Bab 5: Senang Bisa Bersamamu

Selepas berganti baju, Clay menyusuri anak tangga menuju ke ruang kerja sang ayah.

Ruangan bernuansa gotik itu dilengkapi meja berukuran lumayan besar, serasi dengan kursi tunggal bersandaran tinggi. Di sisi kanan terdapat sofa beludru merah hati, serta lemari besar nyaris menyentuh atap selebar tembok di baliknya. Buku-buku tebal berjajar rapi tanpa debu kendati tidak pernah di sentuh lagi.

"Ke mana perginya Kak Robbin?" monolog Clay ketika melongok ke dalam tidak menemukan orang.

"Kebetulan sekali, Nona Clay, aku mencarimu."

Suara berat dan dalam menggoyahkan persendian Clay, seluruh tubuhnya pun mengenal pemilik suara itu. Nada bicara yang serupa auman singa, membuat seluruh indranya tergila-gila. Dia tahu siapa orang itu.

"Aku tersanjung sekali."

"Berkemaslah, kita berangkat ke London besok pagi," kata Robbin.

"Bulan madu?"

"Oh, ayolah, jangan bermimpi di siang bolong!"

Tawa Clay pecah, gemas melihat ekspresi geram Robbin. Seraut wajah yang sulit sekali dilupakan, rahang tegas bersiku dan mata gelap yang dalam hampir-hampir menenggelamkan.

Clay menggamit lengan berotot sang suami tanpa canggung, lalu berjalan sama-sama menuju lantai dua. Dia sesekali mengdongak untuk melihat kekesalan di wajah tegas pria itu.

"Ke ujung dunia pun aku akan ikut denganmu, kamu tau itu, kan?" Clay menaik-turunkan alisnya.

"Karena itulah aku terjebak di sini bersamamu, tidak diragukan lagi!"

Senyum mengembang sepajang langkah menuju kamar, Clay tidak peduli tatapan geli beberapa pengurus rumah yang tanpa sengaja berpapasan. Mungkin mereka beranggapan dirinya sudah gila, karena begitu lengket pada Robbin.

"Aku persis pria jompo yang kesusahan menyebrang jalan," gerutu Robbin sia-sia sebab Clay semakin mengencangkan apitan lengan.

"Salah besar, Kak Robbin! Justru akulah yang rapuh tanpamu."

Robbin memutar bola mata tanda jengah, tidak tahu lagi cara melepaskan diri dari gadis di sebelahnya. Ibarat bumerang, dia selalu kembali saat dilempar.

Kini, keduanya sudah berdiri di depan kamar dan melangkah ke dalam. Clay bergegas masuk ke ruang pribadi khusus baju serta aksesoris keluaran merk ternama.

"Bawa seperlunya saja!"

"Aku tahu itu," sahut Clay.

Selama kurang lebih dua setengah jam si gadis konglomerat berada di dalam ruangan tanpa suara, hampir-hampir Robbin bergerak untuk memeriksanya hingga saling bertemu di depan pintu geser berbahan kaca buram itu.

"Ada apa?"

"Tidak ada," jawab Robbin sambil lalu.

Sekali lagi bibir ranum Clay mengulas senyum, kali ini lebih lebar lagi sampai terlihat gigi-gigi putih yang berjajar rapi.

Sepanjang hari, Clay hanya menghabiskan waktu di kamar, sedangkan Robbin duduk-duduk sambil merenung di taman belakang.

Dan, makan malam pun tiba, semua anggota keluarga duduk di kursi depan meja panjang berwarna cokelat tua.

"Rocky menelepon tadi siang, tentu Pak Albert tidak keberatan Clay ikut denganku."

Sendok dan garpu berdenting menghantam piring, tatapan mata Albert menyiratkan keberatan. Akan tetapi, menilik sang putri yang rela mengikuti ke mana pun Robbin pergi, hanya mendes ah pasrah.

"Tidak bisakah tinggal barang sehari?" Permohonan tersirat di balik pertanyaan Belle.

Clay menoleh ke arah Robbin guna mencari jawaban di sana, karena semua keputusan ada di tangan pria itu.

"Selamanya juga tidak mengapa, dan segera kukirim surat perpisahan," tegas Robbin sambil menikmati sesuap nasi.

