Terlihat Kinan sedang sibuk merawat luka pasien yang ada di UGD. Saat sedang mengecek kesehatan dari tiap pasien, perhatiannya pun langsung teralihkan pada seorang anak perempuan yang sedari tadi duduk di depan pintu UGD. Sejenak Kinan mengamati gadis itu.
("Sepertinya dia lagi nungguin seseorang. Apa salah satu pasien disini adalah keluarganya ya?") batin Kinan.
"Ehh, gantikan aku sebentar ya?" ucap Kinan sambil menyerahkan les pasien yang tadi dia pegang kepada salah satu perawat jaga. Dia pun berlari menghampiri gadis kecil itu.
"Hei cantik." sapa Kinan kepada gadis itu.
Namun gadis itu tidak menjawab. Dia hanya menatap Kinan dengan dingin.
"Hemm, lagi nungguin seseorang ya?"
"Bukan urusanmu." jawab gadis kecil itu.
("Ihh dingin banget nih bocah. Tau gitu tadi nggak usah aku samperin.") batin Kinan kesal.
"Disini bukan tempat bermain, gimana kalo kakak anter kamu pulang? Rumahmu dimana?" ucap Kinan lembut.
"Aku nggak mau pulang. Aku mau tetap disini."
"Tapi disini berbahaya cantik, banyak penyakit yang bertebaran disini."
"Aku nggak takut." jawab si gadis kecil keras kepala.
Kinan pun putar otak untuk membujuk gadis kecil itu.
"Kamu mau es krim nggak? Kakak traktir yukk?"
"Aku nggak boleh makan es krim."
"Kenapa?"
Namun si gadis itu hanya menggelengkan kepala.
"Lagipula ada yang bilang kalo aku nggak boleh nerima tawaran dari orang asing yang baru aku kenal." jelas si gadis. Kinan sedikit mengerutkan dahinya.
"Sekarang banyak modus penculik yang selalu memberikan hadiah bahkan iming iming kue atau camilan untuk targetnya." imbuhnya.
Ohh jadi dia pikir aku ini penculik
"Kakak bukan penculik. Nih kamu lihat kan kartu namaku." jawab Kinan seraya menunjukkan name tag yang tergantung di lehernya. "Kakak salah satu dokter disini."
"Ohh."
"Sekarang kamu nggak takut lagi kan?? Yukk kakak traktir makan di kantin." ajak Kinan sambil menggandeng tangan gadis itu.
Namun saat menggapai tangan mungil itu, tiba tiba saja langkah Kinan terhenti. Dia merasakan tangan gadis itu agak hangat. Kinan pun berbalik dan berusaha menyentuh keningnya. Alangkah terkejutnya Kinan, badan gadis itu sangat panas.
"Kamu lagi sakit?" tanya Kinan khawatir.
Gadis itu pun mengangguk.
"Kok nggak bilang sih dari tadi?? Kamu udah minum obat?? Apa orang tuamu sudah tahu kalo kamu sakit?" tanya Kinan bertubi tubi.
Sekali lagi gadis itu hanya menggelengkan kepalanya.
"Kamu kesini sama siapa? Kamu tahu nomer ponsel Mama atau Papamu? Nanti biar kakak hubungi mereka." ucap Kinan.
Namun kesadaran si gadis mulai menurun. Wajah gadis itu pun mulai pucat dan terkulai lemas. Dia pun terjatuh, untungnya Kinan sigap dan meraih tubuh gadis itu.
"Tolong!!! Tolongg!!! Siapa pun tolongg!!" teriak Kinan kencang.
Security pun datang dan membantu membawa gadis kecil itu.
"Tolong bawa dia ke IGD pak." pinta Kinan.
"Baik Dokter."
Security itu pun membawa si gadis kecil ke dalam ruang IGD dan membaringkan di sebuah bed yang dekat dengan oksigen sentral.
Dengan sigap Kinan pun memasangkan sebuah selang oksigen pada gadis itu. Perawat yang lain membantu memasang infus pada tangan kirinya.
"Tolong ambilkan Antrain." pinta Kinan pada seorang perawat saat infus sudah terpasang.
Saat sedang menyiapkan obat untuk di suntikkan pada infus, tiba tiba saja gadis itu kejang. Seluruh tubuhnya kaku, matanya menatap ke atas, bibirnya tiba tiba menjadi biru.
Dengan cepat Kinan memiringkan tubuh gadis itu, agar dia tidak tersedak saat kejang. Dia pun memberikan Stesolid Supp untuk menghentikan kejangnya. Tak lupa Kinan memasukkan sebuah obat penurun panas pada selang infus.
Perawat yang lain pun berusaha membantu dengan mengkompres tubuh anak itu menggunakan air hangat untuk menstabilkan suhu tubuhnya.
Tak lama berselang tubuh gadis itu pun mulai melemas. Pergerakan tubuhnya yang tadi kaku mulai berangsur kembali seperti normal. Bibirnya yang biru, kini mulai berangsur memerah.
Kinan mulai bernafas lega.
"Cek tanda tanda vitalnya, dan tolong observasi suhu dia selama satu kali dua puluh empat jam. Karena biasanya Febris Konvulsi ini bisa berulang dalam dua puluh empat jam." pinta Kinan.
"Baik Dokter." ucap si perawat.
"Jangan lupa cari tahu keluarganya, hubungi mereka segera."
"Baik Dokter."
Kinan sejenak memandangi gadis itu.
Kasian sekali kamu Nak, kenapa bisa gadis kecil sepertimu bisa sampai kesini? Apa orang tuamu tidak memperdulikanmu sampai kamu harus pergi ke rumah sakit sendiri?
Namun saat akan mengusap rambut gadis itu, tiba tiba seseorang menepis tangannya.
"Dokter Adam." ucap Kinan terkejut.
Dokter Adam tiba tiba datang dan mendekati gadis itu. Dia sejenak memandangi gadis mungil itu dengan lekat. Bahkan Dokter Adam sempat membelai rambutnya. Ada sebersit guratan sedih dalam mimik wajahnya yang tidak dia tampakkan jelas.
Apa Dokter Adam mengenal gadis itu?
Namun tiba tiba pandangan Dokter Adam pun langsung berbalik pada Kinan. Dia yang melihat tatapan tajam Si Dokter Killer, pura pura tidak tahu dan berusaha mengalihkan pandangannya.
"Siapa yang melakukan ini?!! Siapa?!!!" bentak Dokter Adam. "Apa kalian sudah lupa kode etik sebelum tindakan? Apa kalian lupa jika kita harus memberikan inform consent (persetujuan) dulu pada keluarganya?!!"
Seketika ruang IGD itu pun sunyi, tak ada satu pun yang berani berbicara.
"Ma..maa..maaf Dokter. Tadi gadis itu tiba tiba mengalami Febris Konvulsi jadi saya langsung mengambil tindakan." Kinan mencoba memberanikan diri membuka suara.
"Ohh jadi si Dokter baru ini." ucap sinis Dokter Adam.
"Kamu tahu siapa walinya?"
"Ti..tidak tahu Dokter." jawab Kinan gugup.
"Saya walinya, saya ayah kandung dari anak itu." jawab Dokter Adam tegas.
Sekali lagi ruangan IGD bagai air yang sedang di bekukan. Semua orang diam membisu. Semua orang memandangi Dokter Adam tak percaya. Karena selama ini tidak ada yang tahu wajah anak Dokter Adam. Dia sama sekali tidak pernah membawa anaknya ke rumah sakit. Bahkan hanya sekedar foto anak itu pun tidak pernah dia pajang di meja kerjanya.
"Ma...maa...maaf Dokter. Sa...saya tidak tahu. Ta..tapi saya melakukan itu demi menyelamatkan gadis itu. Jika tidak segera di tangani, saya khawatir kondisinya akan semakin buruk." ucap Kinan membela diri.
"Lagi pula jika saya tahu dia anak Dokter Adam, saya pasti akan menghubungi Anda dulu." imbuh Kinan yang tidak ingin di salahkan. "Tadi dia.........."
"Ikut ke ruangan saya." ucap tegas Dokter Adam memotong kata kata Kinan.
Hmmmm....masalah lagi. Kenapa harus selalu bermasalah sama dia sih? Begini salah, begitu salah. Seakan semua serba salah di matanya.
"Baik Dokter." jawab Kinan tersenyum, namun berbeda dengan hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments