Bab 4: Buru-buru Sejujurnya Bukan Sifatku

Robbin tertegun selama lima belas menit di dekat jendela lantai dua, hingga gemuruh langkah di koridor membuyarkan lamunannya sesaat lalu tentang masa lampau.

Tiga orang pengurus rumah terlihat mengambil langkah panjang menuju ke kamar Clay. Laksana petugas upacara, mereka bergerak seirama. Berduyung-duyung ingin segera melaksanakan tugasnya. Robbin tahu benar kalau sang istri diperlakukan selayak putri kerajaan. Sampai untuk berganti baju pun dipersiapkan, bahkan dibantu untuk mengenakan.

"Permisi," sapa mereka dan dibalas Robbin dengan anggukan sekadarnya.

Sekarang sorot tajam matanya mengawasi ketiga pengurus rumah sampai berjajar rapi di depan pintu kamar, Robbin tidak habis pikir bagaimana bisa seseorang diperlakukan seperti bayi padalah sudah sebesar itu. Dia ingat betul saat di Aussie Clay bisa mengurus diri sendiri, atau bisa jadi ini sisi lain gadis konglomerat itu yang tidak dirinya ketahui.

Salah satu dari mereka mengetuk pintu secara berkala, beriktikad baik dengan menunggu sahutan dari dalam kamar.

"Pergilah! Dengar ini, aku bukan anak kecil lagi!" teriak Clay.

"Tapi, Nyonya meminta kami untuk—"

"Ya ampun, gimana aku lupa kalau Mommy pun masih membutuhkan kalian setelah menikah. Masuklah!" putus Clay, pintu besar berdaun pintu ganda itu pun terbuka. "Dengar! Aku memerlukan kalian karena melepas gaun ini begitu susah. Dan, lihat suamiku hanya berdiam di sana tanpa berniat menawarkan bantuan jadi—" Perkataannya tertahan sebab di tatap nyalang oleh Robbin dari ke jauhan. Dia tahu pasti sang suami marah disindir seperti itu, tetapi kalau diperhatikan lagi hanya daun telinganya yang tampak merah. Malu, Clay beranggapan Robbin malu-malu kucing.

"Ah, sudahlah, ayo!"

Mereka pun menurut lantas masuk ke kamar, menutup pintu rapat-rapat sampai berdebam.

"Suka atau tidak, kelak aku akan menurunkanmu dari menara gading tertinggi, Nona Claymira Marcusya!" gumam Robbin seraya mengusap wajah dengan telapak tangan kanan, sedangkan yang kiri berkacak pinggang.

Robbin melemparkan pandangan ke jendela dengan lemah dan melihat para awak media sudah tidak ada. Dia memutuskan untuk mencari keberadaan Albert—sang mertua, guna memperjelas kondisi ayah, ibu, dan sang adik yang telah dijadikan alat untuk menekannya menikah.

Jemari kokoh Robbin terselip di saku celana hitam panjang, dada bidangnya tercetak jelas di balik kemeja putih. Dengan mantap dia menuruni anak tangga dan mencari-cari keberadaan tuan rumah.

Pertama-tama menyusuri area ruang makan, berlanjut ke ruang kerja. Bangunan megah sejakarta ini lebih pantas disebut kastil karena kemewahannya. Patut Robbin akui bahwa kekayaan Albert tidak pernah habis meski lebih dari tujuh turunan.

Kalau di dalam rumah tidak ada, pastilah Albert sedang berada di luar, mungkin taman depan atau belakang. Udara panas disapu angin sejuk dari arah timur, sinar matahari berpendar hingga menyilaukan pandangan. Pohon-pohon trembesi tumbuh berjarak dua sampai tiga meter di sepanjang jalan batu granit.

Benar dugaan Robbin, sang mertua tengah duduk santai bersama istrinya. Ada dua orang pengurus rumah berdiri tegak di belakang mereka, siap sedia di kala sang majikan memerlukan bantuan.

"Selamat siang, Pak Albert," tegur Robbin begitu tiba di gazebo tempat kedua mertuanya duduk.

"Robbin, jangan terlalu formal, sekarang kita keluarga," sahut Belle lembut, khas ibu mertua yang baik hati.

Robbin tidak menyahuti sama sekali, malah membuang muka ke arah lain.

"Sayang, kurasa di sini terlalu terik," ucap Albert tiba-tiba sebagai isyarat agar sang istri pergi dari sana.

Belle mengulas senyum simpul lantas menepuk ringan punggung tangan Albert sebelum beranjak dari duduk. "Sepertinya, aku butuh minuman dingin. Mer, Net, bantu aku membuatnya," katanya dan mengajak kedua pengurus rumah itu.

Tatapan teduh Albert tertuju ke punggung ramping Belle, lalu menoleh singkat pada Robbin sambil menarik napas dalam seolah-olah benda besar memenuhi rongga dada.

"Kurasa ini waktu yang tepat untuk berjumpa dengan keluarga saya, Pak Albert," kata Robbin cepat ketika ketiga wanita tadi berjarak lumayan jauh.

"Duduklah dulu! Jangan—"

"Buru-buru sejujurnya bukan sifatku, Pak Albert, tetapi untuk urusan yang satu ini bisa dibilang lebih cepat lebih baik, bukan begitu kalau hal ini terjadi juga kepada keluarga Anda?" tanya Robbin memancarkan sarkastis.

"Tentu saja, keluargamu, keluargaku juga. Sebelum kamu memastikan hidup putriku aman, waktu yang tepat belum dipastikan."

"Tidak saya sangka, Anda tergolong orang yang mudah memutarbalikkan kesepakatan."

Albert tersenyum sinis lantas memandang ke kejauhan. Dia tidak mungkin membiarkan satu orang pun mengetahui keberadaan keluarga Robbin. Bukan tanpa alasan, ini semua semata demi keselamatan besannya. Karena pembatalan janji dengan Rocky—sang karib—bisa saja memancing kemarahan. Dirinya tahu betul tabiat temannya yang tidak mau menyerah begitu saja. Terlebih mengenai kebahagian sang putra, sama seperti dirinya sendiri yang rela melakukan apa saja untuk Claymira—putrinya.

"Licik sekali!" sergah Robbin, merasa ditipu oleh pria paruh baya di depannya. Emosi dalam diri membuat cuaca panas semakin membara. Dia pun pergi dari tempat itu dengan murka.

Belum pernah sebelumnya Robbin merasa tidak berguna seperti sekarang, perannya sebagai anak berbakti dan kakak terbaik telah hancur. Dengan mudah ayah dari gadis konglomerat itu menjungkir balikkan kehidupannya.

Kalau susah memaksa Albert, tentu Robbin harus memikirkan cara lain. Jalan buntu tidak benar-benar ada bukan? Dia sebaiknya memberi sedikit tekanan kepada Clay. Akan lebih mudah membuat gadis yang menjadi istrinya kini buka mulut. Paling tidak untuk mengorek-ngorek informasi dari sang ayah.

Namun, belum sempat mencapai rumah utama ponsel berdering. Dengan malas Robbin mengeluarkan dari saku celana dan nama yang tertera di layar membuatnya tergesa-gesa mengangkatnya.

"Ya, halo," ujarnya kemudian mencari tempat tersembunyi agar lebih leluasa berbicara dengan orang di seberang sana.

"London?" pekik Robbin, masalah satu belum rampung masalah baru menyusul. Akan tetapi, kalau yang ini tidak dikerjakan kepercayaan dirinya akan lebih hancur lagi. Setelah mendengar kata-kata dari seberang, Robbin menyela, "Baiklah aku mengerti, maafkan aku Rocky—terpaksa kamu tahu itu. Ini tidak mudah untuk aku ceritakan kepadamu. Andai aku tau rencana yang dibuat, tentu lebih kuat lagi menolaknya. Hanes akan menemukan wanita sempurna tanpa cela, Rocky. Dirimu tidak pernah tahu betapa liciknya keluarga ini," ungkapnya dan menjeda untuk mendengar tanggapan dari penelepon.

