Bab 8: Drama Alat Pencegah Kehamilan itu Patut Diapresiasi

"Buang semua barang-barang itu!" berang Robbin sambil membanting tas kertas ukuran besar berisi sepotong baju.

Namun, Clay mengambil tas itu lalu meletakan di atas tempat tidur dan mengeluarkan isinya. "Ini tidak murah, Kak Robbin, aku tidak mau."

"Jadi menurutmu itu lebih penting daripada perintahku?"

"Tidak ada yang lebih penting. Lagian sudah lama aku tidak berbelanja," bantah Clay.

"Oh, ya, aku hampir lupa kalau kamu gadis konglomerat yang tidak pernah hidup susah, tapi itu dulu. Sekarang, semua yang kamu kenakan haruslah dariku. Dengar itu!" Robbin berlalu setelah mengeluarkan amarah yang sejak tadi ditahan. Muak sekali menyaksikan kedekatan sang istri dengan pria lain.

Di lain pihak, Clay tersenyum-senyum menatap kepergian Robbin. Dia teringat kejadian pada masa lalu, sebuah kejadian konyol yang amat menyenangkan. Sulit dipercaya, tetapi itulah kenyataan terindah—untuk menikah dengan pria matang dan menantang itu.

Waktu itu dengan tekat luar biasa Clay terbang ke Thailand bertujuan menyusul Robbin. Bersama kedua temannya, Clay menyusuri pasar Pratunam. Dia kehilangan jejak buruannya di sana.

"Clay, sumpah ini hal tergila yang pernah kamu lakukan, dan—aku menyerah!" celetuk salah satu temannya.

"Sst, dia spesial. Baiknya kita berpencar," putus Clay, "Tenanglah aku tidak akan nyasar. Lacak aku melalui ponsel, GPS tidak kumatikan. Begitu ada kesempatan baik, lakukan dengan benar. Mengerti?"

"Okay, ada apa-apa kamu harus segera telepon."

Clay pun melakukan pencarian sendiri, dia berpikir Robbin ada di salah satu tempat hiburan malam di sana. Setelah mempertimbangkan banyak hal, Clay memasuki salah satu club' terkenal.

"Sawasdeekap!" Merupakan sapaan yang memiliki arti halo. Orang yang berdiri di ambang pintu itu seperti satpam, tetapi pakaiannya lebih santai tanpa seragam.

Clay mengulas senyum, suasana di dalam begitu sesak dan temaram. Pendar lampu menyorot tajam serta bergerak-gerak cepat. Musik hip-hop mengentak kuat, sehingga dada terasa dipukul keras.

Terkadang Clay harus memicingkan mata agar dapat mengenali wajah Robbin dengan seksama. Dia berjalan zig-zag guna memecah kerumunan. Beberapa menatapnya lapar, seperti ingin menelan bulat-bulat karena pengaruh alkohol yang mahadahsyat.

"Nah, itu dia!" Bergegas diayunkan kaki mendekati meja yang berada di sudut ruangan. Seorang pria duduk sendiri sambil menikmati sebatang rokok. Mata orang itu tertuju ke satu arah tanpa niat beralih ke tempat lain, hingga. "Robbin!"

Meski suara Clay terdengar samar-samar, orang di tempat lain itu menengok kanan-kiri, sedangkan pria bernama Robbin itu berusaha menyembunyikan diri dengan merosot di balik sandaran sofa.

"Ya, Tuhan, betapa sial nasibku!" gerutunya sambil mengusap wajah kasar lantas menatap nyalang gadis cantik yang sedang berjalan melenggak-lenggok menyerobot kerumunan.

"Kenapa kamu di sini?" Geramnya begitu Clay duduk tanpa dosa.

"A-a-aku, sedang—" Clay mengusap singkat alisnya dengan telunjuk seraya menjawab pertanyaan, "Mencarimu, apalagi?"

"Untuk apa? Aku sudah tidak memiliki kewajiban menjagamu, Nona!" sungut Robbin sembari mematikan bara api di ujung rokoknya.

"Memang, tetapi kamu telah mencuri sesuatu dariku," tuduh Clay tanpa berpikir lalu mengambil segelas sampanye yang tinggal seteguk. Karena tidak terbiasa, dia menjulurkan lidah—terasa getir di sana. "Kembalikan hatiku atau hatimu berikan kepadaku sebagai ganti," imbuhnya sembari menyipitkan mata.

Robbin mengacak-acak rambut sendiri lalu menuang sedikit sampanye ke dalam gelas berkaki tinggi. Kepalanya berdenyut-denyut letih sebab kehilangan sang target. "Berhenti mengacaukan hidupku, Nona!"

"Tidak sebelum aku mendapatkan apa yang kumau."

Robbin menyesap sampanye-nya seraya mendongak. Ini merupakan satu hal yang sangat dia hindari, bertemu dengan Clay adalah suatu bencana. Sudah cukup baginya berhubungan dengan sosok berpenampilan malaikat, tetapi hati sekelas iblis laknat.

Apa yang bisa Robbin lakukan untuk mengusir Clay saat ini? Dia meletakkan gelas kosong dan melihat jam di pergelangan tangan. Robbin duduk tegak sambil memikirkan cara untuk melepaskan diri dari gadis di sebelahnya.

"Hentikan!" perintahnya begitu Clay menuang minuman beralkohol itu lagi.

Namun, Clay sama sekali tidak peduli. Tanpa ragu meminum setengah gelas dalam sekali teguk hingga pening menyergap tiba-tiba. Tubuhnya bergidik sekilas lalu berserdawa. "Luar biasa, ini sungguh luar biasa," gumamnya kemudian menuang lagi dan memaksa Robbin menghabiskan dalam tegukan besar.

"Mabuk bisa merusak akal sehat, Clay!" Robbin tidak menolak.

"Ha-ha-ha, bagus, bagus sekali, bukan? Kita bisa bersenang-senang." Clay semakin mendekat dan melekatkan bibirnya begitu cepat, sehingga Robbin tidak sempat mengelak. Sensasi ciuman panas membuat darah mendidih, menyadari betapa ingin menarik pinggang ramping itu dan mendesakan tubuh kepadanya.

Sebelum pertahanan goyah, Robbin menarik diri hingga Clay menyandarkan kepala di pundak. "Ini tidak akan mudah," desisnya, karena jarak di antar mereka begitu dekat sampai embusan napas gadis itu menerpa leher. Sembari menghubungi seseorang, dia menyandarkannya ke sofa. "Halo, Ber, target keluar dari club beberapa saat lalu. Aku ada urusan." Ponsel dimatikan dan dimasukkan ke saku jaketnya.

"Jangan pergi, Robbin, kumohon," rancau Clay seraya menggeliat.

"Mari kita bermain-main dengan cantik malam ini, Nona Clay," bisik Robbin, bersiap untuk membopong tubuh gadis itu. Kebetulan Club ini menyediakan kamar bagi tamu yang ingin menginap.

Keramaian club sedikit menahan langkah cepat Robbin menuju ke kamar yang telah dipesan.

"Uh, ini sesuai dengan postur tubuhnya. Lenganku nyaris patah kalau saja lebih lama lagi mengangkatnya," gerutu Robbin setelah membaringkan tubuh terkulai Clay ke tempat tidur.

"Kalau saja!" geram Robbin mengingat kegagalan yang disebabkan oleh Clay tadi.

Sebagian diri Robbin berkeras untuk mencekiknya sementara bagian lain ingin menyentuh ujung rambut yang menutup sebagian wajah Clay. Perlahan disisihkan surai lembut itu ke belakang telinga. Dia berusaha sebaik mungkin untuk tidak melakukan lebih dari ini. Sungguh sulit mengenyahkan pikiran liar setelah sentuhan bibir sesaat lalu.

Clay beringsut sambil memegang perut, rintihnya terdengar bersamaan seluruh isi perut yang dimuntahkan.

"Oh, sial!" umpat Robbin, meski enggan dia tetap membersihkan kekacauan yang dibuat Clay.

"Robbin," rancau Clay. "Jangan coba-coba lari dari—" Dia mengerjap-ngerjapkan mata berusaha meraih sesuatu, tetapi terlalu lemah untuk menjangkau lengan Robbin.

Pagi harinya, Clay mendapati diri terbungkus selimut dengan kepala yang sedikit pusing. Berusaha bangun dari tidur dan menurunkan kaki dari kasur.

"Aku di mana?" monolog Clay parau, sambil memijit ringan pelipis kanan. Mata redupnya memindai sekitar untuk mencari-cari keberadaan Robbin, lamun hasilnya nihil.

Rasa mual kembali menyerang, Clay bergegas ke kamar mandi. Wajah pucatnya memerah saat mengeluarkan sisa makanan dalam perut. Sesudahnya bersandar ke dinding untuk menjaga keseimbangan. Dia sadar betul bahwa alkohol bisa mengambil alih kesadarannya, tindakkan semalam memang terbilang tekad tanpa perhitungan.

