BAB 10.

Langit biru nampak bersih menaungi semesta. Mega-mega di cakrawala seakan saling berkejar-kejaran bersama angin riuh. Eivel duduk dengan santainya di bangku bus yang sebentar lagi akan melaju menuju desa Pelangi. Sebuah ransel kecil berisi beberapa helai pakaian dan makanan ringan penunda perut lapar berada diatas pangkuannya. Kondektur bus, sedikit menaruh curiga kepada Eivel. Karena bagaimana mungkin seorang anak kecil bepergian seorang diri tanpa didampingi oleh orang dewasa, setidaknya oleh orang tuanya.

Ketika ditanya kemana tujuan perjalanannya, Eivel pun menjawab dengan percaya diri dan berani " Dimana rute terakhir dari bus ini, saya turun disitu!" Karakter ayahnya benar-benar menurun kepada Eivel. Berani, tegar, percaya diri dan berwibawa. Sang Kondektur tidak tahu harus berkata apa, namun tanpa sepengetahuan Eivel dia melapor kepada polisi setempat.

Bus melaju membelah langit biru menyusuri jalan panjang yang tujuan akhirnya menuju desa Pelangi. Eivel mematikan daya ponselnya, dengan tujuan agar orang-orang dirumahnya tidak bisa melacaknya. Entah apa yang ada dalam pikiran bocah pintar ini sehingga dia berani bertindak nekat seperti sekarang ini.

Beberapa jam kemudian....

Isyana mondar-mandir dengan wajah penuh kecemasan dan kegelisahan setelah mendengar kabar dari pengasuh Eivel jika Eivel menghilang dari sekolah. Pikirannya menjadi kacau, gagal fokus dan tidak mampu lagi untuk konsentrasi dalam pekerjaannya. Tentu saja. Ibu mana yang bisa tenang jika tahu anaknya menghilang tanpa kabar berita.

Isyana pun segera bergegas pulang mencari keberadaan Eivel berharap anaknya itu telah kembali ke rumah diam-diam dan bersembunyi di salah satu sudut ruangan di rumah mereka. Meski Eivel bukanlah type anak yang suka iseng mengerjai orang lain dan menimbulkan kepanikan seperti saat ini.

Setibanya di rumah, Isyana langsung turun tangan mencari Eivel di setiap sudut ruangan yang ada di rumah itu. Bahkan ruangan rahasia bawah tanah pun didatanginya. Tetap saja Eivel tidak ada disana. Isyana segera mengumpulkan semua asistennya yang biasa mengawasi Eivel. Dengan begitu murkanya Isyana meluapkan emosi amarahnya terhadap asisten-asistennya yang dianggapnya tak becus untuk menjaga anak satu-satunya itu.

Bagaimana mungkin Eivel bisa menghilang begitu saja.? Bagaimana jika Eivel diculik oleh para perampok, atau mungkin disembunyikan oleh para lawan bisnis keluarga mereka?

" Pokoknya saya tidak mau tahu. Eivel harus kembali ke rumah ini tanpa kekurangan sesuatu apapun. Atau kalian akan menanggung akibatnya.!" ancam Isyana dengan emosi dan amarah. Mendengar ancaman dari bos mereka yang sangat menakutkan, para asistennya itu pun segera bertindak. Dengan sekejap mereka menghilang dari hadapan Isyana, mencari dan menemukan keberadaan Tuan muda kecil mereka.

Halte tujuan akhir pemberhentian bus di Desa Pelangi telah tiba. Eivel dengan langkah gagah dan tanpa rasa takut sedikitpun turun dari bus tak lupa ransel kecil penyambung hidupnya untuk sementara waktu ini. Alam Desa Pelangi seakan menyambut kehadiran Eivel di tempat itu. Udara yang segar, bertiup sepoi-sepoi, langit biru yang mulai senja berjingga ria, kicauan burung-burung kecil dan serangga-serangga liar yang terdengar merdu bersahutan bagai simphoni melodi indah.

Sangat berbeda jauh dengan kehidupan di kota yang riuh gemuruh, bising lalu lalang kendaraan, ramai suara manusia-manusia yang sibuk dengan hidup mereka masing-masing. Sebenarnya Eivel tidak tahu kemana tujuan selanjutnya. Dia hanya mengikuti suara hati nuraninya yang menuntun langkahnya. Tapi untuk saat ini, hal yang paling penting yang harus dilakukannya adalah menemukan tempat untuk dia sekedar tidur.

Ini adalah pengalaman pertamanya. Namun karena dia suka menonton film dunia petualangan, setidaknya dia punya gambaran tentang bagaimana bertahan hidup di dunia luar jauh dari rumah dan keluarganya. Untuk tinggal di penginapan harus bayar pakai uang. Dan dia tidak punya uang yang cukup untuk itu. Eivel pun menggunakan kecerdasannya untuk menyelamatkan hidupnya.

Dengan bermodal keberanian, akting yang boleh dibilang jempol dan kepiawaiannya dalam berkomunikasi maka aksinya pasti akan berjalan dengan baik. Eivel pun berusaha menemui penduduk sekitar yang bisa diajaknya untuk berkomunikasi. Rumah-rumah penduduk yang sederhana dan berjarak antara rumah yang satu dengan rumah lainnya, tipikal rumah di pedesaan.