"Iya, Hanes kemari, aku sungguh terkejut atas kehadirannya yang begitu tiba-tiba."

Demi Tuhan, haruskah aku berkata jujur. Lalu, gimana Rocky bisa mengatasi ini? Apa aku harus percayakan masalahku sendiri kepadanya? Tapi, Bima, dia selalu mengingatkanku agar berhati-hati kepada semua orang, sekali pun itu teman. Robbin mengerang, sebenarnya ini bukan waktu yang tepat untuk meninggalkan Indonesia, tetapi tugas adalah tugas, suka tidak suka dia harus mengerjakannya.

Terpopuler

Comments

.

.

licik kamu robbin

2023-01-15

0

N. M. Aksan

N. M. Aksan

Apa itu Rocky yang sama? atau dua tokoh yang berbeda?

2022-10-30

0

👑Ria_rr🍁

👑Ria_rr🍁

bener Clay, jangan mau kalah

2022-10-30

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Tidak Ada Pesta
2 Bab 2: Oh, Robbin I Need You
3 Bab 3: Pantang Menyerah
4 Bab 4: Buru-buru Sejujurnya Bukan Sifatku
5 Bab 5: Senang Bisa Bersamamu
6 Bab 6: Mode Martirmu, Kak Robbin, Sampai Kapan itu Bertahan?
7 Bab 7: Sukses Tidak, Ya?
8 Bab 8: Drama Alat Pencegah Kehamilan itu Patut Diapresiasi
9 Bab 9: Tanpa Sadar Senyum Clay Menular
10 Bab 10: Berhentilah Merayu
11 Bab 11: Aku Bukan Fatalis
12 Bab 12: Meskipun ini Tentang Robbin?"
13 Bab 13: Aku Istimewa
14 Bab 14: Tuan dan Nyonya Marcus
15 Bab 15: Han, Terima Kasih
16 Bab 16: Ini Bencana!
17 Bab 17: Claymira, Sayang
18 Bab 18: Percaya Kepadaku, Kak Robbin
19 Bab 19: Ya, Gadis yang Cukup Religius
20 Bab 20: Kapan Pulang?
21 Bab 21: Hari-hariku Kosong Tanpamu
22 Bab 22: Jangan Coba-coba, Karena Istriku Tidak Akan Membiarkan itu
23 Bab 23: Suami yang Protektif
24 Bab 24: Jangan Ungkit Lagi, Jo
25 Bab 25: Kak Robbin, Aku Mau Buat Pengakuan Dosa
26 Bab 26: Kehangatan Keluarga
27 Bab 27: Memikirkanmu
28 Bab 28: Sempurna
29 Bab 29: Cukup Membakar Hati
30 Bab 30: Darurat
31 Bab 31: Kisah Cinta Robbin
32 Bab 32: Kucing Belang
33 Bab 33: Perangkap
34 Bab 34: Hati Bercabang Dua
35 Bab 35: Saling Mengenal
36 Bab 36: Curang
37 Bab 37: Tuhan Bantu Aku
38 Bab 38: Tong Kosong Nyaring Bunyinya
39 Bab 39: God Bless You
40 Bab 40: Kecemburuan
41 Bab 41: Jangan Keras Kepala
42 Bab 42: Tak Sanggup Lagi
43 Bab 43: Terakhir Kalinya
44 Bab 44: Seperti yang Sudah direncanakan.
45 Bab 45: Clay?
46 Bab 46: Ini Baru Adil, Bukan Hanya Kamu, kan, yang Berdarah-darah
47 Bab 47: Radar Intelektual
48 Bab 48: Membangun Cinta
49 Bab 49: Sekarang menurutlah
50 Bab 50: Butuh alasan?
51 Bab 51: Hal lain?
52 Bab 52: Bukan Masalah
53 Bab 53: Tidak Adil
54 Bab 54: Aku Berencana Pensiun