Agar pikiran lebih segar, Clay membasuh muka dan membasahi pucuk kepala. Namun, ketika menatap cermin dia menemukan kejanggalan. Baju yang dikenakan semalam berubah menjadi kemeja yang panjangnya di atas lutut.

Kepanikan segera menerjang, secepat kilat Clay mencari tas jinjingnya dan menemukan tergeletak di atas meja.

"Aku harus—" gumam Clay tidak berlanjut mendapati bukus alat pencegah kehamilan terjatuh di kakinya. Tiba-tiba seluruh indra dalam diri meremang. Dengan teliti, dia memeriksa kondisi tubuh, kemudian membaca catatan yang diyakininya tulisan tangan Robbin.

"Terima kasih atas kenikmatan semalam. Jangan khawatirkan kehamilan, sebab aku sudah pakai pengaman."

Mata bulat Clay berkilat-kilat setelah membaca pesan dari Robbin. "Akan ada waktu yang tepat untuk membuatmu bertekuk lutut di bawah kakiku!"

Gadis konglomerat itu pun membereskan barang-barangnya lantas menghubungi seorang teman. Dia harus bergerak cepat sebelum Robbin benar-benar pergi.

Kalau diingat-ingat sekarang, drama alat pencegah kehamilan itu patut diapresiasi. Biar bagaimanapun Clay sangat takut dan malu setengah mati. Sampai kini, belum berani tanya kepada Robbin siapa yang telah mengganti pakaiannya.

"Trik paling gila," gumam Clay usai mengenang tempat yang menjadi saksi bisu cinta keduanya bersatu—mungkin hanya Clay yang merasakan itu. Betapa dia sangat menginginkan Robbin, hingga membuat skandal besar yang berimbas pada reputasi keluarga. "Sisi baiknya, aku dan dia kini telah resmi menjadi suami-istri."

