Saat malam tiba, pertemuan itu benar terjadi, keluarga Sintia telah sampai di rumah baru yang akan Bian tempati, mereka sedang berbincang hangat meski belum ada Bian diantara mereka saat ini.
"Mana, Bian?" tanya Kemal.
"Sudah dipanggil, tapi sepertinya Bian masih di luar," ucap Kania.
"Di luar bagaimana, ditelepon dong kenapa dibiarkan saja."
"Ya sudah, sebentar."
Kania pamit dan pergi meninggalkan mereka semua, Kania keluar dan langsung menghubungi Bian yang entah dimana saat ini.
Kemal masih asyik berbincang dengan calon besannya itu, seperti sudah tidak ada jarak sama sekali, mereka berbincang dengan santai dan tenang.
"Ayo silahkan diminum dulu," ucap Kemal.
"Oh iya iya, terimakasih," ucap Fadli.
Fadli adalah ayah dari Sintia, dua keluarga itu terlihat harmonis dan kompak, mungkin itu juga yang membuat mereka langsung cocok ketika berniat menjodohkan putra putrinya.
"Om, Bian, belum kembali sejak siang tadi, atau mungkin baru pergi lagi?" tanya Sintia.
"Om, kurang tahu ya, soalnya yang ada disini itu, Tante," jawab Kemal.
Sintia mengangguk, baiklah itu alasan yang bisa diterima, Kemal pasti sibuk di kantor dan pasti tidak akan tahu keadaan di rumah.
"Tidak apa, Bian, pasti datang karena dia sudah janji akan datang," tambah Kemal.
Mereka mengangguk kompak, itu memang sudah seharusnya, karena janji temu itu sudah sejak jauh-jauh hari.
Kania tampak kembali duduk bersama mereka, Kania tersenyum pada mereka semua, tanda kalau hasil dari sambungannya dengan Bian tidak akan mengecewakan.
"Bagaimana?" tanya Kemal.
"Bian, sedang di perjalanan, dia sudah pulang dan akan segera sampai," ucap Kania.
Mereka tersenyum bersamaan, itu jawaban yang sangat menenangkan, mereka akan benar-benar berkumpul malam ini dan menentukan hasil akhir perjodohan Bian dan Sintia.
"Sintia, kamu kenapa, kok tegang seperti itu kelihatannya?" tanya Kania.
Sintia menoleh dan menggeleng, apa benar seperti itu, Sintia memang takut dengan apa yang akan terjadi malam ini.
Sintia ingat terus dengan kalimat Bian yang mengatakan telah mendapatkan pilihan sendiri, Sintia takut jika akan kecewa malam ini, apa lagi sampai pertemuan tadi siang sikap Bian masih saja menolak Sintia.
"Sintia," panggil Novi.
Sintia menoleh dan tersenyum, kenapa lagi, apa mamahnya juga akan bertanya hal yang sama.
"Kamu kenapa?" tanya Novi.
Benar saja, Sintia menunduk sesaat dan kembali melirik Novi.
"Gak apa-apa kok, aku baik-baik saja, aku hanya takut kalau Bian tidak jadi datang."
"Tenang saja Sintia, Bian sudah janji sama Tante, jadi pasti datang," ucap Kania.
Sintia tersenyum dan mengangguk, semoga saja memang seperti itu, dan semoga juga tidak akan ada masalah besar yang akan terjadi.
Sintia ingin semuanya baik-baik saja, dan berjalan sesuai dengan keinginan mereka, Bian akan menerima Sintia sesuai dengan perjodohan yang dilakukan orang tua mereka.
"Minum dulu, ayo minum biar gak tegang seperti itu," ucap Kania.
Sintia mengangguk dan meraih gelasnya, meneguk minumannya perlahan, selang beberapa saat Bian tampak datang bersama dengan Zahra.
Penampilan Zahra sudah sempurna akibat ulah Bian, Zahra benar-benar berbeda dari sebelum detik ini.
Mereka menoleh bersamaan dan terdiam menatap kedatangan dua orang itu, Sintia bangkit dari duduknya.
"Selamat malam," sapa Bian yang menghampiri mereka.
Pandangan Zahra langsung terarah pada Sintia, wanita itu pasti yang dijodohkan dengan Bian dan memang cantik, terlihat baik juga.
Sama halnya dengan Zahra, Sintia juga menatap Zahra, jantungnya bergemuruh hebat apa benar jika ketakutannya akan terjadi.
