50% Bassed on True Story si penulis di 2009
(Suci POV)
Tega. Tega. Tega!
Mama sama Papa tega!
Udah tahu anak perawannya lagi sakit karena kecelakaan dan masuk ruang rawat puskesmas, bukannya dijagain, eh, malah ditinggal berdua sama Satria. Hasyem! Padahal kami kan belum jadi muhrim.
Ini sudah jam dua belas malam. Ruang rawat mulai sepi, orang-orang sudah tidur semua, baik itu pasien dan keluarga pasien. Hanya perawat yang berjaga malam, yang sesekali terlihat mondar-mandir untuk mengecek keadaan pasien. Si Satria juga sudah tidur. Noh, dia lagi ngorok di samping ranjang aku. Dia tidur dalam posisi duduk dengan tangan terlipat di salah satu sisi tempat tidurku, dan wajahnya ditelungkupkan pada lengannya yang terlipat.
Ya Allah, nggak bangun, nggak tidur nih orang ganteng bangettt. Coba aja dia bukan keponakan istrinya Abra, aku nggak bakalan galau gara-gara perjodohan ini. Dan tawarannya tadi--Yang berakhir dengan keputusan sepihak dari Satria yang menyatakan bahwa aku adalah pacarnya--sebenarnya aku sangat ingin menjawab 'iya' untuk tawaran pacaran itu. Tapi mengingat acara gandeng-menggandeng tangan dia dengan Citra tadi siang dan kemarin membuatku OGAH untuk menjawab iya.
Haaaah. Udah jam segini kenapa aku masih belum ngantuk juga? Padahal aku pengen banget tidur. By the way, any way, busway, suasana di Puskesmas kalau malam itu ... Glek, nyeremin ya? Udah sepi, udara dinginnya bikin semua bulu yang ada di badan jadi meringing dangduts. Iya sih ruangannya terang, dan banyak orang pula, pasien dan keluarga pasien yang lagi pada tidur. Tapi, sunyinya ini lho.
Aku mencoba memejamkan mata, berharap agar bisa tidur, tapi tidak berhasil. Aku merasa gelisah, dan entah kenapa tiba-tiba perasaan takut menyelimutiku.
"Nggrrrrroookkk!"
Aku mendengus mendengar suara dengkuran aneh yang keluar dari hidung Satria. Belum jadi suami sudah bikin ilfeel. Suara ngoroknya huaduuuh ngalahin suara ngorok Papa kalau lagi tidur.
Dan ...
Pssshhhh.
Alamak. Yang lewat tadi tuh apa?
Aku mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa penglihatanku masih bagus. Yang lewat cepat tadi itu ... Warnanya putih kan? Dan ...
Pssshhhh.
Yang 'putih-putih' itu lewat lagi dengan kecepatan tornadonya.
EMAKKKK TAKUTT!
Kutarik selimut puskesmas untuk menutupi seluruh badanku--dari ujung kaki sampai ujung kepala. Yaaah. Tadi itu penampakannya kurang ajar banget! Hantu gila, senggaknya kalau mau nampakin diri itu kasih tahu dulu kek! Ngomong permisi secara langsung atau lewat SMS apa susahnya?
Tubuhku gemetaran, sambil memejamkan mata kuat-kuat aku mencoba membaca hafalan surah-surah pendek dan ayat kursi dengan tujuan untuk mengusir hantu-hantu yang ada di ruangan ini. Tapi kenapaa aku masih juga takut?!!
Huhuuhuuu.
Aku membuka selimut yang menutupi kepalaku dan menoleh sebal ke arah Satria yang masih asik mendengkur.
"Sat! Satria bangun," Aku mencoba membangunkan Satria, dengan mengguncang pelan tubuhnya. Tapi jawaban dia malah ...
"Krrrooookkk!"
Itu suara dengkuran orang atau suara kodok yang lagi nyanyi sih?! Nggak kece banget!
"Sat. Satria bangun, aku takut nih," bisikku. Satria bergeming, dia malah menampar keras tanganku yang mengguncang pundaknya.
Si kampret! Calon tunangannya yang lagi ketakutan malah asik tidur. Lagian ganteng-ganteng kok kebo banget?
Psssshhhh.
Itu bayangan putih dengan kecepatan cahaya, kagak bosen-bosennya bolak-balik di depanku dari tadi. Hantu geblek, udah tahu aku penakut, masih aja di takut-takutin! Kalau aku kena penyakit jantung dan mati muda gimana?! Kan aku belum nikah sama Sat ... Oke lupakan!
Aku ingin kembali membaca Ayat kursi, tapi baru mengucap Bismillah, aku sudah lupa apa yang mau dibaca. Memang ya, rasa takut mengalahkan segalanya. Mana aku mau ke toilet lagi.
Aku bangkit dari posisi berbaringku, untuk duduk di atas ranjang.
"Sat. Satria bangun!" Rengekku sambil mengguncang tubuhnya keras, tak ada respon, dengkuran Satria malah makin keras. Sialan! "Satria bangun! Antarin aku ke toilet."
Hiks. Punya calon tunangan (calon suami) yang tidurnya kayak kebo, bikin aku bakal mikir dua kali buat nikahin dia. WOI KAMPRET! BANGUN!
"Satria bangun!" Ingin berteriak dengan suara keras tapi takut membangunkan para keluarga pasien--dan pasien yang sedang tidur,
"Satria. Huhuuhuu, ke toilet." Aku mulai menangis.
Diluar dugaan, dengan gerakan malas dan mata yang masih terpejam, Satria duduk tegak. Dan--aku pikir dia ngelindur, tidak sadar, saat--dia menyambar sendok yang ada di nakas di samping ranjangku, lalu dia menaruhnya di pipi. Bersikap seolah itu adalah handphone.
"Satria, antar aku ke toilet."
"Hmmmh. Citra, penakut banget sih, masa telpon aku malam-malam cuma buat minta diantarin ke toilet?"
Siiing.
Dia kembali tidur, sendok yang dia pegang jatuh ke lantai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments