"Kali ini aku benci rencanamu, Rocky!" Robbin gusar sambil melihat wanita muda di samping bos besarnya. "Aku tidak bisa mengakuinya sebagai kekasih apalagi istri. Hah! Yang benar saja," imbuhnya lalu membuang muka.
"Dalam hal ini, kamu tidak ada pilihan lain," balas Rocky dengan lagak berkuasa. Dia memahami alasan Robbin, tetapi ini harus dilakukan demi suksesnya pekerjaan. Jalan satu-satunya, menyelesaikan tugas ini secepat mungkin supaya Robbin bisa melakukan apa saja dengan bebas.
"Aku boleh berpendapat?" tanya Meghan.
Rocky memberikan tatapan tajam. Dia tidak suka dibantah, terlebih lagi oleh bawahan yang baru seumur jagung.
"Katakan!" putus Robbin sedikit lancang setelah tidak ada tanggapan dari bos besar.
Meghan bersikap selayak agen terdidik, meski gentar, wajahnya tampak biasa saja saat mengutarakan pendapat. "Aku dan Robbin bisa mengenalkan diri sebagai kakak-adik."
"Setuju!" jawab Robbin cepat.
"Tidak bisa. Aku sudah mendaftarkan kalian di sana sebagai suami-istri!" Rocky bersikukuh.
"Kenapa baru bilang sekarang?" Robbin menyugar rambutnya dengan jari-jari tangan, seraya mengerang sebab terjebak dalam taktik yang tidak dia sukai, tetapi dirinya harus bersikap profesional. "Meghan, ayo! Tidak ada gunanya mendebat Pak tua ini."
Meghan menyunggingkan senyum getas sebab tidak dapat berkata apa-apa. Dia berada satu langkah di belakang Robbin. Begitu tiba dan masuk mobil, dirinya baru berbicara, "Waoh, tindakan yang cukup berani, Bang," pujinya karena menurut Meghan, Robbin berani bersikap kurang sopan kepada atasan.
Robbin melirik sinis ketika wanita muda di sebelahnya memanggilnya dengan sapaan 'Bang' dikiranya dia penjual batagor apa.
Karena dilirik seperti itu, Meghan jadi salah tingkah saat memasang sabuk pengaman. "Bang, sudah baca catatan dari Bos Rocky?" tanyanya, tetapi tidak mendapat tanggapan, sehingga dia mulai geram. "Bang!"
"Biasakan panggil aku Marcus mulai sekarang—Marc!" tegas Robbin.
"Ah, okay, Marc." Meghan terlupa bahwa setiap anggota agen rahasia—Robbin juga memiliki nama samaran.
"Semoga kamu ingat namamu sendiri, Yudith," kata Robbin seraya menyeringai samar, anak baru masih perlu didikan.
Keduanya menyusuri jalan dengan laju cepat tanpa bercakap-cakap selama hampir sepuluh menit. Meghan mempelajari detail bangunan yang menjadi tempat diselenggarakannya acara. Denah pada gambar itu sedikit rumit, dia memberi tanda silang dan bulat pada beberapa bagian.
Ketika sampai di depan gedung tinggi menjulang hingga menyentuh awan itu keduanya menaiki anak tangga. Pintu lobi terbuka secara otomatis, mata Robbin maupun Meghan mengamati sekitar. Menelisik setiap sudut ruangan yang terpasang kamera CCTV, benda itu bergerak-gerak ke atas-bawah hingga 90°.
Dari jarak cukup jauh Robbin melihat sesosok wanita tinggi semampai dengan kacamata bertengger manis di atas pangkal hidungnya. Dia target yang dimaksud, dikawal dua pria bertubuh tegap dan berjas hitam elegan.
Robbin memberi kode mata dan sedikit meneleng kepada Meghan. Sebagai agen terlatih wanita muda itu tahu apa yang harus dilakukan. Menurut insting, keduanya melangkah ke arah berlainan.
"Hai!" seru Meghan sengaja berjalan terburu-buru. Bertepatan dengan sasaran yang sedang melintas, sehingga dia menabrak bahu kanan wanita itu. "Maaf, Miss," katanya sambil membungkuk begitu dalam sampai rambut yang digerai menutup wajah.
Salah satu pengawal berdiri menantang, Meghan masih menunduk dan berkata dengan nada dibuat-buat penuh sesal sampai yang mendengar kasihan, "Maaf, kan, keteledoran saya, Sir."
Pengawal itu acuh tak acuh, sedangkan si target mengusap-usap lengan seakan-akan ada debu di sana, lalu melanjutkan langkah.
Dirasa situasi sudah aman Robbin menghampiri Meghan sembari berbisik. "Gimana?"
"Beres." Meski tersenyum tipis lesung pipit terlihat di kedua pipi Meghan. Dia lega tugas pertamanya berjalan lancar.
"Atas nama?" tanya resepsionis.
Robbin mengeluarkan gulungan beludru hitam berpita emas kemudian menyerahkan kepada resepsionis itu.
"Tuan dan Nyonya Marcus, mari kami antar ke kamar Anda," ucap sang resepsionis sopan sembari melambai penuh wibawa kepada dua pria yang bertugas mengantar tamu dan membawa barang.
Ketiganya memasuki lift, pria itu menekan tombol nomor tujuh. Orang yang keluar-masuk lift silih berganti pada setiap lantai. Kini mereka telah sampai di lantai tujuh. Dengan langkah santai menyusuri koridor menuju kamar yang dimaksud.
Sebanyak langkah yang ditempuh, Robbin hanya berharap ada dua kasur di dalam ruangan itu. Akan tetapi, setelah dipikir lagi dengan identitas yang disandang kini rasanya tidak mungkin. Atau paling tidak satu tempat tidur berukuran besar. Benda seperti sofa juga cukup bermanfaat.
"Silakan, Tuan, ini kamar Anda." Tunjuk pria tersebut lantas mengeluarkan kartu untuk mengaktifkan pintu kamar agar dapat diakses dengan sketsa wajah atau sidik jari.
Setelah menggesekkan kartu, Pria itu tampak menekan tombol yang ada di pintu, setelahnya meminta Robbin dan Meghan menghadap ke arah sana juga meletakan salah satu jari mereka. Begitu selesai, dia mengunci sketsa wajah dan sidik jari kedua tamunya. "Sudah selesai, selamat beristirahat, Tuan dan Nyonya Marcus."
Salah seorang pria yang bertugas membawa barang pun tiba dan menyerahkannya kepada Meghan.
"Terima kasih," ucap Meghan tanpa memberi uang tip, dia jelas akan ditolak sebab peraturan di sana menegaskan pegawai dilarang menerima hadiah dalam bentuk apa pun.
Sesuai gambaran Robbin ruangan itu hanya dilengkapi satu tempat tidur dan—hampir saja dia memanggil pria tadi—kasur yang ada di depan matanya berukuran kecil. Ini akan sempurna kalau sedang bersama Clay, dia bisa tidur sambil berpelukan.
"Lady is nomero uno," kata Meghan dengan bahasa Itali asal-asalan yang kurang lebih memiliki arti gadis nomor satu—pada dasarnya pria haruslah mengalah.
"Tempati sesukamu, aku bisa tidur di—" Robbin mencari-cari keberadaan kursi. "Pak tua itu memesankan kamar kita kelas apa, sih?" umpatnya, karena menemukan kursi kayu untuk satu orang berukiran rumit dan bersandaran tinggi dilengkapi bunga karang supaya yang duduk lebih nyaman.
Bahu kecil Meghan merosot begitu menyerahkan bukti reservasi hotel. Dengan buru-buru Robbin menyabet kertas itu.
"Dasar bos kikir! Kenapa kamu tidak bilang kalau kita dipesankan kelas ekonomi?" bentak Robbin, memang biasanya dia tidak peduli dengan penginapan karena perginya bersama Berry.
"Kita di sini kerja tau, bukannya berlibur! Jadi tempat istirahat tidak begitu penting," balas Meghan sambil berjalan mendekati jendela kamar.
"Ya! Terima kasih sudah menyadarkanku, Yudith!" Robbin menggeser kursi ke dekat meja kecil di samping lemari. Lalu, memasang dan mengutak-atik benda-benda eletronik super canggih yang biasa dibawanya saat bertugas. "Aku keluar sebentar, duduklah di sini dan amati. Beberapa kamera akan kupasang di beberapa titik lokasi."
Meghan menurut lalu menerima semacam alat pengantar suara berukuran kecil mirip anting-anting, kemudian memasangnya di telinga. Dia melihat Robbin bergegas keluar dari kamar dan membawa tas sebesar dua telapak tangan.
"Patut diacungi jempol, pantas saja Bos Rocky sering membanggakannya," batin Meghan sambil terus mengamati monitor. Satu per satu kotak-kotak yang ada di sana menampilkan wajah serius Robbin. "Tampan sekali, apa dia sudah menikah?" monolognya lirih.
"Yudith, kamu mengatakan sesuatu?"
Suara terdengar jelas di telinga sebelah kanan, Meghan lupa bahwa dirinya sedang memakai alat pendengar dari Robbin. Sambil garuk-garuk kepala dia menjawab, "Gambarnya oke."
Sial! umpat Meghan dalam hati. Kini, dia mencoba berkonsentrasi. Namun, tiba-tiba ponsel di sebelah tetikus berdering, karena masih gugup tanpa sengaja menerimanya.
"Halo!" Sebanyak tiga kali tidak ada sahutan, tersebab marah pada diri sendiri karena hal tadi Meghan membentak, "Dasar penganggu!" Ponsel pun dimatikan.
Anjiiir!!! sesal Meghan tanpa suara mengetahui ponsel yang dipegang punya Robbin. Nantilah aku minta maaf kepadanya, janjinya dalam hati.
"Hey, Yudith, semua oke."
"Ya, Pak!" sahut Meghan tegas secara spontan, dia masih sangat gugup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
𓂸ᶦᶰᵈ᭄🇪🇱❃ꨄ𝓪𝓢𝓲𝓪𝓱࿐
hadeh apakah nih cewek jlg
2022-11-08
1
Rini Antika
Semangat terus say..💪💪
2022-10-06
0
Rini Antika
jgn sampai kamu tergoda sama Meghan Robbin
2022-10-06
0