Bab 11: Aku Bukan Fatalis

Hal yang sebenarnya dilihat Robbin sebuah kesalahan besar. Clay tidak berbuat sesuatu di luar batas kewajaran—sekali pun terhadap seorang teman seperti Hanes.

Saat itu, Hanes berhasil mencengkeram siku Clay sebelum masuk ke rumah dan memutar paksa tubuhnya. "Aku tau kamu berbohong, Clay. Pernikahanmu tidak bahagia, Tuhan menakdirkanmu bersamaku. Seluruh hidupku untukmu," tegas Hanes dengan sorot mata mengiba.

Clay mengembuskan napas kasar lantas menanggapi perkataan pria di depannya. "Aku bukan fatalis dan melalui usaha takdir bisa diubah, Han. Kamu itu sudah seperti kakakku sendiri. Saudara terbaik yang pernah kumiliki. Tidak lebih, Han."

"Aku menolaknya, Clay. Aku mencintaimu lebih dari saudara."

"Tidak boleh, Han. Itu merusak kedekatan kita!" tegas Clay.

"Malah makin bagus, kita akan menjadi keluarga yang bahagia. Pertimbangkan ini, Clay." Hanes berusaha mempersempit jarak hingga Clay mundur dua langkah kecil merapat ke dinding, tetapi pria itu mencondongkan tubuhnya lebih dekat.

"Han, kamu mau apa?"

Bukanya menjawab, Hanes justru mengulas seringai yang sulit dipahami. Clay seperti didesak seekor serigala gila dan lapar. Pria itu memamerkan gigi-giginya dengan marah.

Clay berusaha menghindar, tetapi sudah tidak ada jalan, dirinya semakin disudutkan. Dia coba mendorong dada Hanes dan jemari besar pria itu justru menurunkan tangannya.

"Minggir, Han! Kamu membuatku ta—"

Belum selesai Clay dengan kalimatnya dan memperingatkan Hanes agar menjauh darinya, sang sahabat malahan menarik pinggang rampingnya lebih dekat. Hampir mendaratkan bibir ke bibir istri Robbin.

Embusan napas Hanes beraroma bir. Dengan gugup Clay mencoba berpaling muka, tetapi pria itu semakin merapatkan tubuhnya hingga Clay tidak bisa bergerak. Dia sungguh takut sampai kaki terasa lemas.

Begitu kekuatan dan keseimbangan pulih, Clay menendang tulang kering Hanes dan membuatnya memekik kesakitan lantas terpundur sambil membungkuk saat memegangi kaki.

"Jaga sikap, Han!" Clay berbalik badan lalu masuk ke rumah dan mengunci pintu rapat-rapat.

"Buka pintu, Clay! Aku minta maaf," ucap Hanes parau. "Tidak seharusnya semua ini kulakukan. Aku sungguh menyesal."

Dengan gamang Clay membuka pintu. Dia melihat ketulusan di mata Hanes yang merah dan berkilat-kilat. "Permohonan maafmu diterima, sikap kasarmu yang tiba-tiba membuatku takut. Kamu itu kakakku, Han. Jangan seperti itu, dan seperti yang kamu tau, aku sudah menikah."

"Ya, aku tau itu, maaf," kata Hanes seraya menjentikkan jari kelingking dan Clay menautkan jari lentiknya.

"Eum, Han—aku butuh bantuan."

"Apa?"

"Dekorasi balkon dan menyiapkan pesta kejutan untuk Kak Robbin," ungkapnya.

"Dalam rangka?"

"Tidak ada, hanya ingin saja. Hubunganku dengannya semakin baik."

"Kalau dekor aku bisa, tapi makanan kita pesan di restauran saja gimana?"

"Ide bagus!"

Clay menghias pagar balkon dengan lampu-lampu kecil. Setangkai bunga mawar merah berdekatan dengan lilin kecil. Minuman terbuat dari sari anggur yang jernih kemilau berasal dari Prancis berada di dalam mangkuk penuh es. Dua gelas berkaki tinggi dan perlengkapan makan ditata sedemikian rupa di atas meja.

"Siap!" seru keduanya kompak saling menepukkan telapak tangan satu sama lain.

Bel berbunyi nyaring, Clay buru-buru menuruni tangga menuju pintu seraya membukanya. Lalu, menerima kantong besar berisi makanan yang telah dipesan sesaat lalu. Dengan antusias dia letakkan makanan-makanan itu di atas piring. Aroma sedap membuat perut lapar dangdutan, taksabar ingin segera menghabiskan.