Jemari Albert mengepal kuat, dasar menantu tidak tahu diuntung. Sungguh pribadi yang tidak memiliki sopan santun. Kalau saja bukan pria pilihan putrinya, Robbin sudah dilemparkan ke jalan.

Wajah merona Clay mendadak pucat, tawa sumbang terdengar samar. "Lucu, lucu sekali, Kak Robbin. Aku sudah tidak sabar menunggu esok pagi."

Robbin hanya menanggapi dengan seringai tipis, lalu menghabiskan nasi yang tinggal beberapa suap saja. "Terima kasih untuk makan malamnya, saya permisi."

"Clay, Daddy bersumpah—" Albert tidak melanjutkan kalimatnya begitu melihat tatapan mengiba Clay. "Beristirahatlah, Clay, perjalan besok sangat melelahkan."

Clay berjalan memutari meja untuk memberikan kecupan selamat malam kepada kedua orang tuanya.

Rasanya begitu sesak berada di dekat Robbin, semalaman Clay tidak bisa tidur dengan tenang. Angannya melebur dalam diam, dulu yang hanya bisa membayangkan kini menjadi kenyataan. Bersanding nyaris tanpa jarak seperti sekarang, embusan napas tampak teratur.

Clay tergoda untuk menyentuh paras rupawan di hadapannya, menyusurkan telunjuk di atas hidung sampai ke bibir. Dan, mengecupnya singkat.

Namun, secara mengejutkan kelopak mata beriris hitam kecokelatan itu terbuka lebar. Dia menaikkan alis sebelah, lantas bangun dari tidur. Jemari-jemari kokoh itu mengambil ponsel di atas nakas.

"Kenapa tidak membangunkan, ku?"

"Aku terpaku, Kak, paras damaimu itu menghipnotisku. Lagi pula ini masih pukul tiga pagi."

Robbin merenggangkan otot-otot yang kaku karena tidur bagai batu, dia merasa tidak nyaman berada di samping Clay. Ada perasaan mendamba yang dengan tegas berusaha dicegahnya.

Clay sangat cantik pagi ini, rambut tebal bergelombangnya tergerai indah di sekeliling wajah dan bahu. Mata istrinya secerah matahari, berpadu sempurna ketika tertawa, berkilauan seperti embun bersahaja pada pagi hari.

"Bergegaslah, kalau tidak mau ketinggalan pesawat," titah Clay penuh semangat.

"Antusias sekali, aku berharap kamu tidak menyesali," sanjungan Robbin diwarnai dengan ejekan.

"Tentunya, Kak Robbin."

Robbin berlalu tanpa menggubris, selang setengah jam dia keluar dari kamar mandi. Aroma segar menguar memenuhi ruangan. Robbin tampak menakjubkan dalam kaos hitam tanpa kerah dan celana panjang berwarna biru tua.

"Andai air liurmu dapat diuangkan," sindir Robbin, hingga pipi tirus Clay semerah buah ceri. Kedapatan terbengong memandangi Robbin.

Robbin menolak tawaran Albert terkait sopir pribadi, dia memilih pesan jasa taksi untuk mengantar ke bandara.

Lengan Robbin terlipat di depan dada ketika mengamati bawaan, dua koper berukuran besar dan dua koper berukuran sedang.

"Kak Robbin tidak mungkin tega, kan?" Clay meyakinkan.

"Kenapa tidak?" Robbin meraih kopernya sendiri, tidak mengindahkan tatapan jengkel Clay. Sungguh pemandangan langka pada gadis yang senantiasa menyebarkan keceriaan.

Nikmati awal dari kesengsaraanmu, saatnya turun tahta, Sayang! batin Robbin. Namun, perasaan terapuhnya memaksanya berbalik badan. Lalu, menghampiri sang istri tanpa banyak berkata, hatinya tidak mengijinkan Clay menderita.

Mata Clay berbinar meski wajah datar Robbin memancarkan ketidaksukaan. "Baik, baik sekali. Apa kubilang? Kak Robbin tidak akan tega," tegasnya.

"Diamlah dan cepat kita hampir tertinggal."

Robbin bergegas mengurus koper—setelahnya menuju kabin pesawat kelas ekonomi, air muka Clay terlihat bingung. Tidak terbiasa dengan penerbangan seperti ini.

"Biasakan dirimu, Sayang!" Ejekan tersembunyi di sela-sela perkataan Robbin yang manis.

"Mudah," balas Clay sambil menggamit lengan kokoh Robbin, senyum ceria terpancar jelas di wajah manisnya.

"Sikap percaya diri yang patut dipuji."

Tanpa ragu-ragu, Clay mendaratkan bibir ke pipi Robbin. "Senang bisa bersamamu."

Ledakan panas menggelora, menjalari setiap inti sel-sel dalam tubuh yang tegang. Seolah-olah merespons sesuatu yang primitif dalam diri. Secara spontan, Robbin mendorong bahu Clay. Dia mencoba mematahkan keinginan kuatnya untuk merengkuh sang istri dalam dekapan.

Terpopuler

Comments

pєkαᴰᴼᴺᴳ

pєkαᴰᴼᴺᴳ

harusnya tidur dengan nyenyak clay
mimpi indah jadi kenyataan

2022-11-17

3

𓂸ᶦᶰᵈ᭄🇪​​​🇱​​​​❃ꨄ𝓪𝓢𝓲𝓪𝓱࿐

𓂸ᶦᶰᵈ᭄🇪​​​🇱​​​​❃ꨄ𝓪𝓢𝓲𝓪𝓱࿐

robin ente ya kadang kadang

2022-11-08

1

N. M. Aksan

N. M. Aksan

Ciah ... Robin so jual murah.

2022-10-30

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Tidak Ada Pesta
2 Bab 2: Oh, Robbin I Need You
3 Bab 3: Pantang Menyerah
4 Bab 4: Buru-buru Sejujurnya Bukan Sifatku
5 Bab 5: Senang Bisa Bersamamu
6 Bab 6: Mode Martirmu, Kak Robbin, Sampai Kapan itu Bertahan?
7 Bab 7: Sukses Tidak, Ya?
8 Bab 8: Drama Alat Pencegah Kehamilan itu Patut Diapresiasi
9 Bab 9: Tanpa Sadar Senyum Clay Menular
10 Bab 10: Berhentilah Merayu
11 Bab 11: Aku Bukan Fatalis
12 Bab 12: Meskipun ini Tentang Robbin?"
13 Bab 13: Aku Istimewa
14 Bab 14: Tuan dan Nyonya Marcus
15 Bab 15: Han, Terima Kasih
16 Bab 16: Ini Bencana!
17 Bab 17: Claymira, Sayang
18 Bab 18: Percaya Kepadaku, Kak Robbin
19 Bab 19: Ya, Gadis yang Cukup Religius
20 Bab 20: Kapan Pulang?
21 Bab 21: Hari-hariku Kosong Tanpamu
22 Bab 22: Jangan Coba-coba, Karena Istriku Tidak Akan Membiarkan itu
23 Bab 23: Suami yang Protektif
24 Bab 24: Jangan Ungkit Lagi, Jo
25 Bab 25: Kak Robbin, Aku Mau Buat Pengakuan Dosa
26 Bab 26: Kehangatan Keluarga
27 Bab 27: Memikirkanmu
28 Bab 28: Sempurna
29 Bab 29: Cukup Membakar Hati
30 Bab 30: Darurat
31 Bab 31: Kisah Cinta Robbin
32 Bab 32: Kucing Belang
33 Bab 33: Perangkap
34 Bab 34: Hati Bercabang Dua
35 Bab 35: Saling Mengenal
36 Bab 36: Curang
37 Bab 37: Tuhan Bantu Aku
38 Bab 38: Tong Kosong Nyaring Bunyinya
39 Bab 39: God Bless You
40 Bab 40: Kecemburuan
41 Bab 41: Jangan Keras Kepala
42 Bab 42: Tak Sanggup Lagi
43 Bab 43: Terakhir Kalinya
44 Bab 44: Seperti yang Sudah direncanakan.
45 Bab 45: Clay?
46 Bab 46: Ini Baru Adil, Bukan Hanya Kamu, kan, yang Berdarah-darah
47 Bab 47: Radar Intelektual
48 Bab 48: Membangun Cinta
49 Bab 49: Sekarang menurutlah
50 Bab 50: Butuh alasan?
51 Bab 51: Hal lain?
52 Bab 52: Bukan Masalah
53 Bab 53: Tidak Adil
54 Bab 54: Aku Berencana Pensiun
55 Bab 55: Oke, Dia Teman
56 Bab 56: Menyatukan Kalian dengan Tanah
57 Bab 57: Sejenak Pikiran Suntuknya Hilang
58 Bab 58: Detektif Memiliki Peran penting
59 Bab 59: Sampai Lubang Semut
60 Bab 60: Mendengar Suara Lembut Itu Lagi
61 Bab 61: Keselamatan
62 Bab 62: Aku Berjiwa Petualang, Mom
63 Bab 63: Telah Berakhir
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Bab 1: Tidak Ada Pesta
2
Bab 2: Oh, Robbin I Need You
3
Bab 3: Pantang Menyerah
4
Bab 4: Buru-buru Sejujurnya Bukan Sifatku
5
Bab 5: Senang Bisa Bersamamu
6
Bab 6: Mode Martirmu, Kak Robbin, Sampai Kapan itu Bertahan?
7
Bab 7: Sukses Tidak, Ya?
8
Bab 8: Drama Alat Pencegah Kehamilan itu Patut Diapresiasi
9
Bab 9: Tanpa Sadar Senyum Clay Menular
10
Bab 10: Berhentilah Merayu
11
Bab 11: Aku Bukan Fatalis
12
Bab 12: Meskipun ini Tentang Robbin?"
13
Bab 13: Aku Istimewa
14
Bab 14: Tuan dan Nyonya Marcus
15
Bab 15: Han, Terima Kasih
16
Bab 16: Ini Bencana!
17
Bab 17: Claymira, Sayang
18
Bab 18: Percaya Kepadaku, Kak Robbin
19
Bab 19: Ya, Gadis yang Cukup Religius
20
Bab 20: Kapan Pulang?
21
Bab 21: Hari-hariku Kosong Tanpamu
22
Bab 22: Jangan Coba-coba, Karena Istriku Tidak Akan Membiarkan itu
23
Bab 23: Suami yang Protektif
24
Bab 24: Jangan Ungkit Lagi, Jo
25
Bab 25: Kak Robbin, Aku Mau Buat Pengakuan Dosa
26
Bab 26: Kehangatan Keluarga
27
Bab 27: Memikirkanmu
28
Bab 28: Sempurna
29
Bab 29: Cukup Membakar Hati
30
Bab 30: Darurat
31
Bab 31: Kisah Cinta Robbin
32
Bab 32: Kucing Belang
33
Bab 33: Perangkap
34
Bab 34: Hati Bercabang Dua
35
Bab 35: Saling Mengenal
36
Bab 36: Curang
37
Bab 37: Tuhan Bantu Aku
38
Bab 38: Tong Kosong Nyaring Bunyinya
39
Bab 39: God Bless You
40
Bab 40: Kecemburuan
41
Bab 41: Jangan Keras Kepala
42
Bab 42: Tak Sanggup Lagi
43
Bab 43: Terakhir Kalinya
44
Bab 44: Seperti yang Sudah direncanakan.
45
Bab 45: Clay?
46
Bab 46: Ini Baru Adil, Bukan Hanya Kamu, kan, yang Berdarah-darah
47
Bab 47: Radar Intelektual
48
Bab 48: Membangun Cinta
49
Bab 49: Sekarang menurutlah
50
Bab 50: Butuh alasan?
51
Bab 51: Hal lain?
52
Bab 52: Bukan Masalah
53
Bab 53: Tidak Adil
54
Bab 54: Aku Berencana Pensiun
55
Bab 55: Oke, Dia Teman
56
Bab 56: Menyatukan Kalian dengan Tanah
57
Bab 57: Sejenak Pikiran Suntuknya Hilang
58
Bab 58: Detektif Memiliki Peran penting
59
Bab 59: Sampai Lubang Semut
60
Bab 60: Mendengar Suara Lembut Itu Lagi
61
Bab 61: Keselamatan
62
Bab 62: Aku Berjiwa Petualang, Mom
63
Bab 63: Telah Berakhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!