Seperti biasanya, Freya dan Dave sibuk di toko melayani para pengunjung. Musim semi sudah mulai tiba, bunga-bunga diperkebunan sudah mulai nampak bermekaran dari kuncupnya. Di saat musim semi seperti ini jumlah pengunjung semakin banyak dan pesanan rangkaian bunga juga semakin meningkat. Freya juga harus bekerja sama dengan beberapa investor yang memesan bunga dari tokonya.
Beberapa perusahaan WO ( Weeding Organizer) juga bekerja sama dengan tokonya. Di musim semi, banyak pasangan yang memilih sebagai hari pernikahan mereka. Pesanan bunga pun melonjak. Sedangkan Eivel tinggal di rumah bersama dengan Nyonya Hermawan. Eivel membantu Nyonya Hermawan memelihara beberapa tanaman yang ada di taman halaman rumah mereka. Karena ini adalah pengalaman pertama bagi Eivel, cukup menarik minat dan perhatiannya.
" Eivel sayang, Oma boleh bertanya nggak? Tanya Nyonya Hermawan.
" Nanya apa Oma?" jawab Eivel. Namun perhatiannya tetap tertuju pada pekerjaannya itu. Meski hanya sekedar membersihkan rumput dan dedaunan kering dari sekitar batang bunga-bunga yang sedang dirawat oleh Nyonya Hermawan. Wajahnya begitu bahagia dan nampak binar cerah bersinar.
" Di rumah Eivel ada siapa saja?"
" Di rumah ada Mama, ada Om pengawal, ada bibi. Eivel juga ada Oma dan Opa, Kakek dan Nenek. Tapi mereka tinggal di rumah yang lain.!" cerita Eivel bersemangat.
" Kalau Papa Eivel dimana? Oma tidak dengar Eivel menyebut Papa Eivel.? tanya Nyonya Hermawan penasaran karena Eivel tidak menyebut keberadaan papanya itu.
Mimik wajah Eivel tiba-tiba berubah redup. Ada kesedihan terpancar dari sinar mata bening itu.
" Kenapa sayang? Oma salah bicara ya. Maafin Oma ya. Sudah membuat hati Eivel bersedih.!" Nyonya Hermawan menjadi merasa bersalah karena telah menanyakan pertanyaan seperti itu kepada Eivel.
" Nggk papa kok Oma. Eivel hanya sedih karena Eivel belum bisa menemukan Papa Eivel!" ucap Eivel dengan ekspresi yang begitu sedih.
" Papa Eivel kemana? Kenapa Eivel yang harus mencari Papanya Eivel?" Tanya Nyonya Hermawan semakin penasaran.
" Beberapa waktu yang lalu, Papa Eivel tiba-tiba menghilang Oma. Tidak ada kabar beritanya dan tidak tahu ada dimana sekarang. Apakah masih hidup atau.....!" Eivel tidak melanjutkan perkataannya. Dia malah menunduk memyembunyikan kesedihan hatinya. Awan mendung nampak menyelimuti wajah manisnya.
" Oma mengerti perasaan kamu nak. Oma turut bersedih.!" Nyonya Hermawan ikut larut dengan kesedihan hati Eivel yang tiba-tiba merindukan Papanya itu. Nyonya Hermawan pun mengalihkan perhatian Eivel, agar hati bocah imut itu kembali ceria tidak larut dalam kepedihan hatinya. Mereka kembali fokus dengan pekerjaan yang mereka sedang lakukan. Nyonya Hermawan tak akan menanyakan lagi tentang Papanya Eivel untuk sementara waktu ini. Hati anak itu masih rapuh untuk sekarang ini.
" Oma mau membawa kamu ke suatu tempat. Eivel mau ikut Oma nggk?" Nyonya Hermawan menawarkan kepada Eivel. Dan Eivel yang memang tipe anak yang suka petualangan tentu saja menantang dirinya untuk menyetujui tawaran tersebut.
" Kemana Oma, Eivel jadi penasaran!" Suasana hatinya kembali ceria dan bersemangat.
Nyonya Hermawan membereskan alat-alat kebun yang mereka gunakan, Eivel ikut membereskannya.
" Yuuk ikut Oma! " ajaknya setelah semuanya terlihat sudah lebih rapi untuk ditinggalkan.
Dengan semangat dan gembira Eivel mengikuti Nyonya Hermawan yang tak lupa membawa keranjang bekal yang sudah diisi dengan beberapa makanan ringan dan buah-buahan serta air mineral. Mereka berjalan menuju halte bus yang tidak begitu jauh dari rumah mereka.
Biasanya butuh waktu yang cukup lama untuk menunggu bus lewat dari sana. Namun kali ini mereka sangat beruntung. Baru saja mereka tiba di halte dari kejauhan sebuah bus nampak sedang melaju ke arah mereka. 5 menit kemudian bus berhenti tepat dihadapan mereka. Nyonya Hermawan membantu Eivel untuk naik ke dalam bus terlebih dahulu kemudian dia menyusul dari belakang. Beberapa warga desa nampak sedang duduk di dalam bus. Nyonya Hermawan tak lupa menyapa mereka dengan keramahannya.
Nyonya Hermawan memilih duduk di bangku barisan kedua sebelah kanan yang masih terlihat kosong. Eivel begitu excited. Mungkin karena pengalaman pertamanya naik angkutan umum. 15 menit kemudian bus yang mereka tumpangi berhenti di halte berikutnya. Nyonya Hermawan turun diikuti Eivel dari belakang.