"Aku pulang dulu, ya?"

"Hem, hati-hati. Terima kasih, Han," sahut Clay, kemudian mengantarkan Hanes sampai ambang pintu.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, Clay menantikan kepulangan Robbin sampai jamuran karena telah lewat tiga jam sejak kepulangan Hanes. Sang suami tidak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan datang.

Ponsel yang berada di dekat Clay dari tadi tidak berbunyi, padahal dia sudah mengirimkan pesan kepada Robbin supaya cepat pulang. Dia sesekali menghubungi ponselnya, tetapi tidak terhubung lagi, mungkin kehabisan baterai.

Sejauh 2,3 mil dari St. Hyde Park, Robbin menghabiskan waktu di sebuah kasino yang terletak di St. Cranbourn. Dia berdiri di depan salah satu meja hijau rendah untuk rolet, crap, dan blackjack yang terdiri dari beberapa nomor berbeda. Kasino itu mempekerjakan orang yang menangani kupon dan mengundang orang untuk bergabung. Ada 7 lantai hiburan mulai dari permainan meja, permainan elektronik, pertunjukan mike sulap, dan bar di puncak gedung. Suasananya luar biasa dan jauh lebih baik daripada kebanyakan kasino yang identik dengan keremangan dan terkesan pengap.

Kalau saja Berry tidak mengingatkan, Robbin telah menguras habis seluruh uangnya untuk berfoya-foya. Dia dipaksa keluar dari sana karena memancing keributan, menuduh pekerja kasino itu bermain curang.

"Brengseeek!!!" geram Robbin, "Aku bisa jalan sendiri!"

"Maaf, Pak." Berry membungkuk hormat untuk menebus kesalahan yang diperbuat sang teman kepada petugas keamanan.

"Sampah!" teriak Robbin.

Berry menarik kerah kemeja Robbin dari belakang leher selayak kucing. "Kamu itu kenapa? Tadi baik-baik saja. Kenapa sekarang kayak orang kesetanan?"

"Bukan urusanmu!" bentak Robbin, menyadari perubahan perasaannya tersebab kedekatan Clay dan Hanes.

Robbin kini sudah mabuk berat, andai membawa mobil sendiri pastilah terlibat kecelakaan lalu lintas.

"Apa kamu yakin bisa berjalan sendiri ke dalam?" tanya Berry.

"Ya," jawab Robbin singkat lantas menaiki undak-undakan teras menuju pintu. Begitu masuk, dia menyusuri anak tangga satu per satu.

Robbin melihat seseorang tengah meringkuk dengan kepala berada di atas meja balkon.

Dalam balutan gaun putih dan terpaan cahaya bulan Clay seperti malaikat yang sedang tertidur lelap. Dengan langkah terhuyung-huyung Robbin mendekatinya. Tangan kiri Robbin terulur hampir menyentuh pundak dan tiba-tiba sang istri menggeliat.

"Kak Robbin." Suara khas bangun tidur Clay mengalun samar. Dia pun bangkit dari duduknya sembari bertanya. "Eemm, Kak Robbin mabuk?" Segera meraih lengan pria itu dan memegangi kuat-kuat lalu memapah tubuh yang lebih besar darinya itu.

Seketika aroma feminin menusuk tajam pada rongga pernapasan, Clay merasa sesak dan panas di dada. Dalam benaknya bertanya-tanya apa yang sedang Robbin lakukan di luar sana. Bukankah tadi pamit pergi sebentar.

"Wanita penggoda, sentuh aku seperti kamu menyentuh Hanes tadi," rancau Robbin di sela-sela serdawa. "Apa begini cara dia menikmatimu?"

"Ap-apa yang kamu katakan?" tanya Clay lirih sebab bibirnya terkunci oleh sentuhan kasar bibir Robbin.

"Aku sakit melihatmu main serong dengan Hanes di teras tadi siang!" geram Robbin.

"Aku bisa jelaskan." Clay mendorong tubuh Robbin lebih kuat.

"Mari jelaskan semua itu di atas tempat tidur, Nona Penggoda!" Robbin menggenggam pergelangan tangan Clay dengan erat menuju ke kamar.

"Kamu menyakitiku," cicit Clay hanya mendapat tatapan sayu yang dingin dari sang suami.

Setelah tiba di kamar Robbin melepaskan pergelangan tangannya, Clay ngeri melihat tatapan tajam suaminya saat ini. Pria itu terlihat melepaskan sepatu kemudian mengendurkan tiga kancing kemeja lantas menariknya ke atas kepala.

Clay memandangi tubuh pria itu dalam remang-remang cahaya. Dada lebar dan mulus yang belum pernah dia lihat sebelumnya tampak kuat dan padat berisi, otot-otot terbentuk proporsional di masing-masing lengan.

Berhias senyum mengejek Robbin berkata, "Tunggu apalagi? Kemari! Aku tidak yakin kamu masih segelan."

"Kamu sedang kacau, Kak Robbin."

Tawa Robbin pecah, dia berjalan mendekati Clay yang berdiri mematung. Tubuh gemetar istrinya dibanting ke atas ranjang. Ketakutan terpancar di mata wanita muda itu, dia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Dirinya tidak mau menghabiskan malam yang seharusnya dapat dikenang terlupa begitu saja sebab Robbin sedang tidak stabil saat ini. Pria itu dalam pengaruh minuman keras.

Robbin menjatuhkan tubuhnya di samping Clay—menyusuri kening sampai ke hidung hingga sentuhan lembut jari telunjuk itu berakhir di bibir.

"Benar, kamu mengacaukan jalan pikiran dan hatiku, Sayang," bisik Robbin di telinga hingga bulu-bulu halus di tubuh Clay meremang.

Terpopuler

Comments

Reva

Reva

Lanjutkan

2022-10-12

0

Rini Antika

Rini Antika

ngaku aja km cemburu..😜

2022-10-03

0

Rini Antika

Rini Antika

tuh kan bener dugaanku kalau Hanes memang cinta sama Clay

2022-10-03

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Tidak Ada Pesta
2 Bab 2: Oh, Robbin I Need You
3 Bab 3: Pantang Menyerah
4 Bab 4: Buru-buru Sejujurnya Bukan Sifatku
5 Bab 5: Senang Bisa Bersamamu
6 Bab 6: Mode Martirmu, Kak Robbin, Sampai Kapan itu Bertahan?
7 Bab 7: Sukses Tidak, Ya?
8 Bab 8: Drama Alat Pencegah Kehamilan itu Patut Diapresiasi
9 Bab 9: Tanpa Sadar Senyum Clay Menular
10 Bab 10: Berhentilah Merayu
11 Bab 11: Aku Bukan Fatalis
12 Bab 12: Meskipun ini Tentang Robbin?"
13 Bab 13: Aku Istimewa
14 Bab 14: Tuan dan Nyonya Marcus
15 Bab 15: Han, Terima Kasih
16 Bab 16: Ini Bencana!
17 Bab 17: Claymira, Sayang
18 Bab 18: Percaya Kepadaku, Kak Robbin
19 Bab 19: Ya, Gadis yang Cukup Religius
20 Bab 20: Kapan Pulang?
21 Bab 21: Hari-hariku Kosong Tanpamu
22 Bab 22: Jangan Coba-coba, Karena Istriku Tidak Akan Membiarkan itu
23 Bab 23: Suami yang Protektif
24 Bab 24: Jangan Ungkit Lagi, Jo
25 Bab 25: Kak Robbin, Aku Mau Buat Pengakuan Dosa
26 Bab 26: Kehangatan Keluarga
27 Bab 27: Memikirkanmu
28 Bab 28: Sempurna
29 Bab 29: Cukup Membakar Hati
30 Bab 30: Darurat
31 Bab 31: Kisah Cinta Robbin
32 Bab 32: Kucing Belang
33 Bab 33: Perangkap
34 Bab 34: Hati Bercabang Dua
35 Bab 35: Saling Mengenal
36 Bab 36: Curang
37 Bab 37: Tuhan Bantu Aku
38 Bab 38: Tong Kosong Nyaring Bunyinya
39 Bab 39: God Bless You
40 Bab 40: Kecemburuan
41 Bab 41: Jangan Keras Kepala
42 Bab 42: Tak Sanggup Lagi
43 Bab 43: Terakhir Kalinya
44 Bab 44: Seperti yang Sudah direncanakan.
45 Bab 45: Clay?
46 Bab 46: Ini Baru Adil, Bukan Hanya Kamu, kan, yang Berdarah-darah
47 Bab 47: Radar Intelektual
48 Bab 48: Membangun Cinta
49 Bab 49: Sekarang menurutlah
50 Bab 50: Butuh alasan?
51 Bab 51: Hal lain?
52 Bab 52: Bukan Masalah
53 Bab 53: Tidak Adil
54 Bab 54: Aku Berencana Pensiun
55 Bab 55: Oke, Dia Teman
56 Bab 56: Menyatukan Kalian dengan Tanah
57 Bab 57: Sejenak Pikiran Suntuknya Hilang
58 Bab 58: Detektif Memiliki Peran penting
59 Bab 59: Sampai Lubang Semut
60 Bab 60: Mendengar Suara Lembut Itu Lagi
61 Bab 61: Keselamatan
62 Bab 62: Aku Berjiwa Petualang, Mom
63 Bab 63: Telah Berakhir
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Bab 1: Tidak Ada Pesta
2
Bab 2: Oh, Robbin I Need You
3
Bab 3: Pantang Menyerah
4
Bab 4: Buru-buru Sejujurnya Bukan Sifatku
5
Bab 5: Senang Bisa Bersamamu
6
Bab 6: Mode Martirmu, Kak Robbin, Sampai Kapan itu Bertahan?
7
Bab 7: Sukses Tidak, Ya?
8
Bab 8: Drama Alat Pencegah Kehamilan itu Patut Diapresiasi
9
Bab 9: Tanpa Sadar Senyum Clay Menular
10
Bab 10: Berhentilah Merayu
11
Bab 11: Aku Bukan Fatalis
12
Bab 12: Meskipun ini Tentang Robbin?"
13
Bab 13: Aku Istimewa
14
Bab 14: Tuan dan Nyonya Marcus
15
Bab 15: Han, Terima Kasih
16
Bab 16: Ini Bencana!
17
Bab 17: Claymira, Sayang
18
Bab 18: Percaya Kepadaku, Kak Robbin
19
Bab 19: Ya, Gadis yang Cukup Religius
20
Bab 20: Kapan Pulang?
21
Bab 21: Hari-hariku Kosong Tanpamu
22
Bab 22: Jangan Coba-coba, Karena Istriku Tidak Akan Membiarkan itu
23
Bab 23: Suami yang Protektif
24
Bab 24: Jangan Ungkit Lagi, Jo
25
Bab 25: Kak Robbin, Aku Mau Buat Pengakuan Dosa
26
Bab 26: Kehangatan Keluarga
27
Bab 27: Memikirkanmu
28
Bab 28: Sempurna
29
Bab 29: Cukup Membakar Hati
30
Bab 30: Darurat
31
Bab 31: Kisah Cinta Robbin
32
Bab 32: Kucing Belang
33
Bab 33: Perangkap
34
Bab 34: Hati Bercabang Dua
35
Bab 35: Saling Mengenal
36
Bab 36: Curang
37
Bab 37: Tuhan Bantu Aku
38
Bab 38: Tong Kosong Nyaring Bunyinya
39
Bab 39: God Bless You
40
Bab 40: Kecemburuan
41
Bab 41: Jangan Keras Kepala
42
Bab 42: Tak Sanggup Lagi
43
Bab 43: Terakhir Kalinya
44
Bab 44: Seperti yang Sudah direncanakan.
45
Bab 45: Clay?
46
Bab 46: Ini Baru Adil, Bukan Hanya Kamu, kan, yang Berdarah-darah
47
Bab 47: Radar Intelektual
48
Bab 48: Membangun Cinta
49
Bab 49: Sekarang menurutlah
50
Bab 50: Butuh alasan?
51
Bab 51: Hal lain?
52
Bab 52: Bukan Masalah
53
Bab 53: Tidak Adil
54
Bab 54: Aku Berencana Pensiun
55
Bab 55: Oke, Dia Teman
56
Bab 56: Menyatukan Kalian dengan Tanah
57
Bab 57: Sejenak Pikiran Suntuknya Hilang
58
Bab 58: Detektif Memiliki Peran penting
59
Bab 59: Sampai Lubang Semut
60
Bab 60: Mendengar Suara Lembut Itu Lagi
61
Bab 61: Keselamatan
62
Bab 62: Aku Berjiwa Petualang, Mom
63
Bab 63: Telah Berakhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!