Bian akan mengecewakannya dengan membawa wanita itu, kenapa Sintia merasa semakin takut saja dengan semuanya.
"Bian, siapa ini?" tanya Kania yang bangkit dari duduknya.
Penampilan Zahra yang memang berbeda dan terlihat lebih dewasa itu, berhasil mengecoh Kania dan Kemal.
Bian telah berhasil merubah Zahra dengan menghilangkan penampilan bocahnya, penampilan Zahra terlihat lebih dewasa dari umurnya, dan itu membuat mereka tidak mengenali Zahra.
"Bian, jawab," tambah Kania.
"Baiklah, ini namanya, Ayra," ucap Bian.
Zahra seketika menoleh, begitu juga dengan mereka yang saling lirik satu sama lain.
"Ayo duduk," ucap Bian pada Zahra.
Zahra mengangguk dan duduk di kursi yang ditarik Bian untuknya, Kania dan Sintia kembali duduk bersamaan dengan Bian juga.
"Bian, ini acara keluarga, kenapa kamu malah membawa orang asing," ucap Kemal pelan.
Bian tersenyum dan mengangguk, biarkan saja karena Bian memang membutuhkan orang asing itu.
"Bian."
"Oke, aku akan jawab, tapi kalian harus terima apa yang akan aku katakan."
"Jangan berani mempermalukan kami."
Bian menoleh dan terdiam menatap Kemal, mereka sendiri yang mempermalukan diri, Bian sudah sejak awal menolak perjodohan itu tapi mereka tetap keras meneruskannya.
"Ada apa ini sebenarnya?" tanya Novi
Bian menoleh, dan melirik Zahra sekilas, tidak bisa lama-lama lebih baik Bian segera katakan saja semuanya.
"Aku minta maaf sebelumnya, tapi sejak awal aku tidak setuju dengan perjodohan yang kalian tentukan."
Novi dan Fadli saling lirik, lalu apa maksudnya, bukankah Bian sudah juga sepakat dengan itu semua.
"Aku sudah katakan pada Sintia, kalau aku sudah memiliki pilihan aku sendiri."
Mereka semua melirik Sintia dengan kompak, termasuk juga dengan Zahra, Sintia memejamkan matanya sesaat.
"Itu benar kan, Sin?" tanya Bian.
Sintia menoleh dan mengangguk, tapi apa Bian tega melakukan itu semua pada Sintia.
"Aku sengaja bawa Ayra kesini untuk aku kenalkan pada kalian semua."
"Jangan macam-macam kamu, Bian," ucap Kania.
"Aku serius, Mah."
"Ya mana bisa."
"Kenapa harus gak bisa, aku punya hak untuk menentukan pilihan aku sendiri, dan Sintia bukan pilihan aku."
"Tutup mulut kamu," ucap Kemal.
Zahra menoleh sesaat dan menunduk, apa akan terjadi keributan saat ini.
"Kamu fikir ini lelucon, kamu fikir kamu bisa melakukan semua sesuka kamu?"
"Bisa, Papah sama Mama, dan mereka semua bisa melakukan apa yang kalian mau tanpa peduli permintaan aku."
"Cukup, Bian," sela Kania.
"Kenapa Mah .... Bian akan menikah sekali seumur hidup dan Bian tidak mau menikah dengan wanita yang tidak Bian inginkan."
Zahra melirik Sintia di sana, wanita itu tampak menahan tangisnya, wajahnya mulai pucat dan matanya memerah.
Apa Zahra telah jahat karena mau melakukan itu semua pada mereka.
"Bian, tidak bisa terima perjodohan dengan Sintia, dan sekarang kalian bisa lihat sendiri jika Bian memang memiliki calon istri pilihan sendiri."
"Siapa dia, perempuan tidak jelas," ucap Kemal.
"Dia Ayra, dia ...."
"Cukup," ucap Fadli
"Ini keterlaluan, kalian sengaja mempermalukan kami."
"Tidak, tunggu dulu, Pak," ucap Kemal.
"Sudah cukup, semua sudah jelas, ayo Mah, Sintia ayo pulang."
"Tapi, Pah."
"Pulang Sintia."
"Tunggu dulu Pak Fadli, ini bisa dibicarakan terlebih dahulu, ini pasti hanya salah paham," ucap Kemal penuh tahanan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments