Bab 14: Tuan dan Nyonya Marcus

"Kali ini aku benci rencanamu, Rocky!" Robbin gusar sambil melihat wanita muda di samping bos besarnya. "Aku tidak bisa mengakuinya sebagai kekasih apalagi istri. Hah! Yang benar saja," imbuhnya lalu membuang muka.

"Dalam hal ini, kamu tidak ada pilihan lain," balas Rocky dengan lagak berkuasa. Dia memahami alasan Robbin, tetapi ini harus dilakukan demi suksesnya pekerjaan. Jalan satu-satunya, menyelesaikan tugas ini secepat mungkin supaya Robbin bisa melakukan apa saja dengan bebas.

"Aku boleh berpendapat?" tanya Meghan.

Rocky memberikan tatapan tajam. Dia tidak suka dibantah, terlebih lagi oleh bawahan yang baru seumur jagung.

"Katakan!" putus Robbin sedikit lancang setelah tidak ada tanggapan dari bos besar.

Meghan bersikap selayak agen terdidik, meski gentar, wajahnya tampak biasa saja saat mengutarakan pendapat. "Aku dan Robbin bisa mengenalkan diri sebagai kakak-adik."

"Setuju!" jawab Robbin cepat.

"Tidak bisa. Aku sudah mendaftarkan kalian di sana sebagai suami-istri!" Rocky bersikukuh.

"Kenapa baru bilang sekarang?" Robbin menyugar rambutnya dengan jari-jari tangan, seraya mengerang sebab terjebak dalam taktik yang tidak dia sukai, tetapi dirinya harus bersikap profesional. "Meghan, ayo! Tidak ada gunanya mendebat Pak tua ini."

Meghan menyunggingkan senyum getas sebab tidak dapat berkata apa-apa. Dia berada satu langkah di belakang Robbin. Begitu tiba dan masuk mobil, dirinya baru berbicara, "Waoh, tindakan yang cukup berani, Bang," pujinya karena menurut Meghan, Robbin berani bersikap kurang sopan kepada atasan.

Robbin melirik sinis ketika wanita muda di sebelahnya memanggilnya dengan sapaan 'Bang' dikiranya dia penjual batagor apa.

Karena dilirik seperti itu, Meghan jadi salah tingkah saat memasang sabuk pengaman. "Bang, sudah baca catatan dari Bos Rocky?" tanyanya, tetapi tidak mendapat tanggapan, sehingga dia mulai geram. "Bang!"

"Biasakan panggil aku Marcus mulai sekarang—Marc!" tegas Robbin.

"Ah, okay, Marc." Meghan terlupa bahwa setiap anggota agen rahasia—Robbin juga memiliki nama samaran.

"Semoga kamu ingat namamu sendiri, Yudith," kata Robbin seraya menyeringai samar, anak baru masih perlu didikan.

Keduanya menyusuri jalan dengan laju cepat tanpa bercakap-cakap selama hampir sepuluh menit. Meghan mempelajari detail bangunan yang menjadi tempat diselenggarakannya acara. Denah pada gambar itu sedikit rumit, dia memberi tanda silang dan bulat pada beberapa bagian.

Ketika sampai di depan gedung tinggi menjulang hingga menyentuh awan itu keduanya menaiki anak tangga. Pintu lobi terbuka secara otomatis, mata Robbin maupun Meghan mengamati sekitar. Menelisik setiap sudut ruangan yang terpasang kamera CCTV, benda itu bergerak-gerak ke atas-bawah hingga 90°.

Dari jarak cukup jauh Robbin melihat sesosok wanita tinggi semampai dengan kacamata bertengger manis di atas pangkal hidungnya. Dia target yang dimaksud, dikawal dua pria bertubuh tegap dan berjas hitam elegan.

Robbin memberi kode mata dan sedikit meneleng kepada Meghan. Sebagai agen terlatih wanita muda itu tahu apa yang harus dilakukan. Menurut insting, keduanya melangkah ke arah berlainan.

"Hai!" seru Meghan sengaja berjalan terburu-buru. Bertepatan dengan sasaran yang sedang melintas, sehingga dia menabrak bahu kanan wanita itu. "Maaf, Miss," katanya sambil membungkuk begitu dalam sampai rambut yang digerai menutup wajah.

Salah satu pengawal berdiri menantang, Meghan masih menunduk dan berkata dengan nada dibuat-buat penuh sesal sampai yang mendengar kasihan, "Maaf, kan, keteledoran saya, Sir."

Pengawal itu acuh tak acuh, sedangkan si target mengusap-usap lengan seakan-akan ada debu di sana, lalu melanjutkan langkah.

Dirasa situasi sudah aman Robbin menghampiri Meghan sembari berbisik. "Gimana?"

"Beres." Meski tersenyum tipis lesung pipit terlihat di kedua pipi Meghan. Dia lega tugas pertamanya berjalan lancar.

"Atas nama?" tanya resepsionis.

Robbin mengeluarkan gulungan beludru hitam berpita emas kemudian menyerahkan kepada resepsionis itu.

"Tuan dan Nyonya Marcus, mari kami antar ke kamar Anda," ucap sang resepsionis sopan sembari melambai penuh wibawa kepada dua pria yang bertugas mengantar tamu dan membawa barang.

Ketiganya memasuki lift, pria itu menekan tombol nomor tujuh. Orang yang keluar-masuk lift silih berganti pada setiap lantai. Kini mereka telah sampai di lantai tujuh. Dengan langkah santai menyusuri koridor menuju kamar yang dimaksud.

Sebanyak langkah yang ditempuh, Robbin hanya berharap ada dua kasur di dalam ruangan itu. Akan tetapi, setelah dipikir lagi dengan identitas yang disandang kini rasanya tidak mungkin. Atau paling tidak satu tempat tidur berukuran besar. Benda seperti sofa juga cukup bermanfaat.

"Silakan, Tuan, ini kamar Anda." Tunjuk pria tersebut lantas mengeluarkan kartu untuk mengaktifkan pintu kamar agar dapat diakses dengan sketsa wajah atau sidik jari.

Setelah menggesekkan kartu, Pria itu tampak menekan tombol yang ada di pintu, setelahnya meminta Robbin dan Meghan menghadap ke arah sana juga meletakan salah satu jari mereka. Begitu selesai, dia mengunci sketsa wajah dan sidik jari kedua tamunya. "Sudah selesai, selamat beristirahat, Tuan dan Nyonya Marcus."

Salah seorang pria yang bertugas membawa barang pun tiba dan menyerahkannya kepada Meghan.

"Terima kasih," ucap Meghan tanpa memberi uang tip, dia jelas akan ditolak sebab peraturan di sana menegaskan pegawai dilarang menerima hadiah dalam bentuk apa pun.

Sesuai gambaran Robbin ruangan itu hanya dilengkapi satu tempat tidur dan—hampir saja dia memanggil pria tadi—kasur yang ada di depan matanya berukuran kecil. Ini akan sempurna kalau sedang bersama Clay, dia bisa tidur sambil berpelukan.

"Lady is nomero uno," kata Meghan dengan bahasa Itali asal-asalan yang kurang lebih memiliki arti gadis nomor satu—pada dasarnya pria haruslah mengalah.

"Tempati sesukamu, aku bisa tidur di—" Robbin mencari-cari keberadaan kursi. "Pak tua itu memesankan kamar kita kelas apa, sih?" umpatnya, karena menemukan kursi kayu untuk satu orang berukiran rumit dan bersandaran tinggi dilengkapi bunga karang supaya yang duduk lebih nyaman.

Bahu kecil Meghan merosot begitu menyerahkan bukti reservasi hotel. Dengan buru-buru Robbin menyabet kertas itu.

"Dasar bos kikir! Kenapa kamu tidak bilang kalau kita dipesankan kelas ekonomi?" bentak Robbin, memang biasanya dia tidak peduli dengan penginapan karena perginya bersama Berry.

"Kita di sini kerja tau, bukannya berlibur! Jadi tempat istirahat tidak begitu penting," balas Meghan sambil berjalan mendekati jendela kamar.

"Ya! Terima kasih sudah menyadarkanku, Yudith!" Robbin menggeser kursi ke dekat meja kecil di samping lemari. Lalu, memasang dan mengutak-atik benda-benda eletronik super canggih yang biasa dibawanya saat bertugas. "Aku keluar sebentar, duduklah di sini dan amati. Beberapa kamera akan kupasang di beberapa titik lokasi."

Meghan menurut lalu menerima semacam alat pengantar suara berukuran kecil mirip anting-anting, kemudian memasangnya di telinga. Dia melihat Robbin bergegas keluar dari kamar dan membawa tas sebesar dua telapak tangan.

"Patut diacungi jempol, pantas saja Bos Rocky sering membanggakannya," batin Meghan sambil terus mengamati monitor. Satu per satu kotak-kotak yang ada di sana menampilkan wajah serius Robbin. "Tampan sekali, apa dia sudah menikah?" monolognya lirih.

"Yudith, kamu mengatakan sesuatu?"

Suara terdengar jelas di telinga sebelah kanan, Meghan lupa bahwa dirinya sedang memakai alat pendengar dari Robbin. Sambil garuk-garuk kepala dia menjawab, "Gambarnya oke."

Sial! umpat Meghan dalam hati. Kini, dia mencoba berkonsentrasi. Namun, tiba-tiba ponsel di sebelah tetikus berdering, karena masih gugup tanpa sengaja menerimanya.

"Halo!" Sebanyak tiga kali tidak ada sahutan, tersebab marah pada diri sendiri karena hal tadi Meghan membentak, "Dasar penganggu!" Ponsel pun dimatikan.

Anjiiir!!! sesal Meghan tanpa suara mengetahui ponsel yang dipegang punya Robbin. Nantilah aku minta maaf kepadanya, janjinya dalam hati.

"Hey, Yudith, semua oke."

"Ya, Pak!" sahut Meghan tegas secara spontan, dia masih sangat gugup.

Terpopuler

Comments

𓂸ᶦᶰᵈ᭄🇪​​​🇱​​​​❃ꨄ𝓪𝓢𝓲𝓪𝓱࿐

𓂸ᶦᶰᵈ᭄🇪​​​🇱​​​​❃ꨄ𝓪𝓢𝓲𝓪𝓱࿐

hadeh apakah nih cewek jlg

2022-11-08

1

Rini Antika

Rini Antika

Semangat terus say..💪💪

2022-10-06

0

Rini Antika

Rini Antika

jgn sampai kamu tergoda sama Meghan Robbin

2022-10-06

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Tidak Ada Pesta
2 Bab 2: Oh, Robbin I Need You
3 Bab 3: Pantang Menyerah
4 Bab 4: Buru-buru Sejujurnya Bukan Sifatku
5 Bab 5: Senang Bisa Bersamamu
6 Bab 6: Mode Martirmu, Kak Robbin, Sampai Kapan itu Bertahan?
7 Bab 7: Sukses Tidak, Ya?
8 Bab 8: Drama Alat Pencegah Kehamilan itu Patut Diapresiasi
9 Bab 9: Tanpa Sadar Senyum Clay Menular
10 Bab 10: Berhentilah Merayu
11 Bab 11: Aku Bukan Fatalis
12 Bab 12: Meskipun ini Tentang Robbin?"
13 Bab 13: Aku Istimewa
14 Bab 14: Tuan dan Nyonya Marcus
15 Bab 15: Han, Terima Kasih
16 Bab 16: Ini Bencana!
17 Bab 17: Claymira, Sayang
18 Bab 18: Percaya Kepadaku, Kak Robbin
19 Bab 19: Ya, Gadis yang Cukup Religius
20 Bab 20: Kapan Pulang?
21 Bab 21: Hari-hariku Kosong Tanpamu
22 Bab 22: Jangan Coba-coba, Karena Istriku Tidak Akan Membiarkan itu
23 Bab 23: Suami yang Protektif
24 Bab 24: Jangan Ungkit Lagi, Jo
25 Bab 25: Kak Robbin, Aku Mau Buat Pengakuan Dosa
26 Bab 26: Kehangatan Keluarga
27 Bab 27: Memikirkanmu
28 Bab 28: Sempurna
29 Bab 29: Cukup Membakar Hati
30 Bab 30: Darurat
31 Bab 31: Kisah Cinta Robbin
32 Bab 32: Kucing Belang
33 Bab 33: Perangkap
34 Bab 34: Hati Bercabang Dua
35 Bab 35: Saling Mengenal
36 Bab 36: Curang
37 Bab 37: Tuhan Bantu Aku
38 Bab 38: Tong Kosong Nyaring Bunyinya
39 Bab 39: God Bless You
40 Bab 40: Kecemburuan
41 Bab 41: Jangan Keras Kepala
42 Bab 42: Tak Sanggup Lagi
43 Bab 43: Terakhir Kalinya
44 Bab 44: Seperti yang Sudah direncanakan.
45 Bab 45: Clay?
46 Bab 46: Ini Baru Adil, Bukan Hanya Kamu, kan, yang Berdarah-darah
47 Bab 47: Radar Intelektual
48 Bab 48: Membangun Cinta
49 Bab 49: Sekarang menurutlah
50 Bab 50: Butuh alasan?
51 Bab 51: Hal lain?
52 Bab 52: Bukan Masalah
53 Bab 53: Tidak Adil
54 Bab 54: Aku Berencana Pensiun
55 Bab 55: Oke, Dia Teman
56 Bab 56: Menyatukan Kalian dengan Tanah
57 Bab 57: Sejenak Pikiran Suntuknya Hilang
58 Bab 58: Detektif Memiliki Peran penting
59 Bab 59: Sampai Lubang Semut
60 Bab 60: Mendengar Suara Lembut Itu Lagi
61 Bab 61: Keselamatan
62 Bab 62: Aku Berjiwa Petualang, Mom
63 Bab 63: Telah Berakhir
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Bab 1: Tidak Ada Pesta
2
Bab 2: Oh, Robbin I Need You
3
Bab 3: Pantang Menyerah
4
Bab 4: Buru-buru Sejujurnya Bukan Sifatku
5
Bab 5: Senang Bisa Bersamamu
6
Bab 6: Mode Martirmu, Kak Robbin, Sampai Kapan itu Bertahan?
7
Bab 7: Sukses Tidak, Ya?
8
Bab 8: Drama Alat Pencegah Kehamilan itu Patut Diapresiasi
9
Bab 9: Tanpa Sadar Senyum Clay Menular
10
Bab 10: Berhentilah Merayu
11
Bab 11: Aku Bukan Fatalis
12
Bab 12: Meskipun ini Tentang Robbin?"
13
Bab 13: Aku Istimewa
14
Bab 14: Tuan dan Nyonya Marcus
15
Bab 15: Han, Terima Kasih
16
Bab 16: Ini Bencana!
17
Bab 17: Claymira, Sayang
18
Bab 18: Percaya Kepadaku, Kak Robbin
19
Bab 19: Ya, Gadis yang Cukup Religius
20
Bab 20: Kapan Pulang?
21
Bab 21: Hari-hariku Kosong Tanpamu
22
Bab 22: Jangan Coba-coba, Karena Istriku Tidak Akan Membiarkan itu
23
Bab 23: Suami yang Protektif
24
Bab 24: Jangan Ungkit Lagi, Jo
25
Bab 25: Kak Robbin, Aku Mau Buat Pengakuan Dosa
26
Bab 26: Kehangatan Keluarga
27
Bab 27: Memikirkanmu
28
Bab 28: Sempurna
29
Bab 29: Cukup Membakar Hati
30
Bab 30: Darurat
31
Bab 31: Kisah Cinta Robbin
32
Bab 32: Kucing Belang
33
Bab 33: Perangkap
34
Bab 34: Hati Bercabang Dua
35
Bab 35: Saling Mengenal
36
Bab 36: Curang
37
Bab 37: Tuhan Bantu Aku
38
Bab 38: Tong Kosong Nyaring Bunyinya
39
Bab 39: God Bless You
40
Bab 40: Kecemburuan
41
Bab 41: Jangan Keras Kepala
42
Bab 42: Tak Sanggup Lagi
43
Bab 43: Terakhir Kalinya
44
Bab 44: Seperti yang Sudah direncanakan.
45
Bab 45: Clay?
46
Bab 46: Ini Baru Adil, Bukan Hanya Kamu, kan, yang Berdarah-darah
47
Bab 47: Radar Intelektual
48
Bab 48: Membangun Cinta
49
Bab 49: Sekarang menurutlah
50
Bab 50: Butuh alasan?
51
Bab 51: Hal lain?
52
Bab 52: Bukan Masalah
53
Bab 53: Tidak Adil
54
Bab 54: Aku Berencana Pensiun
55
Bab 55: Oke, Dia Teman
56
Bab 56: Menyatukan Kalian dengan Tanah
57
Bab 57: Sejenak Pikiran Suntuknya Hilang
58
Bab 58: Detektif Memiliki Peran penting
59
Bab 59: Sampai Lubang Semut
60
Bab 60: Mendengar Suara Lembut Itu Lagi
61
Bab 61: Keselamatan
62
Bab 62: Aku Berjiwa Petualang, Mom
63
Bab 63: Telah Berakhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!