55 Bab 55: Oke, Dia Teman
56 Bab 56: Menyatukan Kalian dengan Tanah
57 Bab 57: Sejenak Pikiran Suntuknya Hilang
58 Bab 58: Detektif Memiliki Peran penting
59 Bab 59: Sampai Lubang Semut
60 Bab 60: Mendengar Suara Lembut Itu Lagi
61 Bab 61: Keselamatan
62 Bab 62: Aku Berjiwa Petualang, Mom
63 Bab 63: Telah Berakhir
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Bab 1: Tidak Ada Pesta
2
Bab 2: Oh, Robbin I Need You
3
Bab 3: Pantang Menyerah
4
Bab 4: Buru-buru Sejujurnya Bukan Sifatku
5
Bab 5: Senang Bisa Bersamamu
6
Bab 6: Mode Martirmu, Kak Robbin, Sampai Kapan itu Bertahan?
7
Bab 7: Sukses Tidak, Ya?
8
Bab 8: Drama Alat Pencegah Kehamilan itu Patut Diapresiasi
9
Bab 9: Tanpa Sadar Senyum Clay Menular
10
Bab 10: Berhentilah Merayu
11
Bab 11: Aku Bukan Fatalis
12
Bab 12: Meskipun ini Tentang Robbin?"
13
Bab 13: Aku Istimewa
14
Bab 14: Tuan dan Nyonya Marcus
15
Bab 15: Han, Terima Kasih
16
Bab 16: Ini Bencana!
17
Bab 17: Claymira, Sayang
18
Bab 18: Percaya Kepadaku, Kak Robbin
19
Bab 19: Ya, Gadis yang Cukup Religius
20
Bab 20: Kapan Pulang?
21
Bab 21: Hari-hariku Kosong Tanpamu
22
Bab 22: Jangan Coba-coba, Karena Istriku Tidak Akan Membiarkan itu
23
Bab 23: Suami yang Protektif
24
Bab 24: Jangan Ungkit Lagi, Jo
25
Bab 25: Kak Robbin, Aku Mau Buat Pengakuan Dosa
26
Bab 26: Kehangatan Keluarga
27
Bab 27: Memikirkanmu
28
Bab 28: Sempurna
29
Bab 29: Cukup Membakar Hati
30
Bab 30: Darurat
31
Bab 31: Kisah Cinta Robbin
32
Bab 32: Kucing Belang
33
Bab 33: Perangkap
34
Bab 34: Hati Bercabang Dua
35
Bab 35: Saling Mengenal
36
Bab 36: Curang
37
Bab 37: Tuhan Bantu Aku
38
Bab 38: Tong Kosong Nyaring Bunyinya
39
Bab 39: God Bless You
40
Bab 40: Kecemburuan
41
Bab 41: Jangan Keras Kepala
42
Bab 42: Tak Sanggup Lagi
43
Bab 43: Terakhir Kalinya
44
Bab 44: Seperti yang Sudah direncanakan.
45
Bab 45: Clay?
46
Bab 46: Ini Baru Adil, Bukan Hanya Kamu, kan, yang Berdarah-darah
47
Bab 47: Radar Intelektual
48
Bab 48: Membangun Cinta
49
Bab 49: Sekarang menurutlah
50
Bab 50: Butuh alasan?
51
Bab 51: Hal lain?
52
Bab 52: Bukan Masalah
53
Bab 53: Tidak Adil
54
Bab 54: Aku Berencana Pensiun
55
Bab 55: Oke, Dia Teman
56
Bab 56: Menyatukan Kalian dengan Tanah
57
Bab 57: Sejenak Pikiran Suntuknya Hilang
58
Bab 58: Detektif Memiliki Peran penting
59
Bab 59: Sampai Lubang Semut
60
Bab 60: Mendengar Suara Lembut Itu Lagi
61
Bab 61: Keselamatan
62
Bab 62: Aku Berjiwa Petualang, Mom
63
Bab 63: Telah Berakhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!