Rumah-rumah kayu namun bernilai estetis, sehingga kelihatan sederhana tetapi sebenarnya mewah. Beberapa orang terlihat berkumpul disebuah pendopo. Eivel berjalan mendekat ke arah mereka.

" Permisi!" sapa Eivel mengalihkan perhatian mereka. Melihat sosok Eivel, mereka terlihat kaget dan heran ketika melihat Eivel yang masih kecil dan bocah itu muncul hanya seorang diri. Tak ada seorangpun yang menemaninya. Mata mereka celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri mencari sosok lain yang mungkin mengikut dari belakang. Siapa tahu ada orang lain yang berjalan kemudian menyusul si bocah kecil itu.

Namun sejauh mata memandang tak jua muncul sosok asing disana. Bocah itu memang sendirian. Tanpa siapapun.

" Dimana orang tuamu? Kenapa Kamu sendirian? Tanya salah seorang diantara mereka. Diliriknya jam diponselnya. Waktu sudah menjelang sore hari. Dan langit sebentar lagi akan mulai gelap.

" Saya tidak tahu dimana orang tua saya. Mereka menghilang dan meninggalkan saya sendirian.!" jawab Eivel memulai kebohongannya. Atau bilang saja kemampuan aktingnya. Wajahnya dibuat sesedih mungkin. Wajah itu terlihat sangat jujur dan polos. Sungguh akting yang memukau. Entah darimana dia belajar akting seperti itu.

" Lalu kamu datang dari mana? Rumah keluarga kamu dimana? yang lain ikut bertanya.

" Iya, kenapa kamu bisa sampai di sini.? sambung yang lain.

" Sebelumnya saya tinggal dengan Paman saya. Tapi dia mau menjual saya untuk dijadikan budak. Makanya saya kabur dari rumah Paman saya! " Eivel bersikap seolah-olah minta dikasihani karena wajahnya menunjukkan wajah penuh belaskasihan.

Mereka yang mendengar perkataan Eivel seakan begitu terharu dan hati mereka dipenuhi rasa kasihan.

" Ya ampun kasihan sekali kamu. Kamu pasti menderita sekali. Paman mu itu benar-benar tak punya hati. Apa dia bukan manusia.?" Salah seorang wanita mengutuki Paman hasil karangan imajinasi Eivel karena merasa terharu dan kasihan mendengar cerita anak sekecil itu.

"Mari sini nak, kamu pasti belum makan seharian kan. Perutmu pasti kelaparan. Ibu ada makanan untukmu!" Ibu yang lain menunjukkan rasa belaskasihannya dengan mengajak Eivel untuk makan. Ibu itu tidak tahu saja di dalam tas kecilnya Eivel masih ada makanan yang dibawanya dari rumah. Eivel yang tidak dapat menolak karena takut ketahuan jika dia sedang berbohong akhirnya menurut saja ketika ibu itu meriah pergelangan tangannya dan membawanya masuk ke dalam pendopo.

Disana memang tersedia berbagai jenis makanan ringan dan minuman. Melihat wajah penuh belaskasihan itu penduduk setempat tergerak hatinya oleh belaskasihan. Apakah melihatnyapun wajah tampan Eivel sangat menggemaskan. Dan seperti orang yang benar-benar kelaparan, Eivel menghabiskan makanan yang disajikan oleh kaum ibu-ibu.

Mereka yang melihatnya pun semakin merasa terharu. Rasa kasihan dan empati mereka muncul karena iba terhadap keadaan Eivel yang memprihatinkan. Melihat Eivel yang cukup kenyang, betapa bahagianya hati mereka. Mereka merasa senang dan puasnya telah membantu adik.

" Nak kalau boleh tahu Ibu mau tanya alamat rumah kamu dimana?"Seorang ibu bertanya kepada Eivel. Eivel terdiam sejenak.

" Wah kasihan sekali!" Iya kasihan sekali dia!! beberapa Ibu saling bersahut-sahutan. Sebenarnya dalam hati Eivel ingin tertawa. Tapi demi skills aktingnya, Eivel harus tetap bersandiwara. Agar para penduduk itu tidak mencurigainya.

Lalu sekelompok orang itu berdiskusi untuk membicarakan kemana anak itu akan dibawa. Dimana dia akan tidur malam ini? Siapa yang akan bertanggung jawab.? Dan kebetulan sekali Pos Polisi terdekat sangat jauh dari pemukiman mereka. Meski mereka merasa kasihan akan keadaan Eivel tetapi mereka juga tidak mungkin bertindak sembarangan. Karena ini menyangkut hidup anak manusia. Jangankan sampai nanti malah menimbulkan masalah. Karena mereka tidak tahu sama sekali darimana anak ini berasal. Jaman sekarang banyak orang berkedok orang baik padahal penjahat. Bisa saja mereka nanti dituduh sebagai penculik anak. Dan itu sangat tidak menyenangkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!