Terpopuler

Comments

pєkαᴰᴼᴺᴳ

pєkαᴰᴼᴺᴳ

gagal dong robin

2022-12-01

0

👑Ria_rr🍁

👑Ria_rr🍁

perlu belajar aku sama Othor satu Iki, untuk bikin part cembekuran🤭

2022-11-05

0

👑Ria_rr🍁

👑Ria_rr🍁

uhui makin brutal cembekurnya 🤭

2022-11-05

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Tidak Ada Pesta
2 Bab 2: Oh, Robbin I Need You
3 Bab 3: Pantang Menyerah
4 Bab 4: Buru-buru Sejujurnya Bukan Sifatku
5 Bab 5: Senang Bisa Bersamamu
6 Bab 6: Mode Martirmu, Kak Robbin, Sampai Kapan itu Bertahan?
7 Bab 7: Sukses Tidak, Ya?
8 Bab 8: Drama Alat Pencegah Kehamilan itu Patut Diapresiasi
9 Bab 9: Tanpa Sadar Senyum Clay Menular
10 Bab 10: Berhentilah Merayu
11 Bab 11: Aku Bukan Fatalis
12 Bab 12: Meskipun ini Tentang Robbin?"
13 Bab 13: Aku Istimewa
14 Bab 14: Tuan dan Nyonya Marcus
15 Bab 15: Han, Terima Kasih
16 Bab 16: Ini Bencana!
17 Bab 17: Claymira, Sayang
18 Bab 18: Percaya Kepadaku, Kak Robbin
19 Bab 19: Ya, Gadis yang Cukup Religius
20 Bab 20: Kapan Pulang?
21 Bab 21: Hari-hariku Kosong Tanpamu
22 Bab 22: Jangan Coba-coba, Karena Istriku Tidak Akan Membiarkan itu
23 Bab 23: Suami yang Protektif
24 Bab 24: Jangan Ungkit Lagi, Jo
25 Bab 25: Kak Robbin, Aku Mau Buat Pengakuan Dosa
26 Bab 26: Kehangatan Keluarga
27 Bab 27: Memikirkanmu
28 Bab 28: Sempurna
29 Bab 29: Cukup Membakar Hati
30 Bab 30: Darurat
31 Bab 31: Kisah Cinta Robbin
32 Bab 32: Kucing Belang
33 Bab 33: Perangkap
34 Bab 34: Hati Bercabang Dua
35 Bab 35: Saling Mengenal
36 Bab 36: Curang
37 Bab 37: Tuhan Bantu Aku
38 Bab 38: Tong Kosong Nyaring Bunyinya
39 Bab 39: God Bless You
40 Bab 40: Kecemburuan
41 Bab 41: Jangan Keras Kepala
42 Bab 42: Tak Sanggup Lagi
43 Bab 43: Terakhir Kalinya
44 Bab 44: Seperti yang Sudah direncanakan.
45 Bab 45: Clay?
46 Bab 46: Ini Baru Adil, Bukan Hanya Kamu, kan, yang Berdarah-darah
47 Bab 47: Radar Intelektual
48 Bab 48: Membangun Cinta
49 Bab 49: Sekarang menurutlah
50 Bab 50: Butuh alasan?
51 Bab 51: Hal lain?
52 Bab 52: Bukan Masalah
53 Bab 53: Tidak Adil
54 Bab 54: Aku Berencana Pensiun
55 Bab 55: Oke, Dia Teman
56 Bab 56: Menyatukan Kalian dengan Tanah
57 Bab 57: Sejenak Pikiran Suntuknya Hilang
58 Bab 58: Detektif Memiliki Peran penting
59 Bab 59: Sampai Lubang Semut
60 Bab 60: Mendengar Suara Lembut Itu Lagi
61 Bab 61: Keselamatan
62 Bab 62: Aku Berjiwa Petualang, Mom
63 Bab 63: Telah Berakhir
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Bab 1: Tidak Ada Pesta
2
Bab 2: Oh, Robbin I Need You
3
Bab 3: Pantang Menyerah
4
Bab 4: Buru-buru Sejujurnya Bukan Sifatku
5
Bab 5: Senang Bisa Bersamamu
6
Bab 6: Mode Martirmu, Kak Robbin, Sampai Kapan itu Bertahan?
7
Bab 7: Sukses Tidak, Ya?
8
Bab 8: Drama Alat Pencegah Kehamilan itu Patut Diapresiasi
9
Bab 9: Tanpa Sadar Senyum Clay Menular
10
Bab 10: Berhentilah Merayu
11
Bab 11: Aku Bukan Fatalis
12
Bab 12: Meskipun ini Tentang Robbin?"
13
Bab 13: Aku Istimewa
14
Bab 14: Tuan dan Nyonya Marcus
15
Bab 15: Han, Terima Kasih
16
Bab 16: Ini Bencana!
17
Bab 17: Claymira, Sayang
18
Bab 18: Percaya Kepadaku, Kak Robbin
19
Bab 19: Ya, Gadis yang Cukup Religius
20
Bab 20: Kapan Pulang?
21
Bab 21: Hari-hariku Kosong Tanpamu
22
Bab 22: Jangan Coba-coba, Karena Istriku Tidak Akan Membiarkan itu
23
Bab 23: Suami yang Protektif
24
Bab 24: Jangan Ungkit Lagi, Jo
25
Bab 25: Kak Robbin, Aku Mau Buat Pengakuan Dosa
26
Bab 26: Kehangatan Keluarga
27
Bab 27: Memikirkanmu
28
Bab 28: Sempurna
29
Bab 29: Cukup Membakar Hati
30
Bab 30: Darurat
31
Bab 31: Kisah Cinta Robbin
32
Bab 32: Kucing Belang
33
Bab 33: Perangkap
34
Bab 34: Hati Bercabang Dua
35
Bab 35: Saling Mengenal
36
Bab 36: Curang
37
Bab 37: Tuhan Bantu Aku
38
Bab 38: Tong Kosong Nyaring Bunyinya
39
Bab 39: God Bless You
40
Bab 40: Kecemburuan
41
Bab 41: Jangan Keras Kepala
42
Bab 42: Tak Sanggup Lagi
43
Bab 43: Terakhir Kalinya
44
Bab 44: Seperti yang Sudah direncanakan.
45
Bab 45: Clay?
46
Bab 46: Ini Baru Adil, Bukan Hanya Kamu, kan, yang Berdarah-darah
47
Bab 47: Radar Intelektual
48
Bab 48: Membangun Cinta
49
Bab 49: Sekarang menurutlah
50
Bab 50: Butuh alasan?
51
Bab 51: Hal lain?
52
Bab 52: Bukan Masalah
53
Bab 53: Tidak Adil
54
Bab 54: Aku Berencana Pensiun
55
Bab 55: Oke, Dia Teman
56
Bab 56: Menyatukan Kalian dengan Tanah
57
Bab 57: Sejenak Pikiran Suntuknya Hilang
58
Bab 58: Detektif Memiliki Peran penting
59
Bab 59: Sampai Lubang Semut
60
Bab 60: Mendengar Suara Lembut Itu Lagi
61
Bab 61: Keselamatan
62
Bab 62: Aku Berjiwa Petualang, Mom
63
Bab 63: Telah Berakhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!