Pemandangan di desa itu memang sangat indah dipandang mata. Kebun bunga yang bertaburan disepanjang jalan diantarai oleh rumah -rumah penduduk semakin menambah suasana indah dan semarak desa itu. Aneka warna dan jenis bunga-bunga yang tumbuh subur dan mempesona semakin mempercantik keindahan desa itu. Tidak salah jika desa itu dinamai Desa Pelangi.
Bahkan seorang bocah seperti Eivel merasa takjub dan terpesona dengan keindahan desa itu. Meski dia hanyalah seorang bocah kecil tapi penilaiannya akan keindahan tidak kalah dengan orang dewasa. Setelah turun dari bus, Eivel memusatkan perhatiannya kesekelilingnya. Netranya seakan tersihir dengan keindahannya sehingga membuatnya tak berkedip agar dapat menikmatinya dengan lebih puas. Hanya rasa kagum dan bangga tersirat dari wajah mungil dan tampan itu.
" Wow Oma, indah sekali tempat ini.! pujinya layaknya orang dewasa yang mengagumi keindahan ciptaan yang Maha Kuasa.
" Oma senang, kamu menyukainya. Tapi tempat yang Oma mau tunjukkan bukan ini. Yuuk, ikut Oma.! Nyonya Hermawan menggenggam tangan Eivel menuntunnya menuju tempat yang akan mereka tuju. Eivel berjalan sambil melompat-lompat kegirangan. Hatinya begitu bahagia sekali. Dan Nyonya Hermawan tak kalah bahagianya melihat Eivel yang begitu menggemaskan.
Freya duduk sejenak di sudut toko melepaskan penat dan lelah karena sejak tadi pengunjung datang silih berganti. Dave yang melihatnya merasa kasihan. Didekatinya Freya dan dengan refleks dipijatnya bahu Freya dengan lembut tapi menenangkan. Freya yang sedikit kaget, lambat laun menjadi merasakan nyaman dan tenang. Perlahan dipejamkannya matanya. Pijatan lembut Dave begitu menenangkan sekali. Dave malah senang karena Freya menikmati pijatannya.
" Ternyata kamu berbakat juga ya jadi tukang pijat!" ujar Freya sambil masih memejamkan matanya.
" Khusus buat kamu!" ujarnya dengan tulus dari hatinya. Mendengarnya tentu saja hati Freya bergetar kegirangan. Namun tak ditunjukkannya secara langsung. Bisa-bisa dia jadi salting nantinya.
" Kamu bisa aja menyenangkan hati orang.! puji Freya. Tersungging senyum manis dari wajah tampan Dave.
" Dave, aku boleh bertanya nggak? Freya membuka matanya dan menatap mata Dave. Lalu Dave menghentikan pijatannya dan duduk didepan Freya.
" Kamu mau nanya apa.?" balasnya dengan senyuman yang tak pernah lepas dari wajahnya di saat dia memandang Freya.
" Selama kamu bersama dengan kami, apa kamu merasa bahagia? Entah mengapa Freya tiba-tiba menanyakan hal itu kepada Dave. Namun Dave menanggapinya dengan santai.
" Kalau mau jujur, aku merasa bahagia selama berada di tengah keluarga ini. Kalian sangat baik kepadaku. Memperlakukan diriku dengan penuh cinta dan kasih sayang. Jadi bagaimana mungkin aku tidak bahagia!" Dave terlihat bersemangat dan bahagia.
" Apa kamu tidak punya keinginan untuk mencari tahu keberadaan keluargamu? Siapa tahu mereka sedang menunggu kehadiran kamu.!" Freya mengingatkan Dave akan identitasnya.
" Entahlah. Keinginan untuk mencari tahu keberadaan keluargaku memang muncul dalam benakku. Hanya saja sampai sekarang seperti yang kamu ketahui tidak ada siapapun yang datang untuk mencari keberadaanku. Orang-orang yang aku jumpai selama ini tidak ada seorangpun yang mengenali diriku.!" Dave mencurahkan perasaan hatinya yang selama ini mungkin dipendamnya.
" Jika seandainya suatu ketika keluargamu datang dan menginginkan kamu untuk kembali, apa yang akan kamu perbuat.? Apa kamu akan kembali kepada keluargamu dan meninggalkan rumah ini?
Pertanyaan yang cukup sulit untuk dijawab. Dave terdiam sejenak seakan memikirkan apa jawaban dari pertanyaan Freya. Karena itu bukanlah pilihan yang mudah untuk menjawabnya. Meski baru beberapa bulan dia hidup bersama dengan keluarga Hermawan tapi dia merasa sudah seperti keluarga sendiri dalam keluarga Hermawan.
Selama ini Dave sudah merasa nyaman dan bahagia menjadi bagian dari keluarga itu. Dan tak ada alasan baginya untuk meninggalkan keluarga Hermawan hanya demi keluarganya yang tidak diingatnya sama sekali. Meski dia menyadari jika tanpa keluarga lamanya dia juga takkan bisa ada seperti sekarang ini.
Cukup lama Dave berpikir memikirkan jawaban apa yang paling tepat baginya. Freya menunggu dengan sabar, tak ingin memaksa Dave harusnya menjawabnya. Walau bagaimanapun Dave punya hak sendiri untuk menentukan pilihan hidupnya. Tanpa paksaan ataupun campur tangan dari orang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments