Bujukan Hanes merobohkan keteguhan hati Clay, dia menerima ajakan makan malam pria itu. Sebelum menuju ruang tamu, dia memperhatikan penampilan di depan cermin.
"Hanya makan malam biasa, ingat!" tegas Clay kepada dirinya.
Clay berjalan dengan dagu terangkat seperti biasa, mempertegas leher indah yang tidak pernah sadar dimilikinya. Memancing sebagian besar lawan jenis melihat ke arahnya. Hanes yang kini sudah menunggu dibuat terlonjak dari duduk untuk menghampiri dan memberi kecupan lembut di punggung tangan.
"Cantik sekali," kata Hanes yang lebih mirip desa han, tidak seperti nada bicara biasa saat berbincang dengan Clay. "Lebih dari hari-hari biasanya, aku nyaris mimisan."
"Kamu merusak pujian itu dengan kata-kata terakhirmu, Han. Pria brengseek!" umpat Clay sambil tersenyum malu-malu, "Jadi berangkat tidak?"
Hanes menepuk ringan lengan. "Mari Tuan Putri," ucapnya. Tanpa ragu Clay bergelayut di situ. Dia mengumbar senyum sambil menggiring langkah sahabatnya menuju mobil.
Dengan rasa bangga, Hanes melaju perlahan membelah jalan beraspal menuju tempat yang telah dipesan.
Hanes melakukan reservasi di sebuah hotel mewah, tidak bersifat pribadi, tetapi juga tidak terlalu banyak orang. Suasana temaram menambah kesan keromantisan. Masing-masing meja dilengkapi lilin dan bunga segar.
Hanes menarik salah satu kursi untuk Clay, "Silakan."
Clay berusaha tidak menikmati pujian dan perlakuan manis sang teman. Dia mati-matian bersikap formal, terlalu formal sampai-sampai tidak mengenali diri yang biasanya bersikap selengean bersama Hanes.
"Terima kasih," ucap Clay.
Karena sudah memesan sejak sebelum datang, para pramusaji bergegas menyuguhkan hidangan pembuka. Hanes sengaja meminta anggur Portugal yang tidak sekeras anggur yang biasanya karena Clay tidak terbiasa minum.
"Nikmati malam ini, Clay," bisik Hanes lembut.
Clay mengulas senyum canggung, dalam kebisuan yang menegangkan mereka menghabiskan makanan pembuka hingga penutup. Dan, itu membuat dirinya sedikit lega.
"Clay."
"Hemm," sahut Clay.
"Coba bergabung sama mereka, yuk!" Hanes melihat beberapa pengunjung yang sedang menikmati dansa bersama pasangan.
"Itu bukan ide yang bagus."
"Ayolah, sebentar saja." Hanes menarik tangan Clay tanpa persetujuan.
Keduanya pun bergabung di lantai dansa, walaupun tidak pandai berdansa, Hanes yang mahir berdansa tidak kesulitan membawa Clay dalam setiap gerakan mengikuti alunan musik.
"Letakkan kepalamu di dadaku," bisik Hanes tiba-tiba hingga Clay mundur selangkah. "Tidak lihat yang lain?"
Clay menyusuri setiap jengkal tempat itu, dan benar saja orang-orang menikmati musik romantis seraya merapatkan tubuh ke pasangan masing-masing.
"Malu tau, tuh, kamu lihat dua orang di seberang sana." Clay menunjuk dengan dagu. "Aku curiga mereka mengawasi kita," bisiknya.
Hanes mengikuti petunjuk Clay lantas tersenyum sinis, dia mengenal dua orang itu—Berry dan Johanes—sahabat baik suami dari wanita yang kini berada di dekatnya.
"Cuma orang iseng," sahut Hanes kemudian menarik pinggul Clay lebih dekat.
Gerakan spontan Hanes membuat jantung Clay berdentum-dentum, ada gelenyar aneh menyusuri anggota tubuh hingga tanpa diminta telapak tangannya mendarat di pundak datar sang teman.
Tindakan Clay membuat Hanes terbang ke angkasa. Apa ini awal dari semua mimpi yang dia pendam selama ini. Wanita yang berada di dekapannya mulai menaruh perasaan terhadap dirinya. Secara naluriah, Hanes mengecup pucuk kepala wanita itu, hingga ....
"Han, ini salah! Tidak pantas dilakukan seorang istri," kata Clay seraya meninggalkan lantai dansa. Bukan, ternyata dia tadi berkhayal, orang yang disangkanya Robbin ternyata Hanes.
Bodoh! Bodoh sekali aku ini, umpat Clay kepada diri sendiri. Maafkan pengkhianatanku, Kak Robbin.
Hanes mengambil langkah cepat, dia meraih pergelangan tangan Clay. "Dia yang tidak pantas memilikimu, Clay. Dia tidak mencintaimu seperti aku mencintaimu."
"Dia—" Clay terdiam cukup lama, pernyataan Hanes barusan berputar-putar di kepala. Benar, Robbin tidak mencintainya, pria itu tidak menginginkannya, dia pergi dengan calon istrinya dulu, suara itu—Martha sedang bersama Robbin saat ini. Wanita itu yang mengatainya sebagai pengganggu di telepon.
Dengan perasaan rapuh, Clay duduk bersimpuh, dia menangis tersedu-sedu. "Bagaimana bisa dia tidak mencintaiku, Han? Dia tau aku mencintainya, aku tergila-gila kepadanya!"
"Tenang, Clay, tenang, semua akan baik-baik saja. Aku selalu di sini," tutur Hanes, memegang pundak Clay dan membimbing wanita itu agar berdiri. "Dicintai jauh lebih baik daripada mencintai orang yang tidak menaruh perasaan terhadapmu sama sekali."
Mata Clay tidak lagi cerah, melainkan tampak merah, derai air mata membasahi kedua pipi. Dia menahan diri supaya tidak berteriak, digigitnya bibir kuat-kuat.
"Jangan menyakiti dirimu sendiri," kata Hanes lembut serta mengusap bibir ranum Clay dengan ibu jari.
Hanes merangkul pundak berguncang wanita itu, dia ingin membawa Clay ke pinggir pantai supaya dapat mengeluarkan segala kegundahan. Semoga dengan begini bisa melupakan Robbin dan datang kepadanya.
Mobil sport Hanes menuju ke salah satu pantai, tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke sana. Pada malam hari yang dingin tidak banyak orang yang datang.
Clay menangis sejadi-jadinya, meneriaki Robbin sesuka hati. Setelah puas dia menutup wajah rapat-rapat dengan kedua tangan.
Kedua tangan Hanes menyapu kedua lengan Clay secara perlahan, ingin menyalurkan kehangatan bagi wanita di depannya. Namun, Clay malah menggigil merasakan sentuhan itu. Seketika juga, dia berusaha menjauh, tetapi jemari Hanes begitu erat memeganginya.
Hanes membalik tubuhnya, tatapan kedua mata pria itu menusuk ke dalam kedua bola mata Clay, seakan-akan menenggelamkan diri ke sana. Dan, kemudian kepala Hanes menunduk, bibirnya menghampiri bibir ranum Clay.
"Han, in—"
Penolakan Clay dihentikan paksa dengan sentuhan mesra kedua bibir yang saling bertautan. Ada sebuah sensasi aneh menjalari tubuh, seolah-olah darahnya telah berganti manis madu. Dan, dia dapat merasakan indra perasa Hanes menyusup pada bibir yang mengatup rapat. Sahabatnya kini menginginkan lebih.
Sebagian tubuh Clay mengatakan jangan dan bagian tubuh lainnya mendesak agar dilanjutkan. Lalu, dia membuka mulutnya, menerima tamu yang sudah tidak sabar menunggu. Hal itu begitu menyenangkan sampai jiwa terbang ke awang-awang.
"Ini bencana!" Clay mendorong kuat dada lebar Hanes. "Apa yang telah kita lakukan, Han? Pergilah sekarang, Han! Pergi! Aku mengkhianati Kak Robbin."
"Tenanglah, Clay, anggap ini tidak pernah terjadi oke?" Hanes mencoba menenangkan dalam arti yang hanya dirinya sendiri yang tahu, entah rencana apa lagi setelah ini. "Rahasiamu aman bersamaku."
"Gimana bisa aku memercayaimu?" sesal Clay.
"Aku tidak bisa menanggung kemarahanmu, Clay. Lalu, siapa lagi yang percaya kepadaku selain dirimu?" bujuk Hanes dan memang betul selama ini teman baiknya hanya Clay.
"Buruk, buruk sekali, Han," gerutu Clay, "Tolong antar aku sekarang!"
Hanes mengemudi dalam diam, mencari bahan obrolan yang sekiranya membuat Clay nyaman. Tindakan tadi memang terlalu buru-buru, tetapi mau bagaimana lagi. Itu terjadi tanpa disadari, bahkan Clay menyambutnya. Seolah-olah dunia hanya milik berdua.
"Aku sangat kehilanganmu, kalau sampai kamu memusuhiku setelah ini." Suara Hanes terdengar parau.
"Sikap kita barusan sungguh tidak pantas, Han," gumam Clay ketika menunduk dalam. Dia masih merasa jijik terhadap dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Melina
hahaha
2022-10-13
1
Inru
Jika Robbin melihatnya bagaimana? 😟
2022-10-08
0
Inru
Mimisan🤣
2022-10-08
1