Sena dan mamanya masih berduka, walaupun sudah seminggu berlalu setelah kepergian paparnya dan Sena pun belum kembali ke sekolah ia belum siap untuk menambah luka di hatinya.
Sena semakin di lemah, karena sang mama yang belum melakukan apa-apa kepadanya, membuat Sena semakin tertekan dan merasa bersalah.
"Sena! Kenapa belum bangun?" Tanya sang mama saat menghampiri sena di kamarnya. " Kamu harus bangun terus mandi, siap-siap kalau kamu nggak mau terlambat, ke sekolah." Ucap Ningsih sembari mengangkat kepala putrinya itu, membantunya untuk duduk, sehingga dia tidak kembali tidur lagi.
Mengingat kondisi putrinya beberapa hari ini yang suka sekali tidur di pagi hari. Sena baru turun dari tempat tidurnya jika matahari sudah berada tepat di atas kepalanya. Kebiasaan itu mengingatkan Ningsih saat hamil Sena waktu itu.
"Ma! Sena nggak mau sekolah." Ucap Sena membuat gerakan mamanya terhenti, wanita itu terduduk ditepi ranjang Sena. Bersandar pada sandaran tempat tidur dan kembali menangis dalam diam.
Sekeras apapun Ningsih bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, namun kenyataan itu semakin mencekiknya. "Ma sena ini Hamil ma? Kenapa mama nggak marahin Sena, kenapa mama nggak usir Sena, kenapa mama nggak minta Sena buat gugurin anak ini, kenapa mama nggak tanya dengan siapa Sena melakukan itu. Sena ini salah! harusnya mama merah sama Sena, pukul Sena ma, benci Sena. Karena Sena sudah membuat malu mama dan papa. Sena juga yang menyebabkan papa meninggal. Tidakkah mama menyesal melahirkan dan membesarkan anak seperti sen_"
PLAK.
Sena langsung terdiam, sembari mengusap pipinya, tepat pada bekas tamparan tangan sang mama. Namun sedetik kemudian Ningsih menarik tubuh putrinya, memeluknya dengan erat kedua nya kembali menangis bersama.
"Mama tidak pernah menyesal melahirkan Sena, mama tidak pernah menyesal merawat dan membesarkan Sena. Mama dan papa sangat bersyukur memiliki Sena. Dan satu-satunya alasan kenapa mama tidak menanyakan semua pertanyaan Sena tadi, semua itu mama lakukan hanya karena tidak ingin menyakiti Sena. Bukan berarti mama tak marah, mama marah sangat marah, mama kecewa sama Sena, kecewa sekali. Tapi rasa sayang yang mama punya untuk Sena lebih besar dari itu." Ucap Ningsih, wanita itu kemudian mengurai pelukan mereka.
"Sena lihat mama."Ningsih menahan kedua pipinya putrinya, memaksa sena untuk menatapnya. " Memangnya Sena mau mengugurkan kandungan Sena saat mama minta." tanya Ningsih.
Sena dengan cepat menggeleng kepalanya. "Sena nggak mau melakukan dosa lagi, ma."
"Kalau mama bertanya siapa pria itu, memangnya dia akan bertanggung jawab, saat mama menemuinya nanti?" Tanya Ningsih lagi, membuat tangis Sena pecah sejadi-jadinya. Mengingat tuduhan Lian serta penolakan pria itu.
"Dia nggak mau ma, dia tuduh Sena melakukannya dengan pria lain, Sena berani bersumpah, nyawa Sena taruhannya. Sena tidak pernah dengan pria mana pun hanya Lian ma, hanya Lian saja. Dia bilang dia punya masa depan yang harus dia kejar dia nggak mau Sena dan anak ini." Ningsih kembali memeluk tubuh putrinya itu menenangkan putrinya dalam pangkuannya.
Kesedihan di matanya kini berganti kebencian yang tertuju kepada pria tak bertanggung jawab itu. " Sena Harus sekolah, dua bulan lagi sekolah Sena selesai. Sena harus bertahan sebentar saja, di sana, begitu selesai mama akan membawa Sena pergi dari sini mama janji. " Ucap sang mama sembari menghapus air mata putri semata wayangnya itu.
" Tapi_"
"Sena harus tunjukkan kepadanya kalau Sena juga bisa, jangan tunjukkan kesedihan Sena di mata pria itu." Ucap sang mama mengingatkan. "Jangan biarkan dia menang. " Wanita itu kemudian beranjak dari ranjangnya, membantu Sena untuk bangun lalu meminta Sena untuk segera mandi.
Wanita itu pun menurut ia segera bergegas mandi dan bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Setelah selesai ia turun kebawah untuk sarapan bersama mamanya, setelah itu. Barulah mamanya mengantarnya ke sekolah.
Mobil mamanya Sena tiba di depan gerbang sekolah bersamaan dengan motornya Lian, pria itu juga membonceng wanita yang sama dengan yang Sena lihat waktu itu.
" Apa dia yang bernama Lian." Tanya Ningsih saat melihat tatapan Sena tidak lepas dari pria itu, ia juga tidak keluar dari mobilnya padahal Ningsih sudah menghentikan laju mobilnya, menunggu putrinya itu keluar. " Jangan melihat kepadanya, keluar dan abaikan mereka." Titah sang mama namun, Sena terlihat ragu.
" Kamu percaya sama mama, sena?" Sena mengangguk. Tanpa menunggu di perintah dua kali, wanita itu langsung keluar dari mobil mamanya. Berjalan melewati Lian dan pacar barunya itu begitu saja, seolah mereka tak saling kenal.
"Aku tidak akan mengecewakan mama dan papa untuk kedua kalinya. Aku harap setelah dua bulan kita tidak akan pernah bertemu lagi. " Ucap Sena dalam Hatinya dengan tekad yang begitu kuat. Rasa cintanya untuk pria itu akan ia kuburkan dalam-dalam di sekolah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Yuli Yuli
biarkan aja Sena biar dia mlkukan smaunya sska htinya dl klo Uda kna karmanya Bru nyesel dia
2024-05-05
0
Katherina Ajawaila
harus tegar dan berani Sena kasihan pengorbanan ortu, PP Sena aja ngk kuat.
2023-08-06
4
Fiera
orang tua bijak walaupun dlm keadaan rapuh tapi mampu menguatkan putrinya ❤️
2023-03-03
0