sebagai wanita, kau seharusnya menjaga diri sebaik mungkin."

Eliza tertegun mendengar kata-kata Jibril yang tak pernah ia duga, seorang pria asing yang mengingatkan untuk menjaga kehormatannya dan tak mudah percaya pada orang. Kenapa kata-kata ini terdengar begitu menyentuh padahal sudah banyak yang sering mengatakan hal serupa?

"Maaf, aku tidak bisa memenuhi undanganmu." setelah mengucapkan hal itu, Jibril langsung masuk ke mobil

...🦋...

Eliza masih terus terngiang-ngiang dengan suara Jibril yang begitu khas, bayangan wajahnya pun selalu tergambar jelas dalam benaknya.

Saat ada pria yang melihatnya memakai bikini, mata mereka semakin terbuka lebar dan mereka akan memandang Eliza dengan lapar. Tapi Jibril? Dia langsung membungkus tubuh Eliza dan tak menatapnya sedikitpun kecuali tanpa sengaja.

Saat seorang wanita cantik mengajak seorang pria pergi berdua, tentu para pria itu akan kegirangan. Namun, Jibril justru menolaknya dengan halus serta memperingatkan Eliza dengan tulus.

Eliza dan Ruby selalu mencoba mencari tahu tentang Jibril setiap hari, namun ia tak menemukan petunjuk apapun. Eliza bahkan setiap hari datang ke mini market tempat ia bertemu dengan Jibril, namun Jibril tak pernah lagi muncul. Ia juga datang ke hotel, mencari tahu tamu atas nama Jibril namun pihak hotel tak bisa memberikan informasi itu.

Hingga tiba anniversary kedua orang tua Eliza yang di adakan di hotel Jibril.

Eliza sangat berharap bisa kembali dengan Jibril, karena ia sudah jatuh cinta pada pria itu. Ruby yang melihat sahabatnya uring-uringan karena kehilangan pangerannya menjadi tidak tega, namun sayangnya ia tak bisa melakukan apapun selain menghibur Eliza dan meyakinkan bahwa jodoh itu takkan kemana.

"Mau kemana, Sayang?" Tanya Nyonya Jill karena Eliza hendak keluar dari ballroom hotel.

"Mau keluar sebentar, Mom," jawab Eliza lesu. Nyonya Jill pun mengizinkan, ia dan suamimya juga bisa melihat perubahan sikap Eliza selama satu bulan ini. Namun sampai sekarang Eliza tak mau memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Eliza memakai gaun tanpa lengan dengan panjang menjuntai ke lantai, rambut yang tadinya di sanggul rapi kini ia buka hingga rambut panjangnya itu terurai. Eliza pergi ke kolam, dimana ia bertemu Jibril untuk yang ke sekian kalinya.

"Kok bisa sih aku jatuh cinta sama orang asing? Padahal cuma beberapa kali bertemu," gumam Eliza antara kesal dan tak percaya. "Padahal aku tuh sumpahin kamu supaya jatuh cinta sama aku, Tuan es batu. Tapi kenapa yang terjadi justru sebaliknya? Malah aku yang jatuh cinta sejatuh-jatuhnya sama kamu." Eliza membuang napas kasar.

Eliza jalan-jalan di tepi kolam sambil menatap air kolam yang jernih dan tenang. "Gila, aku benar-benar sudah gila," gumam Eliza hingga tiba-tiba ia menginjak gaunnya sendiri. Eliza memekik dan hampir jatuh ke kolam namun tiba-tiba ada sebuah tangan yang menariknya, seketika kedua mata Eliza terbuka lebar saat menyadari siapa yang menolongnya.

"Jibril," gumamnya tak percaya.

Jibril menarik tangan Eliza hingga menjauh dari tepi kolam. "Kamu nggak apa-apa?" tanya Jibril yang tampak cemas.

"Kamu dari mana aja?" tanya Eliza tanpa menghiraukan pertanyaan Jibril. "Aku cari kamu selama sebulan ini seperti orang gila, kamu orang mana sih?" gerutunya yang membuat Jibril terlihat sedikit bingung.

"Maksudnya?"  Jibril balik bertanya.

"Aku jatuh cinta sama kamu," ujar Eliza tanpa ragu sedikitpun yang membuat Jibril seketika tercengang. "Aku tahu ini terdengar gila dan nggak masuk akal, tapi itu hakikat cinta, 'kan? Gila dan nggak masuk akal." Jibril masih terdiam, hingga akhirnya Eliza menarik tangannya dan berkata. "Aku sungguh mencintaimu."

Sontak Jibril langsung menarik tangannya dan berkata, "Aku sudah punya calon istri."

Terpopuler

Comments

duo Hil

duo Hil

waduh cah wadon wani tenan
tapi jodoh nya kyanya nih

2023-02-15

1

Surati

Surati

maen nembak z sih jadinya langsung ditolak kan

2023-01-19

0

Surati

Surati

wow 😱😱😱 Elizaaaa..... sabar woi jgn langsung nembak.l, pdekate dulu. ihhhh

2023-01-19

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog - Istikharah Cinta
2 Bab #1 - Elizabeth Whitney
3 Bab #2 - Bertemu Kembali
4 Bab #3 - Hakikat Cinta?
5 Bab #4 - Shalwa Az-Zahwa
6 Bab #5 - Keputusan Akhir
7 Bab #6 - Dua Hati Yang Patah
8 Bab #7 - Fakta
9 Bab #8 - Di Luar Dugaan
10 Bab #9 - Bertemu Lagi
11 Bab #10 - Kita Berbeda
12 Bab #11 - Seamin Tak Seiman
13 Bab #12 - Berdo'a
14 Bab #13 - Takdir Tak Terduga
15 Bab #14 - Demi Dia Yang Berada Di Seberang?
16 Bab #15 - Cinta Tak Mengenal Perbedaan
17 Bab #16 - Bayangan Masa Lalu
18 Bab #17 - Ketika Hati Terpaut
19 Bab #18 - Pertanyaan Tentang Masa Lalu?
20 Bab #19 - Cinta Yang Bersambut
21 Bab #20 - Pertemuan
22 Bab #21 - Kamu Cemburu?
23 Bab #22 - Yang Bertahta Dalam Hati
24 Bab #23 - Tahta Cinta Yang Tertinggi
25 Bab #24 - Sadar Akan Perbedaan
26 Bab #25 - Menyerah?
27 Bab #26 - Di Ingatkan Kembali!
28 Bab #27 - Halalkan Atau Tinggalkan
29 Bab #28 - Takdir Yang Mempertemukan
30 Bab #29 - Bersamanya
31 Bab #30 - Tentang Dia
32 Bab #31 - Haruskah Di Perjuangankan?
33 Bab #32 - Aku Mencintaimu...
34 Bab #33 - Cinta Itu Tanpa Syarat, Tapi...
35 Bab #34 - Jalan Terjal
36 Bab #35 - Melawan Restu?
37 Bab #36 - Dia adalah
38 Bab #37 - Perasaan Kami Juga Penting
39 Bab #38 - Restu Yang tertahan
40 Bab #38 - Jalan Yang Bisa Kita Pilih
41 Bab #40 - Bunga Cinta Yang Dipaksa Layu
42 Bab #41 - Keputusan Akhir?
43 Bab #42 - Takdir?
44 Bab #43 - Misteri Takdir
45 Bab #44 - Tak Semudah Itu
46 Bab #45 - Di Jalan Masing-masing
47 Bab #46 - Langkah Yang Baru
48 Bab #47 - Hidup Yang Baru
49 Bab #48 -
50 Bab #49 - Peran Masing-masing
51 Bab #50 - Seiring Berjalannya Waktu
52 Bab #51 - Permainan Takdir
53 Bab #52 - Tak Terduga
54 Bab #53 - Benarkah Sudah Selesai?
55 Ba#54 - Impian
56 Bab #55 -
57 Bab #56 -
58 Bab #57 - Lamaran Di Pesawat?
59 Bab #58 - Bisakah bersatu?
60 Bab #59 - Akankah Direstui?
61 Bab 60 - Menuju Restu
62 Bab #61 - Pulang Bersama
63 Bab #62 - Memulai Langkah Yang Baru
64 Bab #63 - Syarat?
65 Bab #64 - Restu Terindah
66 Bab #65 -
67 Bab #67
68 Bab #68 - Menjadi Makmummu
69 Bab #69 -
70 Bab #70 -
71 Bab #71 - Pacaran Setelah Menikah
72 Bab #72
73 Bab #73 -
74 Bab 74 - Sulap ala Eliza
75 Bab #75 - TAMAT
76 Promo Author Elis Kurniasih
77 Bonchap 1 - Drama Ala Eliza
78 Bonchap 2 - Kelahiran Sang Tuan Putri
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Prolog - Istikharah Cinta
2
Bab #1 - Elizabeth Whitney
3
Bab #2 - Bertemu Kembali
4
Bab #3 - Hakikat Cinta?
5
Bab #4 - Shalwa Az-Zahwa
6
Bab #5 - Keputusan Akhir
7
Bab #6 - Dua Hati Yang Patah
8
Bab #7 - Fakta
9
Bab #8 - Di Luar Dugaan
10
Bab #9 - Bertemu Lagi
11
Bab #10 - Kita Berbeda
12
Bab #11 - Seamin Tak Seiman
13
Bab #12 - Berdo'a
14
Bab #13 - Takdir Tak Terduga
15
Bab #14 - Demi Dia Yang Berada Di Seberang?
16
Bab #15 - Cinta Tak Mengenal Perbedaan
17
Bab #16 - Bayangan Masa Lalu
18
Bab #17 - Ketika Hati Terpaut
19
Bab #18 - Pertanyaan Tentang Masa Lalu?
20
Bab #19 - Cinta Yang Bersambut
21
Bab #20 - Pertemuan
22
Bab #21 - Kamu Cemburu?
23
Bab #22 - Yang Bertahta Dalam Hati
24
Bab #23 - Tahta Cinta Yang Tertinggi
25
Bab #24 - Sadar Akan Perbedaan
26
Bab #25 - Menyerah?
27
Bab #26 - Di Ingatkan Kembali!
28
Bab #27 - Halalkan Atau Tinggalkan
29
Bab #28 - Takdir Yang Mempertemukan
30
Bab #29 - Bersamanya
31
Bab #30 - Tentang Dia
32
Bab #31 - Haruskah Di Perjuangankan?
33
Bab #32 - Aku Mencintaimu...
34
Bab #33 - Cinta Itu Tanpa Syarat, Tapi...
35
Bab #34 - Jalan Terjal
36
Bab #35 - Melawan Restu?
37
Bab #36 - Dia adalah
38
Bab #37 - Perasaan Kami Juga Penting
39
Bab #38 - Restu Yang tertahan
40
Bab #38 - Jalan Yang Bisa Kita Pilih
41
Bab #40 - Bunga Cinta Yang Dipaksa Layu
42
Bab #41 - Keputusan Akhir?
43
Bab #42 - Takdir?
44
Bab #43 - Misteri Takdir
45
Bab #44 - Tak Semudah Itu
46
Bab #45 - Di Jalan Masing-masing
47
Bab #46 - Langkah Yang Baru
48
Bab #47 - Hidup Yang Baru
49
Bab #48 -
50
Bab #49 - Peran Masing-masing
51
Bab #50 - Seiring Berjalannya Waktu
52
Bab #51 - Permainan Takdir
53
Bab #52 - Tak Terduga
54
Bab #53 - Benarkah Sudah Selesai?
55
Ba#54 - Impian
56
Bab #55 -
57
Bab #56 -
58
Bab #57 - Lamaran Di Pesawat?
59
Bab #58 - Bisakah bersatu?
60
Bab #59 - Akankah Direstui?
61
Bab 60 - Menuju Restu
62
Bab #61 - Pulang Bersama
63
Bab #62 - Memulai Langkah Yang Baru
64
Bab #63 - Syarat?
65
Bab #64 - Restu Terindah
66
Bab #65 -
67
Bab #67
68
Bab #68 - Menjadi Makmummu
69
Bab #69 -
70
Bab #70 -
71
Bab #71 - Pacaran Setelah Menikah
72
Bab #72
73
Bab #73 -
74
Bab 74 - Sulap ala Eliza
75
Bab #75 - TAMAT
76
Promo Author Elis Kurniasih
77
Bonchap 1 - Drama Ala Eliza
78
Bonchap 2 - Kelahiran Sang Tuan Putri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!